Top
Begin typing your search above and press return to search.

Saut: Kasus Nadiem Makarim perlu dikembangkan, peran pengawas internal lemah

Saut: Kasus Nadiem Makarim perlu dikembangkan, peran pengawas internal lemah
X

Foto : Dokumentasi Radio Elshinta Aldi Evi Permana

Kejaksaan Agung resmi menetapkan mantan Menteri Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi, Nadiem Makarim, sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan laptop untuk program digitalisasi sekolah. Kasus ini juga menyeret empat orang lainnya, dengan nilai kerugian negara yang ditaksir mencapai Rp1,98 triliun.

Pegiat anti korupsi sekaligus Wakil Ketua KPK periode 2015–2019, Saut Situmorang, menilai penetapan tersangka terhadap Nadiem bukan akhir dari kasus ini. Ia mendorong Kejaksaan untuk mengembangkan penyidikan karena ada kemungkinan pihak lain yang juga harus bertanggung jawab.

Menurut Saut, pengadaan perangkat elektronik semestinya melibatkan dua aspek utama, yaitu perangkat keras (hardware) dan perangkat lunak (software). Dalam kasus ini, indikasi penyimpangan diduga lebih banyak terjadi pada aspek perangkat lunak. Ia menambahkan, adanya rapat-rapat tertutup dengan penggunaan perangkat khusus agar tidak terdengar orang lain menunjukkan adanya niat kuat untuk melakukan penyalahgunaan.

Lebih jauh, Saut mengingatkan bahwa kasus ini berlangsung di tengah pandemi COVID-19. Jika terbukti, hal tersebut bisa menjadi faktor pemberat dalam penegakan hukum. “Dalam keadaan bencana, praktik korupsi bisa mendapat ancaman hukuman lebih berat, bahkan sampai hukuman mati,” ungkap Saut Situmorang dalam wawancara di Radio Elshinta Kamis petang (4/9/2025)

Saut juga menyoroti lemahnya fungsi aparat pengawas internal pemerintah, khususnya inspektorat atau APIP. Menurutnya, inspektorat yang digaji untuk melakukan pengawasan sering kali tidak berani menegur menteri atau pejabat tinggi, padahal mereka memiliki kewenangan penuh untuk memastikan pengadaan berjalan sesuai aturan.

“Inspektorat itu jangan dianggap lemah. Mereka digaji untuk mengawasi. Tapi kadang karena budaya sungkan, pengawasan jadi tidak berjalan, dan inilah yang membuka ruang terjadinya korupsi,” tegasnya.

Ia menekankan pentingnya sistem lines of defense atau tiga lapis pertahanan dalam pengawasan kebijakan dan pengelolaan anggaran. Jika pengawasan di level pertama gagal, seharusnya ada mekanisme di level berikutnya yang bisa menutup celah penyimpangan. Namun, jika sejak awal ada niat jahat, semua sistem pengawasan bisa ditembus.

"Kasus pengadaan laptop ini harus menjadi pelajaran penting. Setiap kebijakan publik, terutama yang melibatkan anggaran besar di sektor pendidikan, harus disertai mekanisme pengawasan yang ketat agar tidak merugikan negara dan masyarakat," tutup Saut.


Dedy Ramadhany

Sumber : Radio Elshinta

Related Stories
Next Story
All Rights Reserved. Copyright @2019
Powered By Hocalwire