Suap Dolar Singapura dari PT Paramitra Mulia Langgeng jerat mantan Dirut Inhutani V
Komisi Pemberantasan Korupsi mendakwa mantan Direktur Utama PT Inhutani V, Dicky Yuana Rady, menerima suap senilai sekitar Rp 2,5 miliar terkait pengelolaan kawasan hutan di Provinsi Lampung.

Sumber foto: Supriyarto Rudatin/elshinta.com.
Sumber foto: Supriyarto Rudatin/elshinta.com.
Komisi Pemberantasan Korupsi mendakwa mantan Direktur Utama PT Inhutani V, Dicky Yuana Rady, menerima suap senilai sekitar Rp 2,5 miliar terkait pengelolaan kawasan hutan di Provinsi Lampung.
Dakwaan tersebut dibacakan Jaksa Penuntut Umum KPK Budiman Abdul Karib dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta Pusat, Senin sore.
Jaksa menyebut, terdakwa diduga menerima hadiah atau janji yang dilakukan secara berulang dalam kurun waktu Agustus 2024 hingga Agustus 2025.
"Telah melakukan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri, sehingga merupakan beberapa kejahatan, menerima hadiah atau janji," ujar jaksa seperti dilaporkan Reporter Elshinta, Supriyarto Rudatin, Selasa (23/12).
Pemberi suap disebut berasal dari Direktur PT Paramitra Mulia Langgeng, Djunaidi Nur, bersama Aditya Simaputra, staf perizinan Sungai Budi Group. Uang diberikan dalam bentuk dolar Singapura, dengan tujuan agar kerja sama pemanfaatan kawasan hutan di register 42, 43, dan 46 Lampung tetap berjalan.
Jaksa menguraikan, terdakwa menerima 10 ribu dolar Singapura pada tahap awal, serta 189 ribu dolar Singapura pada tahap berikutnya, yang antara lain digunakan untuk pembelian kendaraan pribadi berupa Jeep Rubicon.
Perkara ini berawal dari kerja sama pengelolaan tanaman hutan antara Inhutani V dan PT Paramitra Mulia Langgeng yang telah berlangsung sejak 2009, namun kemudian menimbulkan sengketa hingga berujung gugatan perdata.
Putusan Mahkamah Agung pada 2023 menyatakan PT Paramitra Mulia Langgeng wanprestasi dan menghukum perusahaan tersebut membayar ganti rugi.
Dalam dakwaan disebutkan, meski terdapat permasalahan hukum dan rekomendasi Badan Pemeriksa Keuangan, terdakwa tetap mengajukan persetujuan Rencana Kerja Usaha Pemanfaatan Hutan kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan tanpa mengungkap kondisi faktual penguasaan lahan.
Atas perbuatannya, Dicky Yuana Rady didakwa melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 juncto Pasal 18 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi, juncto Pasal 65 ayat (1) KUH Pidana.




