Sejumlah tokoh nasional hadiri dialog kebangsaan bersama Sri Sultan HB X
Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) sekaligus Raja Kraton Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono X menekankan pentingnya membuka ruang dialog dengan masyarakat agar perbedaan pandangan tidak berkembang menjadi perpecahan apalagi menjelang tahun politik.

Sumber foto: Izan Raharjo/elshinta.com.
Sumber foto: Izan Raharjo/elshinta.com.
Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) sekaligus Raja Kraton Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono X menekankan pentingnya membuka ruang dialog dengan masyarakat agar perbedaan pandangan tidak berkembang menjadi perpecahan apalagi menjelang tahun politik. Dialog harus terus dijaga sebagai sarana memperkuat kebangsaan. Sebagai bangsa yang besar dengan beragam suku, agama, dan bahasa yang membuat tetap bersatu adalah kesediaan untuk saling mendengar.
Hal itu diungkapkan Sri Sultan HB X dalam Dialog Kebangsaan untuk Indonesia Damai, yang berlangsung di Sasana Hinggil Dwi Abad, Alun-alun Selatan, Yogyakarta, Minggu (26/10).
Dialog kebangsaan ini dihadiri sejumlah tokoh nasional seperti Prof. Mahfud MD, Basuki Hadi Mulyono, Ahmad Dofiri, jurnalis senior Rosiana Silalahi, Seniman Butet Kartarajasa, Soimah Pancawati dan lainya, GKR Hemas beserta para putri dan menantu, Wakil Rektor UGM Arie Sudjito, pimpinan perguruan tinggi lainya, akademisi, dan lain sebagainya.
Sri Sultan mengatakan bahwa dialog kebangsaan ini menjadi momentum untuk meneguhkan kembali nilai-nilai luhur Pancasila sebagai pedoman hidup berbangsa. Stabilitas sosial dan kedamaian bukan hanya tugas pemerintah, melainkan tanggung jawab bersama seluruh elemen bangsa.
“Yogyakarta sejak lama menjadi ruang perjumpaan berbagai gagasan dan keyakinan. Dari sini pula semangat Indonesia damai dapat terus kita hidupkan,” ujar Sri Sultan.
Selain itu, Sri Sultan menyebut, DIY hadir dalam kontribusi kebudayaan di Indonesia. Kebudayaan tidak hanya tampak dalam bentuk fisik seperti bangunan atau artefak, tetapi juga soal nilai, etika, dan seni.
“Budaya tak benda itu seperti tari, nilai, dan etika. Budaya tidak tetap, tapi selalu bergerak mengikuti tantangan zamannya. Karena kehidupan ini pun terus berganti generasi, berganti cara pandang,” imbuhnya.
Sultan menjelaskan bahwa setiap masa melahirkan tantangan baru, dan di situlah budaya diuji untuk tetap hidup dan relevan. Cara pandang setiap generasi berbeda, karena budaya itu sendiri diceritakan oleh tantangan.
Sultan menekankan bahwa dalam kehidupan masyarakat, nilai gotong royong dan penghormatan terhadap sesama menjadi penopang utama harmoni sosial. Ia mengingatkan pentingnya kesadaran dalam membangun hubungan yang baik di lingkungan sekitar.
Terkait dinamika sosial dan pemerintahan, Sri Sultan menekankan pentingnya pemahaman antar generasi untuk menjaga kebersamaan dan stabilitas masyarakat. Menurutnya, perbedaan zaman lahir dan pengalaman antara generasi tua dan muda bisa menimbulkan perbedaan pandangan yang signifikan.
“Terhadap perbedaan-perbedaan karena zaman lahir yang berbeda, tidaklah jahat jika ada kebijakan yang mencoba menutup gap. Namun, hal ini harus dilakukan dengan komunikasi yang baik agar tidak menimbulkan masalah dalam membangun kebersamaan dengan seluruh warga,” katanya.
Sri Sultan menambahkan bahwa generasi tua seharusnya mau mendengar aspirasi generasi muda. Sementara generasi muda harus memahami bahwa pengalaman menjadi faktor penting dalam pengambilan keputusan.
“Kalau yang muda suruh mengikuti saya, tidak bisa karena mereka tidak memiliki pengalaman seperti orang yang lebih tua. Yang penting, antar generasi bisa berdialog untuk menghindari kesalahpahaman,” lanjut Sri Sultan.
Tantangan pemahaman antar generasi pernah terlihat pada masa reformasi. Yaitu. ketika perbedaan pola pikir antara generasi muda dan tua tidak dikomunikasikan dengan baik, sehingga menimbulkan ketidaknyamanan sosial.
“Yang lebih tua harus menyesuaikan diri dan mendengar aspirasi generasi muda. Dialog semacam ini penting agar masyarakat merasa aman dan nyaman. Kita berharap jalur-jalur dialog ini bisa merambat ke lapisan masyarakat lainnya, untuk membangun keterbukaan dan kemampuan berdialog yang baik,” katanya seperti dilaporkan Kontributor Elshinta, Izan Raharjo, Senin (27/10).




