Prihatin kondisi adat Papua dan pekerja tambang, dua pemilik hak ulayat di Raja Ampat mengadu ke Jakarta
Perwakilan masyarakat adat Luther Ayello dan Ketua Marga Yustus Ayei dari Suku Kawei yang berada di Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat Daya pada Kamis (11/12) menyambangi sejumlah kantor kementerian untuk mempertanyakan pencabutan izin perusahaan pertambangan nikel PT Kawei Sejahtera Mining (KSM).

Sumber foto: Istimewa/elshinta.com.
Sumber foto: Istimewa/elshinta.com.
Perwakilan masyarakat adat Luther Ayello dan Ketua Marga Yustus Ayei dari Suku Kawei yang berada di Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat Daya pada Kamis (11/12) menyambangi sejumlah kantor kementerian untuk mempertanyakan pencabutan izin perusahaan pertambangan nikel PT Kawei Sejahtera Mining (KSM).
Kedatangan keduanya yang juga merupakan pemilik hak ulayat untuk tambang nikel di pulau kawei, menurut Yustus, pihaknya ingin mengetahui secara pasti apakah pencabutan izin pertambangan nikel mereka di wilayahnya dilakukan untuk sementara atau selamanya.
"Kami datang jauh-jauh dari Papua ke Jakarta untuk menanyakan secara langsung kepada pihak-pihak terkait, bagaimana sebenarnya status izin pertambangan kami kedepannya. Setelah 3 bulan lalu kami mengirim surat ke Jakarta, hingga kini belum ada tanggapan sama sekali, untuk itu makanya kami datang langsung," ungkap Yustus.
Yustus menambahkan bahwa pihaknya cemas dengan masa depan sekitar 400 pekerja tambang yang bekerja di PT KSM. "Ada sekitar 400 pekerja tambang, dimana sekitar 80-90% pekerja tambang asal Papua untuk sementara dirumahkan. Kami ingin masyarakat Papua sejahtera dimana pekerja tambang yang direkrut cukup memiliki KTP dan KK Papua," tandas Yustus.
Pertambangan nikel yang telah operasional selama 2,5 tahun dan banyak membawa manfaat dalam mensejahterakan masyarakat Suku Kawei lanjut Yustus sangat disayangkan jika pencabutan izinnya tanpa alasan yang jelas.
Dengan menyambangi istana dan sejumlah kementerian seperti Kemendagri, Kemenhan, Kemenpolkam dan Kementerian ESDM, Yustus berharap agar pemerintah pusat memperhatikan hak-hak Suku Kawei dengan mengembalikan izin pertambangan nikel PT KSM.
Sementara itu Luther Ayello menuturkan bahwa sekitar 400 pekerja tambang yang bekerja pada PT KSM sebagian besar menganggur. Mereka berharap izin pertambangan dapat kembali dibuka.
Ayello bertekad selama berada di Jakarta, pada hari kedua, pihaknya juga akan terus berjuang menemui beberapa pihak terkait agar izin tambangnya kembali dibuka. Beberapa pihak yang akan ditemui pada Jumat (12/12) diantaranya adalah Komisi XII DPR RI, Kemen-HAM dan Kementerian Lingkungan Hidup (KLH).
Sebelum mengadukan ke Jakarta mengapa izin tambangnya dicabut semenjak 6 bulan lalu, Ayello juga menambahkan bahwa sebelumnya pihaknya juga telah berkirim surat untuk mengadu kepada Gubernur Papua Barat Daya dan Bupati Raja Ampat dengan tanpa jawaban.
Diketahui, Pemerintah resmi mencabut izin usaha pertambangan (IUP) empat perusahaan tambang nikel di Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat Daya, pada Selasa (10/6/2025). Salah satu entitas yang terkena dampak keputusan ini adalah PT Kawei Sejahtera Mining (KSM).
KSM sendiri tercatat bergerak di bidang pertambangan bijih nikel sesuai Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) 07295.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menjelaskan, pencabutan IUP didasarkan pada temuan pelanggaran lingkungan yang disampaikan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), serta hasil inspeksi langsung di lapangan.
"Alasan pencabutannya; pertama, secara lingkungan ada pelanggaran. Kedua, kawasan ini harus kita lindungi demi konservasi biota laut," kata Bahlil dalam konferensi pers di Istana Negara, Selasa (10/6/2025).
Ia menambahkan, meskipun izin tambang sempat diberikan sebelum Raja Ampat ditetapkan sebagai kawasan GeoparkUNESCO, pemerintah kini memprioritaskan perlindungan wilayah tersebut sebagai destinasi pariwisata kelas dunia. Kebijakan ini juga sejalan dengan arahan Presiden Prabowo Subianto dan aspirasi masyarakat setempat yang menginginkan kelestarian lingkungan.
Empat perusahaan yang IUP-nya dicabut meliputi PT Anugerah Surya Pratama, PT Mulia Raymond Perkasa, PT Nurham, dan PT Kawei Sejahtera Mining.




