Ekonom menilai 'Purbaya Effect' sudah mulai berdampak ke ekonomi
Kepala Ekonom The Indonesia Economic Intelligence (IEI) Sunarsip menilai kebijakan ekonomi Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa, atau yang disebut sebagai 'Purbaya Effect', mulai menunjukkan dampaknya terhadap perekonomian nasional.

Sumber foto: Antara/elshinta.com.
Sumber foto: Antara/elshinta.com.
Kepala Ekonom The Indonesia Economic Intelligence (IEI) Sunarsip menilai kebijakan ekonomi Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa, atau yang disebut sebagai 'Purbaya Effect', mulai menunjukkan dampaknya terhadap perekonomian nasional.
Menurutnya, hal itu tercermin dari penyaluran kredit ke badan usaha milik negara (BUMN) yang tumbuh signifikan mencapai 10,04 persen pada September 2025, meningkat signifikan dibandingkan Agustus 2025 yang hanya 1,9 persen.
"Kenapa saya bilang ini Purbaya efek sudah bekerja? Karena sebagian besar sumber pertumbuhan kredit perbankan itu masih dari kepada debitur BUMN. Dari (pertumbuhan) 1,9 persen (Agustus 2025), menjadi 10,04 persen (September 2025)," kata Sunarsip dalam acara diskusi di Jakarta, Kamis.
Selain itu, penyaluran kredit ke sektor swasta juga menunjukkan peningkatan tipis, yakni tumbuh 11,12 persen pada September 2025 dibandingkan 11,07 persen pada bulan sebelumnya.
Sebagaimana diketahui, Menteri Keuangan Purbaya sebelumnya menempatkan dana pemerintah sebesar Rp200 triliun di bank-bank anggota Himpunan Bank Milik Negara (Himbara). Kebijakan itu bertujuan memperkuat likuiditas perbankan sekaligus menjadi stimulus untuk mendorong pergerakan ekonomi melalui penyaluran kredit.
Secara keseluruhan, pertumbuhan kredit perbankan pada September 2025 tercatat 7,7 persen (yoy), naik tipis dibandingkan dengan bulan Agustus 2025 yang sebesar 7,56 persen (yoy)
"Tapi saya berharapnya bisa lebih. Lebihnya itu tidak hanya pada level korporat BUMN, tapi levelnya ke swasta. Karena Pak Purbaya kan selalu bilang, dia ingin mentransmisikan fiskal menjadi katalis pertumbuhan untuk swasta. Karena bagaimanapun jika kita butuh swasta. Karena kredit terbesar kan dari swasta, bukan dari BUMN," tambahnya.
Sunarsip menilai, tanpa 'Purbaya Effect', pertumbuhan ekonomi kuartal III 2025 kemungkinan besar tidak akan mencapai 5,04 persen.
"Bayangkan, dari 1,9 persen tumbuh menjadi 10,04 persen. Mungkin kalau tanpa ini enggak bisa kita (ekonomi tumbuh) 5,04 persen," ujar Sunarsip.
Lebih lanjut, ia menilai pertumbuhan ekonomi saat ini masih cukup baik, namun belum didukung oleh perbaikan konsumsi masyarakat.
Maka dari itu, Sunarsip menyarankan agar pemerintah mengubah pendekatan dalam mendorong pertumbuhan ekonomi. Jika sebelumnya fokus pada peningkatan permintaan (demand), kini perlu diarahkan pada penguatan suplai (supply) sektoral.
"Kalau saya, lebih baik perbaiki sisi supply-nya, bukan demand," ujarnya.
Dirinya memandang, konsumsi rumah tangga yang masih stagnan di bawah lima persen disebabkan oleh belum pulihnya sejumlah sektor industri pascapandemi COVID-19.
Pada kesempatan yang sama, Tenaga Ahli Utama Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Lutfi Ridho menegaskan bahwa pemerintah sebenarnya terus berupaya memperkuat konsumsi rumah tangga. Namun, kunci utamanya adalah membangun kepercayaan publik terhadap prospek pendapatan mereka.
"Mereka harus yakin terutama keyakinan pendapatan di masa yang akan datang," kata Lutfi.
Ia menambahkan bahwa DEN akan memfokuskan perhatian pada peningkatan optimisme dan stabilitas pendapatan masyarakat.
Jika kepercayaan itu terbentuk, konsumsi rumah tangga bisa kembali jadi motor utama pertumbuhan ekonomi, meski investasi masih akan jadi pendorong utama tahun depan.




