Top
Begin typing your search above and press return to search.

Data tak diperbarui, bansos di Kabupaten Tegal tuai keluhan warga

Kisruh pendataan bantuan sosial (bansos) dan Bantuan Langsung Tunai (BLT) kembali mencuat di Kabupaten Tegal. Sejumlah kejanggalan serius ditemukan di lapangan, mulai dari masih terdatanya warga yang telah lama meninggal dunia, hingga keluarga yang tergolong mampu tetap menerima berbagai jenis bantuan sosial.

Data tak diperbarui, bansos di Kabupaten Tegal tuai keluhan warga
X

Sumber foto: Hari Nurdiansyah/elshinta.com.

Kisruh pendataan bantuan sosial (bansos) dan Bantuan Langsung Tunai (BLT) kembali mencuat di Kabupaten Tegal. Sejumlah kejanggalan serius ditemukan di lapangan, mulai dari masih terdatanya warga yang telah lama meninggal dunia, hingga keluarga yang tergolong mampu tetap menerima berbagai jenis bantuan sosial.

Persoalan ini terungkap setelah dilakukan konfirmasi langsung kepada warga. Mereka mengeluhkan nama anggota keluarga yang sudah meninggal bertahun-tahun lalu masih tercantum sebagai penerima bansos dan BLT. Selain itu, warga juga menyoroti masih adanya keluarga yang secara ekonomi tergolong mampu namun tetap menerima bantuan.

Hasil penelusuran menunjukkan, masalah pendataan tidak hanya terjadi di Desa Pesayangan, Desa Cangkring, Desa Dawuhan, Kecamatan Talang, tetapi juga di sejumlah desa lain di wilayah Kabupaten Tegal. Warga menyebutkan bahwa selama bertahun-tahun tidak pernah dilakukan pembaruan data kependudukan di tingkat desa, termasuk pencatatan kematian, mutasi penduduk, maupun perubahan kondisi ekonomi warga.

Salah satu kasus yang menonjol dialami seorang anak yatim piatu yang hendak mengurus salinan surat kematian kedua orang tuanya yang hilang. Saat meminta bantuan kepada Ketua RT setempat, proses pengurusan salinan surat kematian justru memakan waktu hingga satu minggu. Padahal, RT seharusnya berperan aktif memfasilitasi warganya dalam pengurusan administrasi kependudukan, terlebih dalam kondisi darurat dan berkaitan dengan hak sosial.

Ironisnya, ketika anak tersebut mendatangi kantor desa, aparat desa tidak dapat menunjukkan dokumen pendukung, termasuk database warga yang telah meninggal dunia. Fakta ini menunjukkan bahwa desa tidak memiliki sistem pendataan kematian yang tertib, yang seharusnya menjadi dasar utama pemutakhiran Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS).

Salahsatu Perangkat Desa yang dikonfirmasi, mengakui adanya kelemahan administrasi di tingkat desa.


"Memang tidak ada salinan data di desa kami. Jadi kami menyarankan anak tersebut datang ke desa membawa kartu keluarga dan memberikan informasi kapan ibunya meninggal,” ujarnya seperti dilaporkan Kontributor Elshinta, Hari Nurdiansyah, Senin (15/12).

Tidak hanya di Desa Pesayangan, konfirmasi kepada warga di desa lain juga menunjukkan persoalan serupa. Warga menyebut, selama ini pendataan penerima bantuan dinilai tidak pernah dievaluasi secara menyeluruh. Akibatnya, nama warga yang sudah meninggal dunia masih tercantum sebagai penerima bantuan, sementara keluarga yang tergolong mampu tetap mendapatkan bantuan sosial.

Bahkan, berdasarkan temuan warga, terdapat keluarga yang menerima lebih dari satu jenis bantuan, tidak hanya Program Keluarga Harapan (PKH), tetapi juga Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) serta Bantuan Langsung Tunai (BLT) secara bersamaan. Kondisi ini memicu kecemburuan sosial di tengah masyarakat, terutama bagi warga miskin yang justru tidak tercatat sebagai penerima bantuan.

Situasi tersebut jelas bertentangan dengan ketentuan perundang-undangan, di antaranya Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan yang mewajibkan setiap peristiwa kematian dilaporkan ke Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil. Selain itu, Permendagri Nomor 108 Tahun 2019 juga mengatur kewajiban pemerintah desa dalam meneruskan laporan kematian dan melakukan pemutakhiran data secara berkala. RT dan RW bahkan diwajibkan melaporkan peristiwa kematian paling lambat 30 hari sejak kejadian.

Namun, berdasarkan keterangan warga dan temuan di lapangan, mekanisme tersebut dinilai tidak berjalan. Pendataan yang tidak diperbarui menyebabkan bantuan tidak tepat sasaran.

Akibat tidak adanya pemutakhiran data kependudukan dan ekonomi warga, sejumlah dampak pun muncul. Warga meninggal masih tercatat sebagai penerima bansos, keluarga mampu tetap menikmati bantuan PKH, BPNT, dan BLT, sementara warga miskin yang baru terdampak ekonomi tidak masuk dalam DTKS. Kondisi ini berpotensi menimbulkan pemborosan anggaran negara, menyulitkan proses verifikasi, serta menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah desa.

Sejumlah warga menyatakan bahwa kelalaian administratif ini telah berlangsung selama bertahun-tahun tanpa ada koreksi berarti, baik dari pemerintah desa maupun pemerintah kecamatan.

Mencuatnya temuan ini mendorong desakan masyarakat agar pemerintah daerah segera melakukan audit administrasi desa. Audit dinilai penting untuk mengevaluasi kelalaian pendataan, menertibkan database kematian dan mutasi penduduk, memperbaiki data penerima bansos dan BLT, serta memastikan bantuan sosial benar-benar tepat sasaran.

Persoalan ini mencerminkan lemahnya sistem pengawasan administrasi kependudukan dan bantuan sosial di tingkat desa. Selama data kependudukan dan DTKS tidak dibenahi secara serius, penyaluran bansos dan BLT di Kabupaten Tegal berpotensi terus bermasalah.

Sumber : Radio Elshinta

Related Stories
Next Story
All Rights Reserved. Copyright @2019
Powered By Hocalwire