Hindari penipuan, OJK dan IASC lakukan peningkatan literasi keuangan
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengatakan sejak peluncuran Indonesian Anti Scam Center (IASC) pada November 2024 sampai dengan 29 Agustus 2025, IASC telah menerima 238.552 laporan scam dan fraud dengan total kerugian yang dilaporkan sebesar Rp4,8 triliun. Angka laporan dimaksud mencerminkan bahwa negeri kita Indonesia pun kini menghadapi tantangan digitalisasi berupa serangan para penipu keuangan digital.

Sumber foto: Aman Hasibuan/elshinta.com.
Sumber foto: Aman Hasibuan/elshinta.com.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengatakan sejak peluncuran Indonesian Anti Scam Center (IASC) pada November 2024 sampai dengan 29 Agustus 2025, IASC telah menerima 238.552 laporan scam dan fraud dengan total kerugian yang dilaporkan sebesar Rp4,8 triliun. Angka laporan dimaksud mencerminkan bahwa negeri kita Indonesia pun kini menghadapi tantangan digitalisasi berupa serangan para penipu keuangan digital.
Kepala Bagian Pengawasan Lembaga Jasa Keuangan OJK Papua, Yosua Rinaldy menyebut, OJK dan IASC sendiri selama ini telah melakukan berbagai upaya untuk menyelamatkan dana hasil penipuan keuangan, namun kita semua pun tentu perlu turut berpartisipasi dalam meningkatkan literasi keuangan digital agar mempersempit ruang gerak pada penipu keuangan digital.
Ia mengatakan, saat ini jenis penipuan keuangan digital sudah sangat beragam. Namun secara umum ada 2 jenis penipuan keuangan digital yang sering terjadi, yaitu phishing dan platform pembayaran palsu (Payment Fraud). Penipuan phishing ini diawali dengan pelaku penipuan memancing korban dengan mengirim pesan palsu melalui email, SMS, dan/atau chat WhatsApp dan mengarahkan korban untuk mengklik tautan palsu. Setelah korban mengklik tautan palsu dimaksud, umumnya calon korban akan diarahkan untuk mengisi data pribadi seperti nomor rekening simpanan, PIN, password, dan/atau Nomor Identitas (misalnya KTP).
Cara penipu mengarahkan korban terkadang cukup lewat tautan palsu dan terkadang juga bisa melalui percakapan lanjutan antara penipu dengan korban. Pasca korban telah mengisi data pribadi, maka pelaku penipuan akan mengambil alih rekening simpanan dan menguras simpanan korban.
“Di masa kini, pesan palsu para penipu modus phishing dimaksud sangat beragam jenisnya seperti undangan pernikahan, pengumuman undian berhadiah, upgrade layanan aplikasi, konfirmasi identitas yang seakan-akan dari pihak bank/lembaga jasa keuangan lainnya atau aparatur negara, investasi online, donasi online, dan masih banyak jenis pesan palsu lainnya,” ujar Yosua Rinaldy di dampingi Pengawas Bagian Pengawasan Lembaga Jasa Keuangan OJK Papua, Eldomina Elsa Maninemwarba, Minggu (5/10/2025).
Rinaldy menjelaskan untuk penipuan platform pembayaran palsu (Payment Fraud) pembayaran palsu diawali dengan pelaku penipuan menjanjikan suatu barang/jasa tertentu kepada orang-orang dengan syarat membayarkan sejumlah uang kepada pelaku, padahal sejak awal janji tersebut telah direncanakan untuk tidak direalisasikan para pelaku. Jika melihat pemberitaan di Indonesia akhir-akhir ini, modus ini sering muncul dalam bentuk situs belanja
"Perisai utama untuk menangkis potensi penipuan di era keuangan digital ini adalah literasi masing-masing pribadi kita dalam mengelola keuangan pada perangkat digital kita termasuk gadget pribadi. Melalui tulisan ini, berikut kami bagikan sedikit tips untuk meningkatkan literasi keuangan digital khususnya pengamanan keuangan digital kita,” katanya seperti dilaporkan Kontributor Elshinta, Aman Hasibuan, Senin (6/10).
Renaldy mengimbau kepada masyarakat agar selalu waspadai pihak-pihak yang meminta data pribadi dan kredensial. Sebisa mungkin hindari pemberian informasi data pribadi ke pihak lain dan jangan pernah membagikan PIN dan password milik sendiri. Selain itu, menghindari mengakses tautan (link) atau situs tidak jelas yang dikirimkan melalui WhatsApp, SMS atau media sosial. Tindakan ini untuk menghindari potensi phishing atau pengambilalihan akses aplikasi dan/atau perangkat seluler.