VIGENK, Abimantra Pradhana: Mengenal kota cara kenal diri sendiri

Arsitek dan urbanis Abimantra Pradhana, yang akrab disapa Abi mengajak generasi muda Jakarta mengenal kotanya lebih dekat agar bisa mengenal diri sendiri. Hal itu disampaikan Abi dalam program Visi Generasi Kini (VIGENK) bertema Kenal Kota, Kenal Diri Sendiri, di Radio Elshinta, Jumat (31/10/2025) siang.
Menurut co-founder SANA Studio ini, perbedaan gaya hidup anak muda di tiap wilayah Jakarta, mulai selatan, pusat, timur, barat, hingga Kepulauan Seribu, banyak dipengaruhi oleh konektivitas infrastruktur transportasi publik. Abi mencontohkan kawasan Blok M-Melawai, Jakarta Selatan, yang sejak 1970-an tumbuh menjadi pusat pergaulan karena terbukanya akses terminal Blok M.
“Kemajuan kota selalu berbanding lurus dengan bagaimana warga menikmati dan menggunakan kotanya,” ujarnya kepada News Anchor Telni Rusmitantri.
Hadirnya transportasi seperti Transjakarta dan MRT, tambahnya disebut-sebut telah menghidupkan kembali interaksi sosial, ekonomi kreatif, hingga komunitas warga di berbagai titik kota.
Inisiator gerakan SANA Kenal Kota menjelaskan bahwa setiap orang membutuhkan tiga ruang utama: rumah sebagai tempat berlindung, kantor atau kampus sebagai ruang berkarya, dan ruang ketiga ruang sosial di antara keduanya yang memungkinkan manusia berinteraksi, menyalurkan hobi, serta menemukan makna hidup.
“Kalau seseorang tidak punya ruang ketiga, kota akan terasa keras. Hidupnya hanya rumah dan kantor,” katanya.
Ruang publik yang ramah pejalan kaki, taman kota, hingga kedai kopi di dekat stasiun bisa menjadi wadah sehat bagi warga untuk beristirahat dari tekanan kehidupan kota. Abi juga menilai anak muda kini menjadi penggerak budaya kota. Dari kawasan Cipete, Dukuh Atas, hingga Kota Tua, geliat kreativitas tumbuh karena inisiatif generasi muda. “Yang menggerakkan kota itu anak muda,” ujar Abi.
Ia bahkan mendorong pejabat publik agar tak hanya bekerja di kantor, tetapi juga berjalan kaki untuk memahami warganya. Abi bercerita pernah mendampingi Gubernur Pramono Anung menyusuri jalur transit padat di Dukuh Atas sejauh 1,5 kilometer dan melihat langsung bagaimana warga berinteraksi dengan ruang kota. “Semakin banyak pejabat yang berjalan kaki dan melihat warganya, semakin tepat kebijakan yang dibuat,” tuturnya.
Bagi Abi, membangun kota yang manusiawi dimulai dari kemampuan warga untuk mengamati, berempati, dan berkolaborasi. “Ketika kita berjalan, jangan hanya lewat. Amati, rasakan, dan pahami kotamu. “Dari situ lahir empati, dan empati melahirkan semangat memperbaiki,” jelasnya.
Abi menambahkan perubahan yang nyata hanya bisa dilakukan bersama, karena kolaborasi menciptakan kekuatan kolektif untuk memperbaiki kota.
Terkait fenomena vandalisme, Abi menilai tindakan itu sering berawal dari hilangnya rasa memiliki warga terhadap kotanya. “Vandalisme muncul ketika orang tidak tahu bagaimana menyalurkan keresahan dan tidak merasa punya ruang untuk berkontribusi,” ujarnya.
Ia menegaskan, warga perlu diberi ruang untuk beraktivitas positif, sementara pemerintah daerah harus menyediakan wadah publik yang aman dan inklusif agar energi kreatif warga tidak tersalurkan secara destruktif.
Menutup perbincangan, Abi menyebut kota adalah cermin diri warganya. “Kalau kota itu cermin, pantulannya masih kusam sekarang. Tapi kekusaman itu bisa kita elap bersama,” ujarnya.
Ia mengajak masyarakat, khususnya anak muda agar tidak sekadar menjadi penonton, melainkan menjadi pemain aktif dalam merawat dan menghidupkan kota. “Mari kita sama-sama bergerak. Jangan menunggu kota menjadi baik. Jadikan diri kita bagian dari perubahannya.”
Program Visi Generasi Kini (Vigenk) Radio Elshinta 90.0 FM hadir setiap pekan menghadirkan tokoh-tokoh inspiratif yang mengajak generasi muda berpikir kritis, mencintai ruang hidupnya, dan berkontribusi nyata bagi perubahan sosial di Indonesia.
Penulis: Dedy Ramadhany/Ter




