Gubernur Jateng: SPPG harus siap diperiksa kapan pun
Gubernur Jawa Tengah Ahmad Luthfi menegaskan bahwa Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) harus siap diperiksa kapanpun untuk keamanan pangan dan kesuksesan program Makan Bergizi Gratis (MBG).

Sumber foto: Antara/elshinta.com.
Sumber foto: Antara/elshinta.com.
Gubernur Jawa Tengah Ahmad Luthfi menegaskan bahwa Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) harus siap diperiksa kapanpun untuk keamanan pangan dan kesuksesan program Makan Bergizi Gratis (MBG).
"SPPG tidak boleh eksklusif. Harus siap diperiksa kapan pun. Termasuk kalau ada kasus, harus ada 'quick response' (respon cepat), agar tidak menimbulkan kepanikan di masyarakat," katanya, di Semarang, Senin.
Hal tersebut disampaikannya usai Rapat Koordinasi bersama Badan Gizi Nasional (BGN) mengenai Program MBG dan SPPG, di GOR Jatidiri Semarang.
Ia meminta pengawasan program MBG guna memastikan keamanan pangan di wilayahnya diperketat.
Menurut dia, keamanan pangan tidak boleh ditawar sehingga seluruh dapur penyedia MBG harus memperketat proses pengolahan, kebersihan, dan pengawasan makanan, supaya kejadian keracunan makanan tidak terulang.
"Harapannya, kejadian-kejadian (keracunan) kemarin tidak terulang kembali. Karena ini program struktural, maka harus kita laksanakan," katanya.
Rakor tersebut dihadiri sekitar 4.000 peserta, terdiri atas mitra SPPG, ahli gizi, bupati dan wali kota, instansi terkait di lingkungan Provinsi Jateng.
Ia mengatakan bahwa seluruh kepala daerah memiliki tanggung jawab moral untuk memastikan program MBG berjalan aman, higienis, dan berkelanjutan.
"Jangan ada kepala daerah yang apatis. SPPG yang sudah ada harus terbuka untuk dicek, minimal bupatinya atau ibu-ibu PKK meninjau langsung. Harus ada keterbukaan dan koordinasi dengan Satgas MBG," katanya.
Saat ini, kata dia, di Jateng telah beroperasi 1.596 SPPG dan ditargetkan terus bertambah hingga akhir tahun sehingga pengawasan harus dilakukan menyeluruh mulai dari dapur, distribusi makanan, hingga pengelolaan limbah.
Luthfi juga meminta Dinas Kesehatan memperketat verifikasi lapangan dan memastikan setiap dapur memiliki Sertifikat Laik Higiene Sanitasi (SLHS).
"Ini bukan sekadar formalitas. Surat (SLHS, red.) itu harus diiringi dengan inspeksi nyata di lapangan. Kalau perlu buat posko 24 jam untuk pengawasan distribusi MBG," katanya.
Sementara itu, Kepala BGN Dadan Hindayana menyampaikan bahwa secara nasional sudah ada lebih dari 10.000 SPPG di 38 provinsi, dan Jateng menjadi salah satu daerah dengan capaian tertinggi, yakni 1.596 SPPG atau sekitar 50 persen dari standar nasional.
Ia juga menyoroti peran besar ekonomi daerah dari program MBG, dengan nilai investasi dari BGN yang turun ke Jateng mencapai sekitar Rp32 triliun per tahun.
"Ini menjadi dorongan luar biasa bagi industri pangan lokal, dari pemasok bahan, produsen 'food tray', hingga penghasil susu," katanya.