Top
Begin typing your search above and press return to search.

Dua ahli di persidangan nikel Haltim beri pandangan berbeda soal unsur pidana

Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat kembali menggelar sidang perkara pidana terkait patok lahan nikel yang melibatkan PT Position dan PT Wana Kencana Mineral (WKM) di Halmahera Timur.

Dua ahli di persidangan nikel Haltim beri pandangan berbeda soal unsur pidana
X

Sumber foto: Supriyarto Rudatin/elshinta.com.

Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat kembali menggelar sidang perkara pidana terkait patok lahan nikel yang melibatkan PT Position dan PT Wana Kencana Mineral (WKM) di Halmahera Timur. Sidang kali ini menghadirkan dua ahli, yakni Khairul Huda, ahli hukum pidana dari Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ), dan Oki Diantara, ahli pertambangan.

Dalam kesaksiannya, Khairul Huda menilai perkara yang dipersoalkan sejatinya lebih tepat diselesaikan secara administratif atau perdata, bukan pidana. Menurutnya, sengketa yang muncul antara dua perusahaan tambang terkait klaim wilayah izin usaha pertambangan (IUP) menunjukkan adanya perbedaan kepentingan korporasi, bukan perbuatan pidana.

“Kalau memang ada sengketa antarperusahaan terkait batas wilayah, maka seharusnya diselesaikan melalui mekanisme hukum perdata atau administratif. Hukum pidana itu ultimum remedium, alat terakhir jika cara lain tidak dapat ditempuh,” ujar Khairul Huda di persidangan, Rabu 22 Oktober 2025.

Ia menambahkan, jika PT Position telah menjalin perjanjian kerja sama (PKS) dengan PT WKM yang lebih dahulu memegang izin penggunaan kawasan hutan, maka aktivitas PT Position di area tersebut dapat dikategorikan sah selama tidak melampaui perjanjian.

Namun, ia juga menekankan pentingnya perlindungan kawasan hutan dan kepastian hukum agar negara tidak kehilangan kendali atas sumber daya alamnya.

Sementara itu, ahli pertambangan Oki menjelaskan berdasarkan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 dan Peraturan Menteri ESDM Nomor 25 Tahun 2018, kegiatan penambangan mencakup tahapan pembukaan lahan, penggalian, dan pengambilan mineral.

Dari hasil pemeriksaan di lapangan yang ditunjukkan di persidangan, ditemukan adanya pembukaan jalan hauling lebih dari 100 meter dan galian hingga 20 meter, yang dinilai melebihi ketentuan teknis.

“Kalau dilihat dari foto dan video di lapangan, kegiatan itu bukan sekadar pembukaan jalan, tapi sudah termasuk aktivitas pertambangan,” jelas Oki di hadapan majelis hakim seperti dilaporkan Reporter Elshinta, Supriyarto Rudatin, Rabu (22/10).

Ahli juga mengonfirmasi nikel yang ditemukan di lokasi dibuang di sekitar area jalan, dan hal itu menjadi perhatian karena nikel termasuk sumber daya strategis yang dikuasai negara.

Ketika ditanya soal pemasangan patok batas wilayah tambang, Oki menegaskan pemasangan tanda batas adalah kewajiban bagi pemegang izin operasi produksi sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2021.

Namun, ia menambahkan, aktivitas pertambangan di luar izin tetap tidak diperbolehkan tanpa persetujuan kepala teknik tambang (KTT) wilayah berdekatan.

Sementara itu, Tim penasihat hukum terdakwa dalam perkara pidana patok lahan nikel di Halmahera Timur menilai, perkara yang kini bergulir di pengadilan seharusnya tidak masuk ranah pidana.

Hal itu disampaikan advokat senior OC Kaligis dan Rolas Sitinjak usai mendengarkan keterangan para ahli yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

OC Kaligis menyebut, fakta di lapangan menunjukkan kliennya adalah pemegang izin usaha pertambangan (IUP) yang sah, sehingga tindakan pemasangan patok di wilayah tersebut tidak dapat dikategorikan sebagai tindak pidana.

“Bahwa sebenarnya ini bukan perkara yang harus dimajukan ke pengadilan. Apalagi kita adalah pemegang IUP. Rekan saya sudah menjelaskan keadaan di lapangan, tapi ketika ahlinya mengatakan bukan kewenangannya, itu bohong besar,” ujar OC Kaligis di ruang sidang.

Sementara itu, rekan satu timnya, Rolas Sitinjak, menilai keterangan para ahli justru memperkuat posisi hukum pihaknya. Ia menilai, para ahli yang dihadirkan jaksa, termasuk ahli pidana, tidak memahami sepenuhnya fakta lapangan maupun data yang disajikan.

“Ahli pidana tadi, Prof. Hairul Huda, menyebut klien kami memasang patok di wilayah perusahaan lain, padahal faktanya di wilayah kami sendiri,” ujar Rolas.

Ia menegaskan, jika pemasangan patok dilakukan di wilayah IUP milik perusahaan terdakwa, maka perbuatan tersebut bukan merupakan tindak pidana.

“Ahli pidana sendiri menyatakan, jika patok dipasang di wilayahnya WKM, ini bukan delik pidana. Jadi makin terang, perkara ini seharusnya tidak perlu masuk ke pengadilan,” imbuhnya.

Rolas juga menyayangkan sikap pihak terkait yang tidak merespons surat dan permintaan pertemuan dari perusahaan sejak sebelum perkara hukum ini mencuat.

“Kami sudah berkali-kali bersurat dan mencoba komunikasi, tapi tidak direspons. Sekarang malah seolah-olah kami yang bersalah,” ujarnya.

Menurutnya, bila perkara ini ditarik ke akar persoalan, seharusnya dapat diselesaikan secara administratif antara perusahaan dan kementerian terkait, bukan melalui jalur pidana.

Sumber : Radio Elshinta

Related Stories
Next Story
All Rights Reserved. Copyright @2019
Powered By Hocalwire