Rencana hapus tunggakan, BPJS Watch: Memperbaiki cash flow sekaligus memulihkan hak rakyat

Logo BPJS Kesehatan
Logo BPJS Kesehatan
Koordinator Advokasi BPJS Watch, Timboel Siregar, menilai rencana Pemerintah menghapus tunggakan iuran BPJS Kesehatan sebagai langkah positif dan strategis memulihkan hak konstitusional rakyat di bidang jaminan sosial.
Seperti diketahui Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi menungkapkan Pemerintah berencana menghapus tunggakan tersebut. “Sedang dipertimbangkan, dihitung dulu. Data juga harus diverifikasi,” katanya di Jakarta, Jumat (10/10/2025).
Dalam wawancara eksklusif di Elshinta News and Talk edisi pagi, Minggu (12/10/2025), Timboel menyebut langkah ini sudah lama diperjuangkan oleh berbagai pihak, termasuk Komisi IX DPR RI. Pasalnya, jumlah nominal tunggakan peserta mandiri BPJS Kesehatan, telah mencapai Rp29 triliun.
“Kita dorong ini sudah lama. Jumlah tunggakan peserta mandiri sekitar 15 juta orang, mayoritas kelas 3. Dan, mereka tersandera sejak pandemi COVID-19. Saat itu, iuran dinaikkan cukup signifikan,” ujar Timboel kepada Anchor Telni Rusmitantri.
Timboel menjelaskan, kebijakan kenaikan iuran melalui Perpres Nomor 64 Tahun 2020 menjadi pemicu utama menumpuknya tunggakan. Banyak peserta mandiri kehilangan pekerjaan akibat pandemi. Sementara itu, iuran naik dari Rp80 ribu menjadi Rp150 ribu untuk kelas 1; dan dari Rp51 ribu menjadi Rp100 ribu untuk kelas 2.
“Akibatnya, jutaan peserta mandiri tidak mampu membayar. Ketika ingin aktif kembali, mereka harus melunasi dua tahun tunggakan terakhir. Jumlahnya besar, sehingga tidak sanggup. Akhirnya mereka tidak bisa mendapat layanan,” terangnya.
Ia menilai, penghapusan tunggakan justru akan memperbaiki arus kas (cash flow) BPJS Kesehatan. Itu karena peserta yang kini nonaktif bisa kembali membayar iuran rutin.
“Kalau tunggakannya dihapus, peserta akan bayar normal lagi. Itu jadi pendapatan real, bukan potensi yang macet. Ini langkah memperbaiki cash flow, sekaligus memulihkan hak rakyat,” tegasnya.
Timboel juga mengungkap hingga kini terdapat sekitar 55 juta warga Indonesia yang tidak dapat mengakses program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Rinciannya, 15 juta peserta mandiri nonaktif akibat menunggak, dan 40 juta masyarakat miskin yang iurannya tidak lagi dibayarkan Pemerintah Pusat atau Pemda sehingga statusnya dinonaktifkan.
“Jadi penghapusan tunggakan ini penting. Tapi Pemerintah juga harus pikirkan integrasi data bagi masyarakat miskin yang sudah dinonaktifkan. Jangan hanya hapus tunggakan, tapi pastikan 40 juta orang miskin kembali aktif sebagai peserta,” ujarnya.
Menurut Timboel, kebijakan ini juga mencerminkan rasa keadilan sosial. Ia mencontohkan, Pemerintah pernah memberi tax amnesty kepada wajib pajak besar. “Orang kaya diberi tax amnesty, kenapa peserta BPJS (Kesehatan) yang nunggak karena miskin, tidak diberi kesempatan yang sama? Ini bukan penghapusan kewajiban, tapi pengembalian hak rakyat untuk dijamin negara,” tuturnya.
Ia menekankan bahwa kebijakan ini sejalan dengan Pasal 28H Ayat 3 UUD 1945, yang menjamin hak konstitusional warga negara atas jaminan sosial.
Selain mendukung penghapusan tunggakan, Timboel juga menyoroti perlunya cleansing data pada Data Terpadu Sosial Ekonomi Nasional (DTKS) agar peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) benar-benar tepat sasaran. “Selama ini masih banyak error — orang mampu jadi PBI (Penerima Bantuan Iuran BPJS-red), yang miskin malah tidak dapat. Jadi cleansing data itu wajib. Orang miskin harus tetap dilindungi, karena sakit tidak ada kalendernya,” ujarnya menegaskan.
Di akhir wawancara, Timboel menegaskan bahwa penghapusan tunggakan iuran akan memberikan tiga manfaat utama bagi bangsa:
* Pemanfaatan hukum, karena rakyat bisa kembali mengakses layanan kesehatan;
* Keadilan sosial, karena kebijakan ini berpihak pada masyarakat yang benar-benar terdampak;
* Kepastian hukum, agar seluruh warga negara memiliki akses pasti terhadap program JKN.
“Sakit itu tidak bisa ditunda. Kalau rakyat mau membayar, jangan disandera oleh tunggakan lama. Pemerintah harus pastikan semua bisa kembali aktif,” pungkasnya.
Penulis: Dedy Ramadhany/Ter