Top
Begin typing your search above and press return to search.

UI terlibat dalam misi pelayaran riset geologi laut internasional

UI terlibat dalam misi pelayaran riset geologi laut internasional
X

UI terlibat dalam misi pelayaran riset geologi laut internasional. ANTARA/HO-Humas UI

Universitas Indonesia (UI) terlibat dalam misi pelayaran riset geologi laut internasional, sebagai bagian dari kerja sama antara Indonesia dan China, di wilayah selatan Pulau Sumba, Nusa Tenggara Timur (NTT).

Pelayaran ini untuk mengeksplorasi zona tumbukan antara Lempeng Benua Australia dan Eurasia, yang dikenal aktif secara tektonik, sekaligus mengkaji potensi bahaya geologi, seperti gempa bumi, tsunami, serta keanekaragaman hayati laut dalam.

Salah satu peneliti dari Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) UI turut terlibat dalam penelitian tersebut yakni Asri Oktavioni Indraswari.

“Saya merasa beruntung dapat terlibat langsung dalam misi internasional ini dan belajar dari para peneliti China maupun Indonesia, terutama terkait metode dan instrumen riset yang sebelumnya hanya saya pelajari lewat literatur,” kata Asri dalam keterangan di Depok, Jumat.

Asri mengungkapkan ekspedisi itu menjadi momen penting dalam mendorong kemajuan riset geologi laut Indonesia.

Dalam penelitian tersebut, Asri fokus pada studi distribusi dan perilaku merkuri (Hg) di sedimen dasar laut, terutama di zona palung tropis yang masih minim data. Selama ini, studi tentang logam berat, termasuk merkuri, lebih umum dilakukan di wilayah lintang tinggi dan menengah, seperti Palung Mariana dan Bougainville.

“Penelitian ini mengisi celah pengetahuan di wilayah khatulistiwa, seperti Palung Jawa. Ini penting untuk memahami siklus merkuri di kawasan tropis yang sangat dipengaruhi oleh aktivitas vulkanik bawah laut dan arus laut dalam,” ucapnya.

Isu kandungan merkuri di sedimen laut menjadi semakin relevan, mengingat meningkatnya kekhawatiran global terhadap pencemaran logam berat di lingkungan laut. Kandungan tersebut dapat menjadi indikator penting untuk memantau aktivitas geokimia alami maupun pengaruh aktivitas manusia, termasuk dampaknya terhadap rantai makanan laut dan kesehatan manusia.

Selain aspek lingkungan, ekspedisi ini juga berkontribusi penting bagi penguatan sistem mitigasi bencana di Indonesia. Sebagai negara kepulauan yang berada di zona Cincin Api Pasifik, Indonesia sangat membutuhkan data geologi laut yang akurat.

Zona tumbukan lempeng di selatan Sumba diketahui sebagai salah satu wilayah dengan potensi gempa besar dan tsunami.

Selama pelayaran, Asri juga turut terlibat dalam proses pengambilan core sampling serta mengikuti pelatihan teknis penggunaan berbagai instrumen geofisika laut dalam, seperti Ocean Bottom Seismometer (OBS), Ocean Bottom Electromagnetic Meter (OBEM), dan Controlled-Source Electromagnetic (CSEM).

Pengambilan sampel sedimen tersebut dilakukan pada kedalaman 2.000 meter dengan menggunakan metode gravity sediment coring yang memungkinkan pengambilan material dasar laut secara presisi untuk analisis lebih lanjut.

Dengan mengikuti ekspedisi tersebut, Asri dapat memperluas pemahamannya terhadap akuisisi data seismik dan elektromagnetik dari dasar laut.

“Pelatihan ini bukan hanya memperkaya keterampilan teknis, tetapi juga memberikan pengalaman langsung dalam dinamika kerja riset internasional, mulai dari aspek ilmiah hingga koordinasi birokratis,” katanya.

Seluruh data dikumpulkan melalui metode gravity sediment coring, pengukuran seismik aktif-pasif, serta pemetaan bawah permukaan menggunakan instrumen OBEM dan CSEM.

Selanjutnya, sampel sedimen yang diperoleh akan dianalisis menggunakan sejumlah perangkat, termasuk LUMEX Mercury Analyzer, profil thermal desorption, Rock-Eval, dan Elemental Analyzer untuk mengukur parameter kimia dan fisik.

Ekspedisi itu juga menghadirkan tantangan tersendiri yakni gelombang laut tinggi yang membuat banyak anggota tim mengalami mabuk laut. “Kondisi itu sangat mengganggu proses kerja lapangan, terutama saat pelepasan alat ke dasar laut,” katanya.

Asri menekankan pentingnya ekspedisi semacam ini dalam memperkuat ekosistem riset kelautan nasional. Dia juga menyoroti kesenjangan yang masih ada antara Indonesia dan China dalam bidang riset geologi laut.

“Ini menjadi pengingat bahwa kita perlu segera mengejar ketertinggalan, baik dari sisi teknologi maupun sumber daya manusia,” tambahnya.

Asri menyampaikan harapannya agar semakin banyak mahasiswa dan peneliti muda Indonesia terlibat aktif dalam riset kolaboratif, baik di tingkat nasional maupun internasional. Dia menegaskan pentingnya membangun jejaring dan kerja sama lintas institusi untuk mengungkap berbagai potensi dan misteri yang masih tersembunyi di bidang geologi laut.

“Jangan ragu untuk berkolaborasi dengan lembaga riset, seperti BRIN maupun universitas-universitas lain di dalam dan luar negeri. Dunia geologi laut masih menyimpan banyak misteri yang menanti untuk kita ungkap bersama,” ujar Asri.

Ekspedisi yang merupakan riset kolaboratif dengan The Second Institute of Oceanography (SIO) China itu dilakukan oleh tujuh peneliti asal Indonesia dan 23 peneliti dari China, dengan menggunakan kapal riset R/V Tan Kah Kee milik Universitas Xiamen China mulai tanggal 10 hingga 26 Agustus 2025.

Sumber : Antara

Related Stories
Next Story
All Rights Reserved. Copyright @2019
Powered By Hocalwire