Kuasa hukum sebut tujuh alasan penetapan tersangka Nadiem tidak sah

Mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbudristek) 2019-2024 Nadiem Makarim (tengah) menggunakan rompi tahanan berjalan keluar usai pemeriksaan di Jampidsus, Kejaksaan Agung, Jakarta, Kamis (4/9/2025). Kejaksaan Agung menetapkan Nadiem Makarim sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan sistem Chromebook di Kemendikbudristek dan ditaksir kerugian negara dalam perkara ini mencapai Rp1,9 triliun. ANTARA FOTO/Bayu Pratama S/foc.
Mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbudristek) 2019-2024 Nadiem Makarim (tengah) menggunakan rompi tahanan berjalan keluar usai pemeriksaan di Jampidsus, Kejaksaan Agung, Jakarta, Kamis (4/9/2025). Kejaksaan Agung menetapkan Nadiem Makarim sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan sistem Chromebook di Kemendikbudristek dan ditaksir kerugian negara dalam perkara ini mencapai Rp1,9 triliun. ANTARA FOTO/Bayu Pratama S/foc.
Kuasa Hukum Nadiem Makarim, Dodi S. Abdulkadir mengatakan terdapat tujuh alasan yang membuat penetapan tersangka terhadap kliennya itu tidak sah dan tidak mengikat secara hukum.
Pertama, penetapan tersangka tidak disertai hasil audit perhitungan kerugian keuangan negara yang bersifat nyata (actual loss) oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) maupun Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
"Padahal, audit ini menjadi syarat mutlak menentukan adanya kerugian keuangan negara yang menjadi salah satu syarat dari pemenuhan dua alat bukti yang dipersyaratkan dalam Pasal 184 KUHAP jo. Putusan MKRI 21/PUU-XII/2014," kata Dodi lewat keterangannya di Jakarta, Selasa.
Kedua, BPKP dan Inspektorat telah melakukan audit Program Bantuan Peralatan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) 2020-2022, di mana tidak ada indikasi kerugian keuangan negara akibat perbuatan melawan hukum oleh Nadiem.
Hasil itu diperkuat dengan Laporan Keuangan Kemendikbudristek 2019-2022 yang memberikan status/opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP).
Ketiga, penetapan tersangka Nadiem cacat hukum karena dilakukan tanpa minimal dua bukti permulaan yang disertai pemeriksaan calon tersangka sebagaimana disyaratkan Pasal 184 KUHAP jo. Putusan MK No. 21/PUU-XII/2014.
"Surat penetapan tersangka terhadap Nadiem dikeluarkan pada tanggal yang bersamaan dengan surat perintah penyidikan (sprindik), yaitu tanggal 4 September 2025," ujar Dodi.
Keempat, surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP) tidak pernah diterbitkan dan/atau Nadiem hingga saat ini tidak pernah menerimanya. Hal tersebut melanggar Pasal 109 KUHAP jo. Putusan MK No. 130/PUU-XIII/2015, menghilangkan fungsi pengawasan penuntut umum, dan membuka peluang penyidikan sewenang-wenang.
Kelima, Program Digitalisasi Pendidikan 2019-2022 yang dijadikan dasar penetapan tersangka Nadiem sesuai Surat Penetapan Tersangka Nomor TAP-63/F.2/Fd.2/09/2025 tertanggal 4 September 2025 bukan nomenklatur resmi dan tidak pernah ada dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 maupun kebijakan resmi Kemendikbudristek.
Oleh karena itu, perbuatan yang dituduhkan kepada Nadiem abstrak, tidak cermat, dan melanggar haknya untuk mengetahui secara jelas perbuatan yang disangkakan.
Keenam, pencantuman status Nadiem dalam surat penetapan tersangka sebagai karyawan swasta tidak tepat dan tidak jelas. Nadiem pada 2019-2024 menjabat selaku Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) sesuai KTP sebagai anggota kabinet kementerian.
Ketujuh, Nadiem memiliki identitas dan domisili jelas dan selama ini berlaku kooperatif serta telah dicekal sehingga tidak mungkin melarikan diri. Nadiem juga sudah tidak lagi menjabat sebagai menteri sehingga tidak memiliki akses maupun menghilangkan barang bukti.
"Penahanan Nadiem tidak sah karena alasan-alasan yang dijadikan dasar penahanan tidak dibuktikan secara objektif. Fakta-fakta ini yang juga perlu diketahui masyarakat untuk memastikan bahwa penegakan hukum dilakukan secara fair, transparan, dan sesuai aturan perundang-undangan yang berlaku," ujar Dodi.
Nadiem telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Agung atas dugaan tindak pidana korupsi pengadaan laptop Chromebook dalam Program Digitalisasi Pendidikan tahun 2019-2022 di Kemendikbudristek.
Atas penetapan tersangka tersebut, tim penasihat hukum Nadiem selanjutnya mengajukan permohonan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 23 September 2025. Gugatan praperadilan tersebut teregister dengan nomor 119/Pid.Pra/2025/PN.Jaksel.
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menjadwalkan sidang perdana gugatan praperadilan Nadiem pada Jumat (3/10). Kejagung menghormati gugatan praperadilan yang diajukan Nadiem tersebut.
"Itu merupakan suatu hak bagi tersangka dan penasihat hukumnya. Sebetulnya ini juga merupakan check and balance bagi kami sebagai aparat penegak hukum," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Anang Supriatna di Jakarta, Selasa (23/9).