Menanam mangrove, menuai asa warga Tambakrejo
Deru ombak dan suara bising mesin-mesin kapal nelayan mewarnai perjalanan ke lokasi hutan magrove yang berada dipesisir pantai utara Kota Semarang, tepatnya dikawasan Tambakrejo, Kelurahan Tanjung Mas, Kecamatan Semarang Utara, Kota Semarang Provinsi Jawa Tengah.

Sumber foto: Sutini/elshinta.com.
Sumber foto: Sutini/elshinta.com.
Deru ombak dan suara bising mesin-mesin kapal nelayan mewarnai perjalanan ke lokasi hutan mangrove yang berada dipesisir pantai utara Kota Semarang, tepatnya dikawasan Tambakrejo, Kelurahan Tanjung Mas, Kecamatan Semarang Utara, Kota Semarang Provinsi Jawa Tengah. Lokasi konservasi magrove ditempuh perjalanan naik kapal sekitar 20 menit. Sepanjang perjalanan terlihat aktivitas nelayan memasang keramba ikan. Air laut sudah mulai pasang ketika tiba ditempat sandar kapal nelayan.
Hamparan hutan mangrove terlihat, akar yang kuat dan daun yang rimbun seolah-olah tersirat sejuta harapan disana. Keberlangsungan ekosistem kawasan pesisir pantai utara Semarang yang akhir-akhir ini sering terjadi banjir rob. Keberadaan mangrove kini telah membawa harapan bagi warga dikawasan tersebut. Seperti kata Juraimi ketua Kelompok Peduli Lingkungan Camar (Cinta Alam Mangrove Asri dan Rimbun), berawal dari keprihatinan akibat kerusakan lingkungan dan abrasi, mereka membentuk kelompok Camar yang terdiri dari 10 orang pada tahun 2010 dengan semangat gotong royong dan penuh keterbatasan.
"Waktu itu saya bertekad menjadi orang yang bermanfaat untuk tanah kelahiran", katanya seperti dilaporkan Kontributor Elshinta, Sutini, Rabu (22/10).
Kegigihan Juraimi membuahkan hasil dengan adanya dukungan dari CSR PT Pertamina Patra Niaga, pada tahun 2010 membuat program untuk membina kampung nelayan di Tambakrejo. Awalnya ada 4 program yakni infrastruktur, pendidikan, ekonomi dan kesehatan. Karena dianggap kurang lengkap akhirnya ditambah program peduli lingkungan ditahun 2011. Sejak itulah kelompok Camar dari tahun 2012 sampai 2019 sudah menanam 99.000 magrove yang ditanam dari ujung arteri sampai pinggir pantai. Dan, di tahun 2019 pihaknya juga menerima aset yang sangat berharga yakni joging track sepanjang 240 meter dikawasan konservasi magrove pada saat itu berbarengan dengan Covid-19.
"Dari tahun 2019 hingga sekarang jumlah mangrove sudah mencapai 150.000 tanaman mangrove yang ditanam bantuan berbagai pihak", ujar pegiat lingkungan tersebut.
Kelompok Camar tak hanya menjaga mangrove, tapi juga membangun ekosistem ekonomi dan wisata berbasis lingkungan (eduwisata) yang menghidupi ratusan warga Tambakrejo.
Salah satu warga Amro mengaku banjir rob sering melanda kawasan Tambakrejo meski demikian warga tetep melaut karena itulah kehidupan mereka. Sejak ada eduwisata magrove yang dikelola kelompok Camar, kini sebagian warga tidak hanya mengandalkan dari melaut yang semakin berkurang pendapatannya tetapi juga bisa menjadi pengemudi kapal untuk kunjungan kelokasi konservasi. Meski tidak setiap hari ada tetapi paling tidak dalam seminggu 3-4 kali mengangkut pengunjung yang kebanyakan dari mahasiswa dan peneliti untuk monitoring tanaman mangrove.
"Seringnya kunjungan dari mahasiswa atau peneliti pada waktu pagi hari. Kadang rombongan antara 4 hingga15 orang itupun kunjungan tidak setiap hari ada, hanya 3-4 kali dalam seminggu. Untuk satu kali trip sewa kapal sebesar Rp. 150.000 yang bisa diisi maksimal 15 orang ", ujar pengemudi kapal ini.
