Kementerian PKP perlu padukan ekosistem perumahan agar PPN DTP efektif

Foto udara rumah subsidi di Kabupaten Batang, Jawa Tengah, Sabtu (20/9/2025). Menteri PKP Maruarar Sirait memastikan bunga KPR subsidi tidak akan naik dalam waktu dekat atau tetap pada level 5 persen. ANTARA FOTO/Harviyan Perdana Putra/tom.
Foto udara rumah subsidi di Kabupaten Batang, Jawa Tengah, Sabtu (20/9/2025). Menteri PKP Maruarar Sirait memastikan bunga KPR subsidi tidak akan naik dalam waktu dekat atau tetap pada level 5 persen. ANTARA FOTO/Harviyan Perdana Putra/tom.
The Housing and Urban Development (HUD) Institute menyatakan pemerintah perlu mengintegrasikan ekosistem perumahan di bawah Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) agar kebijakan Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN DTP) 100 persen dapat berjalan efektif.
Ketua Umum The HUD Institute Zulfi Syarif Koto mengatakan Kementerian PKP sebaiknya mengonsolidasikan para pelaku sektor properti dari hulu ke hilir, termasuk perusahaan pengembang hingga broker, baik perumahan subsidi maupun komersial, agar sektor tersebut dapat berkontribusi optimal terhadap pertumbuhan ekonomi nasional.
“Pak (Presiden) Prabowo (Subianto) kan berharap dari industri properti ini menyumbangkan 2 persen pertumbuhan ekonomi (dari total target pertumbuhan ekonomi nasional 8 persen),” kata Zulfi Syarif Koto dihubungi di Jakarta, Minggu.
Ia menyampaikan bahwa saat ini ekosistem perumahan di Indonesia kurang terintegrasi karena perusahaan perantara perdagangan atau broker properti masih berada dalam naungan Kementerian Perdagangan (Kemendag), bukan Kementerian PKP.
Kemendag berperan dalam mengatur dan mengawasi para broker tersebut melalui Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 51/M-DAG/PER/7/2017 tentang Perusahaan Perantara Perdagangan Properti. Padahal, ia menilai perusahaan perantara perdagangan merupakan ujung tombak pemasaran perumahan sehingga berperan besar pada bagian hilir sektor properti.
“Kan sudah ada sekarang Kementerian PKP, itu satu ekosistem (properti) hulu ke hilir (harus di bawah Kementerian PKP). Jangan hilirnya dipegang (kementerian yang) lain,” jelas Zulfi.
Ia pun menyarankan perkumpulan perusahaan perantara perdagangan properti, seperti Asosiasi Real Estate Broker Indonesia (AREBI), agar dipindahkan pembinaannya dari Kemendag kepada Kementerian PKP.
Agar dapat mengoptimalkan kontribusi sektor properti terhadap perekonomian nasional, ia juga meminta AREBI untuk menggiatkan edukasi kepada para anggotanya terkait arah kebijakan pemerintah dalam pengembangan sektor properti, salah satunya dalam program 3 juta rumah.
Selain mengintegrasikan ekosistem properti nasional, ia mengatakan pemerintah juga harus menindak tegas para pengembang dan broker nakal, terutama di sektor perumahan komersial. Ia menuturkan sebanyak 80 persen laporan terkait sengketa di sektor perumahan yang diterima oleh lembaga pelindungan konsumen merupakan perkara jual beli rumah komersial.
Menurut dia, hal tersebut terjadi karena kurangnya lembaga yang mengawasi pengembangan perumahan komersial, tidak seperti pengembangan rumah subsidi yang diawasi oleh Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), hingga banyak penyalur kredit.
“Tolong kontrol hal ini kalau pemerintah mau pertumbuhan (ekonomi nasional menembus) 8 persen dan kontribusi industri properti, baik subsidi dan komersial, (mencapai) 2 persen,” imbuh Zulfi Syarif Koto.
Seperti yang diberitakan sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyampaikan bahwa insentif PPN DTP properti 100 persen akan diterapkan sepanjang 2026 dan berlaku penuh untuk pembelian rumah atau properti baru siap huni dengan harga jual maksimal Rp2 miliar.
Sementara untuk properti seharga Rp2 miliar-Rp5 miliar, pembebasan PPN hanya berlaku pada bagian harga pertama Rp2 miliar, sedangkan sisanya tetap dikenakan tarif normal.