CELIOS usulkan keterbukaan informasi pajak pejabat publik
Center of Economics and Law Studies (CELIOS) mengusulkan pajak yang dibayarkan oleh pejabat publik dapat diakses secara terbuka sebagai bentuk akuntabilitas.

Sumber foto: Antara/elshinta.com.
Sumber foto: Antara/elshinta.com.
Center of Economics and Law Studies (CELIOS) mengusulkan pajak yang dibayarkan oleh pejabat publik dapat diakses secara terbuka sebagai bentuk akuntabilitas.
“Regulasi hari ini tidak memungkinkan pajak-pajak yang dibayarkan oleh pejabat negara itu bisa diakses informasinya oleh publik. Dan kami menuntut itu untuk dilakukan,” kata Direktur Keadilan Fiskal CELIOS Media Wahyudi Askar dalam taklimat media di Jakarta, Kamis.
Pasalnya, lanjut dia, pejabat negara menerima upah dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Maka dari itu, perlu adanya transparansi kepatuhan pajak pejabat yang dibuktikan oleh Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) yang bisa diakses sebagai informasi publik.
Menurut Media, banyak negara telah menerapkan praktik transparansi perpajakan oleh pejabat publik.
Dia mencontohkan tiga negara Nordik, di antaranya Norwegia, Finlandia, dan Swedia.
Di Norwegia, data penghasilan dan pajak warga dapat diakses secara publik sejak 1863 dan telah dipublikasikan secara daring melalui website pemerintah. Data itu juga termasuk tokoh publik seperti atlet, aktris, penulis, hingga anggota Komite Nobel.
Sementara itu, Finlandia menerapkan sistem daftar pajak daring yang diterbitkan administrasi pajak. Informasi yang dipublikasikan berupa daftar pembayar pajak terbesar dan individu berpendapatan tinggi di tiap kotamadya. Meski akses ini berbayar, namun media massa juga turut mempublikasikan data tersebut.
Sedangkan di Swedia, publikasi pajak pejabat publik diterapkan sejak 1903 dalam bentuk Taxation Calendar (Kalender Pajak) yang bisa dibeli oleh publik. Publikasi ini memaparkan data penghasilan orang dengan pendapatan menengah hingga tinggi.
CELIOS berpendapat praktik dapat membangun budaya akuntabilitas, di mana kontribusi fiskal dan kekayaan para pemegang jabatan dan publik figur dapat diverifikasi oleh publik.
Sistem ini pada akhirnya dapat berfungsi sebagai instrumen pencegahan korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan, karena publik dapat menilai konsistensi antara kewajiban perpajakan dan laporan harta kekayaan pejabat.
Langkah itu sejalan dengan amanat Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 yang mewajibkan pejabat negara melaporkan dan mengumumkan kekayaannya.
“Banyak negara sudah mengadopsi ini. Dan saya kira, ini bisa jadi jalan keluar untuk melihat dan memantau ketidakadilan fiskal di Indonesia,” tuturnya.