Top
Begin typing your search above and press return to search.

`Operasi penuh cinta` prajurit TNI di Papua

`Operasi penuh cinta` prajurit TNI di Papua
X

Prajurit TNI Satgas Yonif 521/DY saat menyuapi balita dalam program makan bersama di Distrik Kurima, Kabupaten Yahukimo, Papua Pegunungan. (ANTARA/HO-Dok Satgas Yonif 521/DY)

Di satu akun media sosial berbasis audio visual, seorang prajurit TNI berpangkat sersan terlihat akrab dengan anak lelaki Papua yang diketahui bernama Alo. Di video itu terlihat Alo, yang masih berseragam sekolah merah putih alias sekolah dasar (SD), mendatangi tempat si sersan duduk. Keduanya tampak sangat akrab.

Alo bersalim cium tangan kepada prajurit itu. Bukan hanya ciuman tangan, Setelah menanyakan bagaimana pelajaran di sekolah, sang prajurit mengulurkan kedua tangan untuk Alo. Alo kemudian naik ke pangkuan sang prajurit.

Alo bergelayut, mencium wajah sang prajurit, demikian juga sebaliknya. Keduanya berpelukan akrab, seperti adik kakak, atau bahkan seperti orang tua dengan anak.

Di akun media sosial yang lain, seorang prajurit TNI asal Cirebon juga terlihat sangat akrab dengan anak asal Papua bernama Tinus. Bahkan, saat ini, si prajurit berpangkat sersan itu telah membawa Tinus ke Jawa dan menjadikannya sebagai anak asuh. Dari seragamnya, terlihat bahwa Tinus sedang duduk di bangku sekolah menengah pertama (SMP).

Si prajurit menjelaskan bahwa Tinus memang diizinkan oleh orang tuanya untuk ikut dan bersekolah di Jawa. Dari beberapa percakapan di postingan akun itu, tampaknya si prajurit beragama Islam dan Tinus Kristen.

Di postingan lain, si prajurit mengingatkan Tinus apakah di Hari Minggu itu dia sudah beribadah ke gereja. Kalau memang betul keduanya berbeda keyakinan, kenyataan hubungan batin antara prajurit dengan anak Papua itu sangat indah berdasarkan pada itikad kemanusiaan dan saling menjaga keyakinan masing-masing. Hubungan yang didasarkan pada cinta universal sesama anak bangsa.

Postingan di akun media sosial milik prajurit itu menggambarkan bahwa di luar tugasnya menjaga keamanan dan pertahanan negara dari gangguan kelompok kriminal bersenjata (KKB), ada prajurit yang diam-diam melakukan "operasi penuh cinta" bagi anak-anak pemilik masa depan Papua.

Bisa jadi, operasi kasih sayang tanpa syarat dan tanpa batas itu bukan hanya dilakukan oleh dua prajurit TNI AD tersebut. Prajurit-prajurit lain yang tidak akrab dengan media sosial, mungkin, juga melakukan hal yang sama, namun tidak tersiar ke khalayak.

Sebagai "operasi" tanpa senjata, tentu saja apa yang dilakukan oleh dua prajurit TNI itu tidak bisa langsung terlihat hasilnya. Mungkin memerlukan 10 tahun ke depan, ketika dua anak Papua yang jiwanya tertambat pada ketulusan hati prajurit TNI itu telah menjadi orang sukses dan mandiri.

Kelak, nurani kedua anak Papua, Alo dan Tinus, itu bisa dipastikan akan terpikat pada Merah Putih, dan tidak tertarik pada pengaruh kelompok KKB.

Operasi-operasi kasih sayang seperti itu memang tidak seberat operasi bersenjata menghadapi kelompok KKB dengan risiko taruhan nyawa. Meskipun demikian, untuk bisa menyambungkan hati dengan anak-anak Papua itu memerlukan keterampilan khusus bagi prajurit TNI.

Selain keterampilan pendekatan dan komunikasi, operasi semacam itu juga mensyaratkan ketulusan hati dari sang prajurit untuk menjadi teman atau sahabat yang nyaman bagi anak-anak Papua.

Karena pertautan itu sudah mengikat jiwa, tidak jarang ketika satuan tugas atau satgas yang menaungi sang prajurit bertugas di tanah Papua harus kembali ke markas asal, anak-anak itu menangis. Mereka merasa ditinggalkan oleh sahabatnya atau saudara barunya itu.

Beruntung Tinus bisa tetap bersama sang prajurit. Meskipun demikian, ketika si anak Papua itu tidak bisa terus bersama dengan sahabat asuhnya itu, di era digital ini, jalinan komunikasi tetap bisa dilanjutkan. Mereka masih bisa berkomunikasi menggunakan telepon seluler (ponsel) atau media sosial.

Lewat komunikasi jarak jauh, prajurit TNI tetap bisa memberikan motivasi dan semangat kepada adik asuhnya itu untuk terus semangat belajar.

Tanpa menafikan keberadaan satgas yang melaksanakan kewajiban dengan menggunakan senjata karena keberingasan kelompok KKB, pendekatan persuasif dan dialog menjadi formula terbaik untuk mengatasi masalah kelompok KKB ini.

Operasi bersenjata yang merupakan tugas utama Polri untuk menegakkan hukum terkait tindakan kriminal dari kelompok KKB merupakan pilihan darurat untuk menghadirkan rasa aman bagi keseluruhan warga Papua yang tidak ikut dalam kelompok KKB.

Operasi dengan mengedepankan senjata merupakan pilihan yang serba dilematis bagi Polri yang didukung oleh prajurit TNI. Di satu sisi mereka bertugas menghadapi sekelompok orang yang menggunakan senjata mematikan dan sering kali membunuh warga sipil tidak bersalah. Bahkan, banyak tenaga kesehatan dan guru yang bertugas mulia untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) Papua justru menjadi korban serangan kelompok KKB.

Di sisi lain, Polri dan TNI juga berhadapan dengan sorotan HAM internasional, ketika harus bertindak tegas menggunakan senjata untuk melumpuhkan anggota KKB.

Artinya, jika personel Polri dan prajurit TNI terlalu mengedepankan penggunaan senjata, Indonesia selalu mendapati sorotan tajam dari kelompok yang tidak sepaham. Menghadapi situasi seperti inilah, Polri dan TNI harus pandai-pandai mengambil keputusan tepat agar tidak menimbulkan sorotan negatif, terutama terkait pelanggaran HAM.

Pemerintah harus mencari format dialog yang efektif untuk merangkul kembali saudara-saudara sebangsa di tanah Papua yang kini memilih bergerilya di tengah hutan dengan memanggul senjata, kemudian membunuh saudara yang lain.

Proses perdamaian di Aceh dengan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) sangat mungkin untuk diduplikasi di Papua, sehingga seluruh wilayah di berbagai pelosok negeri ini betul-betul damai dan sejahtera.

Sumber : Antara

Related Stories
Next Story
All Rights Reserved. Copyright @2019
Powered By Hocalwire