BI: BI-Rate turun jadi 4,75 persen dorong pertumbuhan ekonomi
Bank Indonesia (BI) menyampaikan, keputusan untuk menurunkan suku bunga acuan (BI-Rate) sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 4,75 persen sejalan dengan upaya bersama untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.

Sumber foto: Antara/elshinta.com.
Sumber foto: Antara/elshinta.com.
Bank Indonesia (BI) menyampaikan, keputusan untuk menurunkan suku bunga acuan (BI-Rate) sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 4,75 persen sejalan dengan upaya bersama untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.
Namun, langkah ini juga disertai upaya menjaga tetap rendah inflasi 2025 dan 2026 dalam sasaran 2,5±1 persen, serta stabilitas nilai tukar rupiah agar sesuai dengan fundamentalnya.
“Ke depan, Bank Indonesia akan terus mencermati prospek pertumbuhan ekonomi dan inflasi dalam memanfaatkan ruang penurunan suku bunga BI-Rate dengan mempertimbangkan stabilitas nilai tukar rupiah,” kata Gubernur BI Perry Warjiyo dalam konferensi pers Hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI September 2025 secara daring di Jakarta, Rabu.
Di samping BI-Rate, BI juga memutuskan untuk menurunkan suku bunga deposit facility sebesar 50 bps menjadi 3,75 persen dan suku bunga lending facility sebesar 25 bps menjadi 5,50 persen.
Perry menyampaikan, ekspansi likuiditas moneter dan kebijakan makroprudensial longgar juga terus diperkuat untuk menurunkan suku bunga, meningkatkan likuiditas, dan mendorong kredit/pembiayaan bagi pencapaian pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi.
Kebijakan sistem pembayaran tetap diarahkan untuk turut mendorong pertumbuhan ekonomi melalui perluasan akseptasi pembayaran digital, penguatan struktur industri sistem pembayaran, dan penguatan daya tahan infrastruktur sistem pembayaran.
Arah bauran kebijakan moneter, makroprudensial, dan sistem pembayaran untuk turut mendorong pertumbuhan ekonomi dengan tetap mempertahankan stabilitas tersebut didukung dengan berbagai langkah kebijakan.
Pertama, penguatan strategi operasi moneter pro-market guna makin memperkuat efektivitas transmisi penurunan suku bunga, meningkatkan likuiditas, dan mempercepat pendalaman pasar uang dan pasar valuta asing (valas).
Kedua, penguatan strategi stabilisasi nilai tukar rupiah yang sesuai dengan fundamental melalui intervensi baik melalui transaksi spot dan Domestic Non-Deliverable Forward (DNDF) di pasar domestik maupun transaksi Non-Deliverable Forward (NDF) di pasar luar negeri.
Strategi ini juga disertai dengan pembelian Surat Berharga Negara (SBN) di pasar sekunder untuk meningkatkan likuiditas dan menjaga stabilitas pasar keuangan.
Ketiga, penguatan publikasi asesmen transparansi Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK) dengan pendalaman pada suku bunga kredit berdasarkan sektor prioritas yang menjadi cakupan Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM).
Keempat, peningkatan akseptasi digital melalui penguatan implementasi kerja sama QRIS Antarnegara dan QRIS Tanpa Pindai (TAP).
Terakhir atau kelima, penguatan dan perluasan kerja sama internasional di area kebanksentralan, termasuk dengan memperkuat konektivitas sistem pembayaran dan transaksi menggunakan mata uang lokal, serta memfasilitasi penyelenggaraan promosi investasi dan perdagangan di sektor prioritas bekerja sama dengan instansi terkait.
“Bank Indonesia juga terus memperkuat sinergi kebijakan dengan Pemerintah untuk menjaga stabilitas dan mendorong pertumbuhan ekonomi sejalan dengan program Astacita Pemerintah. Selain itu, Bank Indonesia terus mempererat sinergi kebijakan dengan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) untuk menjaga stabilitas sistem keuangan,” kata Perry.