Industri AMDK wajib jaga air tanah, Pakar: Tak bisa ambil seenaknya
Para ahli hidrogeologi menegaskan industri air minum dalam kemasan (AMDK) tidak bisa sembarangan mengeksploitasi air tanah tanpa mempertimbangkan keberlanjutan lingkungan dan kebutuhan masyarakat sekitar.

Sumber foto: Heru Lianto/elshinta.com.
Sumber foto: Heru Lianto/elshinta.com.
Para ahli hidrogeologi menegaskan industri air minum dalam kemasan (AMDK) tidak bisa sembarangan mengeksploitasi air tanah tanpa mempertimbangkan keberlanjutan lingkungan dan kebutuhan masyarakat sekitar.
Pemanfaatan air tanah oleh industri, menurut para pakar, justru harus berjalan berdampingan dengan konservasi dan pengawasan ketat.
Ahli hidrogeologi Universitas Gadjah Mada (UGM), Heru Hendrayana, mengatakan riset untuk menentukan titik pengambilan air membutuhkan biaya besar dan harus berbasis data ilmiah agar keberlanjutan akuifer tetap terjamin.
Perusahaan AMDK, kata dia, selalu memilih wilayah dengan sistem akuifer vulkanik yang menyimpan volume air besar dan berkualitas baik.
“Jika pengelolaan air tanah tidak sesuai kapasitas imbuhan, dampaknya serius. Debit sumur warga bisa menurun, bahkan kering saat kemarau,” ujar Heru
Hal itu dikatakan Heru dalam diskusi ilmiah “Jejak Air Pegunungan, Mata Air dan Air Tanah: Antara Alam, Industri dan Masyarakat” yang digelar Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian ITB dan Perhimpunan Ahli Airtanah Indonesia (PAAI).
Heru menegaskan sumber air pegunungan sejati berasal dari sistem akuifer vulkanik—lapisan batuan berpori hasil aktivitas gunung api muda—yang mampu menyimpan air dengan volume besar. Karena itu, pemanfaatannya tidak bisa disamakan dengan pengambilan air tanah dangkal.
Dosen hidrogeologi ITB, Prof. Lilik Eko Widodo, menambahkan setiap titik pengambilan air industri harus dihitung melalui kajian kuantitatif dan izin resmi pemerintah.
Menurut dia, tata kelola air tanah memiliki grand design agar pemanfaatan industri tidak mengganggu sistem imbuhan.
“Yang penting bukan sekadar mengambil air, tetapi memastikan sistemnya tetap berfungsi,” ujarnya.
Peneliti Pusat Sumber Daya Geologi BRIN, Ananta Rangga, mengingatkan karakteristik akuifer di Indonesia sangat bervariasi sehingga riset jangka panjang diperlukan untuk memastikan kelestarian sistem air tanah.
Menurut dia, keseimbangan air hanya bisa dijaga melalui kolaborasi pemerintah, peneliti, dan industri. “Selama perusahaan mengikuti hasil riset dan izin resmi, sistemnya bisa tetap berkelanjutan,” katanya.
Sementara itu, Kepala Bidang Pengendalian Pencemaran Lingkungan DLH Jawa Barat, Resmiani, menyebut sebagian besar perusahaan AMDK di Jawa Barat telah menunjukkan kepatuhan tinggi terhadap regulasi dan aktif melakukan konservasi.
Banyak perusahaan sudah membangun sumur resapan, memperluas ruang terbuka hijau, dan menjalankan program pelestarian.
“Kami memantau secara rutin dan sejauh ini kolaborasi dengan industri berjalan baik,” ujarnya.
Kepala Pusat Air Tanah dan Geologi Tata Lingkungan Kementerian ESDM, Agus Cahyono Adi, menambahkan pemerintah mewajibkan setiap badan usaha pengguna sumur dalam untuk melaksanakan konservasi daerah imbuhan melalui sumur resapan dan penanaman pohon.
“Kami memastikan ada mekanisme yang membuat air yang diambil dikembalikan melalui konservasi,” tuturnya seperti dilaporkan Reporter Elshinta, Heru Lianto, Kamis (20/11).




