Komisi VII: Negara harus hadir lindungi hak warga gunakan uang tunai
Ketua Komisi VII DPR RI Saleh Partaonan Daulay menegaskan negara harus hadir untuk melindungi hak warga negara dalam menggunakan uang tunai sebagai alat pembayaran yang sah.

Ketua Komisi VII DPR RI Saleh Partaonan Daulay. (ANTARA/Yoseph Boli Bataona).
Ketua Komisi VII DPR RI Saleh Partaonan Daulay. (ANTARA/Yoseph Boli Bataona).
Ketua Komisi VII DPR RI Saleh Partaonan Daulay menegaskan negara harus hadir untuk melindungi hak warga negara dalam menggunakan uang tunai sebagai alat pembayaran yang sah.
Saleh menilai pembayaran non-tunai atau cashless tidak salah dan sangat membantu untuk beberapa kalangan, namun hal itu tidak boleh membuat pembayaran tunai ditolak, bahkan dihentikan.
"Kalau memang uang tunai ditolak, lalu buat apa negara menghabiskan uang untuk proyek cetak uang? Berapa banyak karyawan yang dipekerjakan dalam bidang ini? Apakah semua itu hanya simbolik tanpa makna?," kata Saleh dalam keterangannya di Jakarta, Kamis.
Menurutnya, perkembangan teknologi digital telah membawa banyak kemudahan, termasuk menghadirkan sistem pembayaran non-tunai. Meski demikian penerapan pembayaran non-tunai harus tetap mempertimbangkan kondisi sosial masyarakat.
Tidak semua kalangan mempunyai akses untuk menggunakan pembayaran non-tunai. Sebagai contoh, ada banyak anak-anak di bawah umur yang juga bertransaksi. Karena belum cukup umur, dia tidak punya kartu. Dengan begitu, mau tidak mau harus memakai uang tunai.
Demikian juga dengan para orang tua. Banyak di antara mereka yang tidak mengikuti perkembangan teknologi digital. Akibatnya, ada banyak hal yang mereka tidak ketahui dan ikuti. Mereka tertinggal dan ditinggal oleh pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan.
"Kalau ditanya, apakah senang memakai kartu dalam setiap transaksi? Saya tentu akan menjawab 'sangat senang'. Bahkan, sampai saat ini saya banyak memakai cashless dalam sistem pembayaran saya, termasuk untuk memberi biaya bulanan untuk keluarga," ujarnya
Saleh juga menekankan Indonesia adalah negara yang sangat luas. Ada banyak penduduk yang tinggal di daerah kecil dan pedesaan. Di tempat-tempat seperti itu agak sulit bertransaksi digital dan ada sejumlah kesulitan teknis dan non-teknis yang dihadapi.
"Kalau mau transaksi cashless perlu internet. Di dapil saya, malah, internet hanya bisa aktif kalau ada listrik (PLN). Kalau listrik padam, jaringan telepon terganggu," kata Saleh
Saleh juga mengatakan bahwa tidak semua desa mempunyai bank, dan ada sejumlah persyaratan yang harus dipenuhi oleh mereka yang ingin mengakses sistem pembayaran non-tunai.
"Oh ya, tidak semua desa itu ada bank. Kalau mau cashless, kan harus ke bank dulu. Buka rekening, masukkan uang simpanan, dan melengkapi semua persyaratan. Bayangkan betapa susahnya mereka yang tinggal di desa harus ke ibukota kecamatan terlebih dahulu hanya untuk urusan cashless. Kalau jarak antara desa dan kecamatan cukup jauh, tentu tingkat kerumitannya akan semakin sulit. Malah untuk mendiskusikannya saja butuh waktu lama. Konon lagi, harus berdebat sesuai batas pengetahuan mereka di sana tentang pembayaran cashless ini," ujarnya.




