Membaca puisi cinta pada pusara Maria van de Velde di Onrust Jakarta

Kawasan wisata Pulau Onrust, Kepulauan Seribu, Jakarta, Jumat (24/10/2025). ANTARA/Risky Syukur
Kawasan wisata Pulau Onrust, Kepulauan Seribu, Jakarta, Jumat (24/10/2025). ANTARA/Risky Syukur
Pohon besar berdiri kokoh di sudut kompleks pemakaman Belanda di Pulau Onrust, Kepulauan Seribu, Jakarta. Rindang pohon memayungi beberapa makam berusia ratusan tahun di area yang berada tepat di tepi laut itu. Jakarta yang bising tak akan terdengar dari pemakaman ini. Hanya ada desir ombak dan gemulai angin laut yang membuat ranting dan daun pepohonan bergemericik.
Dilihat dari dekat, makam-makam itu cukup mencolok dari warna pasir pantai. Sebagian besar makam dibuat dengan susunan batu bata berpenampang serupa segitiga dan trapesium. Sebagian lagi dibuat dari cor semen dan pasir yang mulai menghitam akibat dikikis zaman.
Dari banyaknya makam yang ada di Pulau Onrust, satu makam nampak istimewa. Pasalnya, makam itu berpuisi. Puisi sakit hati, puisi cinta berusia lebih dari tiga abad yang ditulis oleh kekasih penghuni makam. Maria van de Velde, wanita Belanda yang meninggal di Pulau Onrust pada usia 28 tahun, rupanya punya kekasih yang ingin membuatnya abadi.
Puisi itu tertulis dalam aksara Belanda yang memenuhi permukaan atas makam. Kendati badan makam yang mulai menghitam serta tepi-tepiannya mulai pecah termakan usia, puisi cinta itu menolak kehilangan satu aksara pun. Tertulis dalam Bahasa Belanda, tapi pengelola Pulau Onrust menempatkan terjemahan dalam Bahasa Indonesia, tepat di samping makam. Dengan demikian, wisatawan dapat membaca keindahan puisi itu.
(16933-1721)
Maria van de Velde
Mayatnya dikubur, walaupun ia pantas hidup bertahun-tahun lamanya,
seandainya Tuhan berkenan demikian.
Namun rupanya, Johova menghalangi itu dengan kematian (nya).
Maria hilang, Maria tak ada lagi! Bukan! Saya tarik kembali kata itu.
Karena diucapkan tanpa pikir panjang.
Maka semoga kelancanganku langsung didenda!
Kini Maria baru sungguh-sungguh hidup, sejak hidup dekat dengan Tuhannya.
Lahir di Amsterdam tanggal 29 Desember 1963. Meninggal pada tanggal 19 November 1721 di Onrust
Seorang wisatawan membacakan puisi itu dengan terbata-bata. Nampaknya tak kuasa ia membaca sambil mengagumi pesan cinta dari ukiran pusara itu. Usai puisi dibacakan, para wisatawan mengambil jeda beberapa sepersekian detik, hingga akhirnya pecah decak kagum
Tak ketinggalan mereka menghunus gawainya masing-masing untuk mengabadikan potret puisi cinta tersebut. Tak perlu menjadi penyuka puisi untuk mengagumi keindahan puisi sederhana tapi mendalam itu. Di bawah terik Pulau Onrust, semua mata dan telinga terpukau: beginikah indahnya mencintai di zaman dulu? Maka apa yang terjadi ketika manusia meninggal?
Satu hal yang pasti, orang yang mencintai kita akan merindu. Maria van de Velde adalah bukti puitis dari kerinduan itu.
Hingga kini, tak ada yang tahu siapa nama kekasih Maria. Ia tak ingin memasukkan namanya pada puisi indah itu. Barangkali, ia hanya ingin dikenang sebagai pecinta tanpa nama. Biarlah puisi itu saja yang menggantikan namanya. Bukankah puisi itu abadi?
Menurut cerita pemandu wisata Pulau Onrust bernama Rosadi, Maria adalah satu dari sekian banyak orang yang saat itu meninggal akibat penyakit daerah tropis, seperti malaria.
