Top
Begin typing your search above and press return to search.

Upaya revisi UU Pemda jadi daya ungkit Otonomi Daerah

Upaya revisi UU Pemda jadi daya ungkit Otonomi Daerah
X

Direktur Fasilitas Kelembagaan dan Kepegawaian Perangkat Daerah, Ditjen Otonomi Daerah (Otda) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Cheka Virgowansyah

Direktur Fasilitas Kelembagaan dan Kepegawaian Perangkat Daerah, Ditjen Otonomi Daerah (Otda) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Cheka Virgowansyah, mengatakan, revisi UU Pemda merupakan usul inisiatif dewan (DPR RI). Revisi itu kata dia, bertujuan mensinkronisasikan UU Pemda dengan UU lainnya seperti UU Minerba, UU Ciptaker dan UU lainnya yang terkait dengan pemerintahan daerah.

“Urgensinya, karena otonomi daerah sudah berjalan 25 tahun, kesejahteraan daerah, pertumbuhan ekonomi, jumlah penduduk miskin semakin berkurang, Competitiveness (daya saing) daerah over all membaik,” kata Cheka Virgowansyah, dalam keterangan, Rabu (26/11/2025).

Cheka mengatakan, pelayanan publik Indonesia terus membaik, dari semula di urutan 185 pada tahun 2010, kini membaik jadi urutan 71.

“Respons pemerintah daerah juga semakin membaik. Hal ini menunjukkan tren otonomi daerah getting better (membaik). Dari capaian yang sudah ada maka harapannya ke depan menjadi lebih baik lagi,” kata Cheka.

Cheka mengatakan, saat ini Pemda menghadapi struktur organisasi yang berlebihan (over structure), adanya tumpeng tindih kewenangan, dan ketidaksesuaian kebutuhan pelayanan dengan struktur organisasi.

“Revisi UU Pemda diharapkan menjadi Solusi untuk penguatan tata kelola pemerintah daerah, penyederhanaan kelembagaan, peningkatan kualitas layanan publik, dan optimalisasi sumber daya manusia (SDM) aparatur sipil negara (ASN) di daerah,” kata Cheka.

Menurut Cheka, fokus utama dalam revisi UU Pemda adalah penataan kelembagaan perangkat daerah agar lebih efisien, efektif dan adaptif terhadap dinamika Pembangunan.

Cheka menyebutkan selama ini anggaran yang dialokasi untuk sebuah lembaga perangkat di daerah didasarkan pada klasifikasi misal kelas A atau B. Dengan membentuk sebuah lembaga berarti butuh anggaran yang cukup besar mulai dari anggaran kepala dinas, sekretaris dinasnya sampai dengan bidang-bidangnya hingga operasional kantornya.

Jadi, kata dia, apabila ditetapkan lembaga tipe A maka pemda harus membiayai sesuai tipe A. Yang artinya, ada kegiatan atau tidak ada kegiatan, tetap pembiayaannya harus dikeluarkan sesuai tipe lembaga A.

“Nah dalam perubahan nanti nanti pembiayaan kelembagaan disesuaikan dengan kebutuhannya, jadi bisa diatur lebih fleksibel. Sehingga value for money dari kelembagaan yang ada. Fokus utamanya adalah outcomenya,” kata Cheka.

Sebab, kata Cheka, berdasarkan temuan Kemendagri, data kelembagaan ini perbandingan antara jumlah organisasi perangkat daerah (OPD) dengan produk domestic bruto (GDP) regional, pertumbuhan ekonomi di masing-masing daerah, ternyata tidak berkorelasi positif.

Cheka mengatakan, fleksiblilitas pembiayaan ini penting sebab tiap daerah masing-masing yang paling tahu cara mensejahterakan masyaratnya. Jadi, menurutnya, jika lembaga daerah bisa dibuat fleksibel dengan fokus pada outcome-nya maka akan jauh lebih cepat mengakselerasi pertumbuhan.

“Misalnya dinas tenaga kerja, tugas utamanya adalah membuat orang yang menganggur menjadi bekerja. Bukan malah melaksanakan rapat atau job fair. Lembaga ini bisa saja beraktivitas seperti menggelar job fair atau kegiatan yang bisa menciptakan lapangan pekerjaan tapi memang benar-benar ada hasilnya yakni bisa menyerap tenaga kerja,” kata Cheka.

Kuncinya, menurut Cheka, bukan kegiatannya tapi outcome-nya. Sehingga outcome dinas tenaga kerja ini selama 1 tahun apakah sudah memberikan manfaat atau berkontribusi terhadap jumlah orang bekerja di satu daerah.

“Jadi fokusnya OPD yang terkait dengan ketenagakerjaan adalah bagaimana kegiatan lembaga itu bisa bermanfaat yang tadinya nganggur jadi bisa bekerja. Sebab yang terjadi sekarang adalah ketika ditanya, apa yang sudah dilakukan dinas tenaga kerja maka dijawabnya kami sudah melakukan rapat, kami sudah melakukan job fair, padahal bukan itu tapi seberapa jauh outcomenya,” kata Cheka.

Di sisi lain, Cheka mengungkapkan bahwa otonomi daerah sudah memberikan banyak manfaat dan perbaikan bagi daerah. Grafik perbaikan yang dirasakan dari pelaksanaan otonomi daerah selain tingkat kesejahteraan masyarakat meningkat, pertumbuhan ekonomi yang meningkat, juga terkandung adanya peningkatan angka harapan hidup.

“Angka harapan hidup meningkat dari semula pada tahun 2000 hanya 66 tahun, sekarang jadi 72,26 tahun. Artinya semakin baik. Lalu angka rata-rata lamanya sekolah dari tadinya 7 tahun sekarang jadi 8,8 tahun,” katanya.

Cheka menjelaskan, salah satu dari 3 tujuan utama otonomi daerah adalah pelayanan publik. Yaitu bagaimana melayani masyarakat lebih cepat, dan responsnya lebih baik. Kemudian juga kemudahan-kemudahan perizinan.

“Soal perizinan kita juga getting better, Indonesia menempati peringkat 41 dari 185 negara. Artinya pelayanan publik kita semakin membaik,” ungkap Cheka.

Pemerintah pusat dan daerah kata dia, harus punya satu konsep, yaitu melayani.

“Terpenting bagi rakyat, kami bisa sejahtera, kami bisa punya daya saing, kami bisa mendapatkan pelayanan publik yang lebih baik. Jadi masyakarat kepalanya bisa pintar, perutnya kenyang dan dompetnya penuh. Human Development Index semacam itulah yang ingin dicapai dari revisi UU Pemda ini,” pungkasnya.

Penulis: Rama Pamungkas/Ter

Sumber : Radio Elshinta

Related Stories
Next Story
All Rights Reserved. Copyright @2019
Powered By Hocalwire