Senada, Juraimi juga membenarkan adanya berkah dari magrove bagi warga dikampungnya. Mereka menjadi biro jasa mengantar pengunjung yang ingin menyusuri hutan mangrove. "Kadang bisa melayani sampai 10 pengunjung, Alhamdulillah bisa menjadi tambahan penghasilan bagi para nelayan," ungkapnya.
Sementara, disisi lain ibu-ibu juga ambil peran ikut meningkatkan perekonomian keluarga dengan cara memanfaatkan mangrove menjadi produk olahan seperti dibuat keripik magrove, sirup, batik dan lain-lain.
"Dari magrove kami olah jadi keripik, sirup, bahan untuk membatik. Sekarang Ibu-ibu disini bisa ikut mendapatkan penghasilan dari awalnya yang hanya menganggur," ujar warga Tambakrejo, Sitatu.
Menurut Rektor UIN Walisongo Semarang Prof Imam Taufiq, keberadaan magrove dinilai sangat penting. Mangrove menjadi ikhtiar bersama melindungi bumi dari bencana alam. Mangrove juga bermanfaat bagi kehidupan masyarakat sekitar karena mampu menyerap semua jenis logam berbahaya dan membuat kualitas udara menjadi lebih bersih.
“Mangrove juga membantu alam dalam mendapatkan kualitas udara yang lebih baik dan bersih, sehingga Kota Semarang menjadi lebih nyaman dan sehat,” ungkapnya saat melepas KKN dilokasi Tambakrejo.
Area Manager Communications, Relations and CSR Pertamina Patra Niaga Jawa Bagian Tengah Taufiq Kurniawan menyampaikan menanam magrove menjadi salah satu implementasi kami mendukung kebijakan pemerintah Jawa Tengah khususnya pemerintah kota Semarang dalam hal mengatasi dampak abrasi yaitu rob yang bisa saja setiap waktu terjadi.
"Kita secara telaten membantu kelompok Camar menanam magrove. Ketika magrove ditanam tidak hanya untuk "mageri segoro" menjadi pagar laut, tapi juga untuk kita tau bahwa magrove ini juga banyak kegunaan lainnya. Seperti menjadi batik, kue dan sebagainya", ujar Taufiq.
Taufiq menyebut harapan penanaman mangrove program CSR ini akan berdampak mulitiplayer efek baik dari sisi laut terselamatkan, dari sisi nelayan mendapatkan pendapatan tambahan dan dari sisi pembibitan terselamatkan pemukiman nelayan dari dampak abrasi. Selain juga Ibu-ibunya bisa mendapatkan olahan dari magrove yang ada.
"Ini sudah meluas tidak hanya jadi budidaya magrove tetapi sudah menjadi eduwisata", imbuhnya.
Lurah Tanjungmas, Sony Yudha Pradana menjelaskan pada saat musim barat, ombak dari laut utara itu sangat kencang. Dengan adanya mangrove, hantaman itu tak langsung mengenai permukiman warga, sehingga mangrove menjadi benteng alami yang meredamnya.
Data yang disampaikan dari total luasan wilayah Kelurahan Tanjungmas 323 hektare, sekitar 30 hektare merupakan wilayah pesisir yang terdampak langsung abrasi dan rob. Bahkan, diprediksikan sekitar lima persen dari luas total wilayah saat ini sudah tertutup air laut. Bahkan pemakaman sudah tidak terlihat.
Dijelaskan, upaya penyelamatan lingkungan sangat mendesak dilakukan. Oleh karena itu, Pemerintah bersama stakeholder terkait terus melakukan edukasi lingkungan dan pemberdayaan ekonomi masyarakat, termasuk melalui pemanfaatan mangrove.
Data dari Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Semarang, luasan hutan mangrove pada tahun 2021 mencapai 169,91 hektare, sebagian besar berada di Kecamatan Tugu. Sedangkan hasil survei terbaru pada tahun 2023 oleh WALHI menunjukkan penurunan menjadi 111,06 hektare. Secara umum, hutan mangrove di Semarang tersebar di beberapa kecamatan, termasuk Tugu, Semarang Barat, Semarang Utara, dan Genuk. Kecamatan Tugu memiliki kawasan mangrove terluas dibandingkan kecamatan lain di Semarang. Kondisi magrove Berdasarkan data tahun 2008, sekitar 73,33 persen hutan mangrove di Semarang dalam kondisi kritis dan rusak, sementara hanya 26,67 persen yang masih baik. Kerusakan hutan mangrove disebabkan oleh erosi pantai, kerusakan tambak, dan reklamasi lahan.