Beberapa versi masyarakat lokal menyebut Maria meninggal karena faktor lain, seperti bunuh diri. Namun, kata Rosadi, mayoritas penduduk Pulau Onrust saat itu kebanyakan meninggal di usia muda lantaran terserang penyakit tropis.
Di area kompleks pemakaman tersebut, warga lokal juga kerap terlihat menyimpan dupa, bunga serta buah-buahan. Namun, Rosadi tak tahu tujuan mereka. Sekitar 30 meter dari kompleks pemakaman itu, ada juga pemakaman orang-orang lokal. Berbeda dengan makam orang Belanda, makam-makam itu dibuat hampir tanpa penanda.
Antara makam hanya diberi pembatas berupa batu yang disusun persegi panjang. Gundukan makam pun tak terlihat, lantaran sudah merata dengan tanah Pulau Onrust. Rupanya, makam-makam itu belum teridentifikasi dan masih memerlukan kajian lebih lanjut.
Kemudian, beranjak ke tengah pulau, masih ada puluhan makam lain yang juga belum diekskavasi. Ekskavasi makam adalah penggalian arkeologi sistematis dan terdokumentasi di situs pemakaman untuk meneliti tinggalan sejarah, seperti struktur makam, artefak, serta informasi yang tersimpan di bawah tanah.
Sejarah Pulau Onrust
Pulau Onrust adalah tempat kosong tak berpenghuni yang rimbun pohon bakau, dan sempat menjadi tempat istirahat bagi para Sultan Keraton Banten (1522-an) karena posisinya persis di pangkal perlintasan kapal-kapal saat masuk ke Pulau Jawa.
Kondisi itu berubah drastis saat VOC atau Vereenigde Oost-Indische Compagnie secara resmi menduduki pulau paling utara Jakarta ini pada tahun 1610.
Di tangan kolonial VOC, peran Pulau Onrust menjadi semakin penting. Mereka menjadikannya sebagai gudang penyimpanan rempah-rempah, dermaga pembuatan dan perbaikan kapal terbaik di dunia yang melampaui masa nya.
Hal ini dibuktikan sebagaimana ditulis oleh James Cock. Dalam banyak tulisan, penjelajah asal Inggris ini menyebutkan bahwa galangan kapal Onrust adalah yang terbaik di dunia karena dilengkapi peralatan canggih yang digerakkan oleh tenaga mekanis kincir angin.
Pada tahun 1619 pulau seluas 8 hektare lebih itu diubah John Peter menjadi basis pertahanan laut dan pusat pasukan kolonial di Nusantara.
John Peter selaku pemimpin pasukan VOC Belanda diam-diam membangun benteng pertanahan di Pulau Onrust, yang memudahkan mereka menyerang Jayakarta. Puncaknya, Belanda berhasil membangun Kota Batavia di Jantung Ibu Kota Jakarta pada tahun 1620.
Namun, seiring berjalannya waktu, sejarah Pulau Onrust hampir terlupakan karena minimnya dokumentasi sejarah yang dimiliki Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Hal itulah yang menjadi alasan pemerintah melakukan ekskavasi arkeologi di pulau ini, untuk menggali lebih dalam dan mengungkapkan jejak sejarah yang telah lama terpendam.
Pulau Onrust tak hanya menjadi penggalangan kapal dan benteng pertahanan era VOC - Hindia Belanda, tapi selanjutnya menjadi tempat karantina penderita virus Leptospirosis, karantina setiap jemaah haji pulang dari Mekkah, Arab Saudi.
Selanjutnya, menjadi tempat pengasingan pejuang kemerdekaan Tanah Air hingga penjara di era kolonial Jepang. Chandrian mengungkapkan beberapa nama, dua di antaranya seperti J.N Katili dan DN Aidit. Setiap bangunan peninggalan lintas abad itu masih dapat ditemui di Pulau Onrust, meski beberapa sudah menjadi puing pondasi bangunan, bebatuan, dan bongkahan kayu jati besar, hingga beberapa buah meriam.
Dinas Kebudayaan DKI Jakarta telah memuat informasi setiap objek sejarah dalam pulau itu secara digital. Dengan demikian, wisatawan dapat dengan mudah mengakses informasi dengan memotret kode batang (barcode) yang biasanya diletakkan di samping objek sejarah bersangkutan.




