Menteri LH dorong implementasi MRA SPEI – JCM dalam kerja sama karbon RI–Jepang
Menteri Lingkungan Hidup/Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup(KLH/BPLH), Hanif Faisol Nurofiq menegaskan komitmen Indonesia memperkuat kerjasama internasional dalam penurunan emisi gas rumah kaca (GRK) melalui implementasi Mutual RecognitionAgreement (MRA) antara Sertifikat Pengurangan Emisi Indonesia (SPEI) dan Joint Crediting Mechanism (JCM) dengan Pemerintah Jepang.

Sumber foto: M Irza Farel/elshinta.com.
Sumber foto: M Irza Farel/elshinta.com.
Menteri Lingkungan Hidup/Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup(KLH/BPLH), Hanif Faisol Nurofiq menegaskan komitmen Indonesia memperkuat kerjasama internasional dalam penurunan emisi gas rumah kaca (GRK) melalui implementasi Mutual RecognitionAgreement (MRA) antara Sertifikat Pengurangan Emisi Indonesia (SPEI) dan Joint Crediting Mechanism (JCM) dengan Pemerintah Jepang.
Tindak lanjut implementasi MRA SPEI –JCM ini menjadi forum penting yang mempertemukan pemerintah Indonesia dan Jepang bersama para pemangku kepentingan. Menteri LH/Kepala BPLH, Hanif Faisol Nurrofiq memimpin langsung kegiatan yang diikuti lebih dari 60 project proponent JCM yang selama lebih dari satu dekade telah menunjukkan aksi nyata dalam mendukung pengurangan emisi di Indonesia.
"Implementasi MRA SPEI–JCM menjadi langkah krusial dalam operasionalisasi perdagangan karbon di bawah skemaArtikel 6 Persetujuan Paris,” kata Menteri Hanif seperti dilaporkan Reporter Elshinta, M Irza Farel, Kamis (18/9).
Ia menekankan, Indonesia berkomitmen melahirkan kredit karbon berintegritas tinggi yang diakui dunia, sekaligus menjaga kedaulatan bangsa.
Deputi Bidang Pengendalian Perubahan Iklim dan Tata Kelola Nilai Ekonomi Karbon KLH/BPLH, Ary Sudijanto, menambahkan bahwa MRA memiliki peran strategis dalam memperkuat pasar karbon Indonesia.
“MRA bertujuan meningkatkan kepercayaan dalam hasil akreditasi, meningkatkan volume perdagangan,memfasilitasikerjasamakarboninternasional,dan meminimalkan hambatan pasar,” jelasnya.
Ia menegaskan, bagi Indonesia, MRA digunakan untuk perdagangan karbon luar negeri, khususnyauntuk mengaksesotorisasi perdagangan karbon luar negeri sebagaimana di atur dalam Permen LHK Nomor 21 Tahun 2022.
“Salah satunya melalui MRASPEI – JCMini,” ujar Ari.
MRA ini merupakan tindak lanjut dari penandatanganan perjanjian Indonesia –Jepang pada Oktober 2024, dan sejalan dengan Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon (NEK). Regulasi tersebut menjadi dasar pelaksanaan perdagangan karbon, pembayaran berbasis kinerja, hingga pungutan karbon di Indonesia.
Dalam implementasinya, Menteri LH dapat melakukan kerja sama saling pengakuan (mutualrecognition), sebagaimana di atur lebih lanjut melalui Peraturan Menteri LHK Nomor 21 Tahun 2022. Aturan ini menggariskan tata laksana penerbitan sertifikat pengurangan emisi yang dapat diperdagangkan ke luar negeri.
Perdagangan karbon merupakan salah satu instrumen utama NEK dalam mencapai target Nationally Determined Contribution (NDC) Indonesia sekaligus bagian dari komitmen global menahan kenaikan suhu bumi dibawah 1,5°C sebagaimana di sepakati dalam Persetujuan Paris.
Selain dengan Jepang, Indonesia juga telah menjalin kerjasama bilateral melalui Norwegian Article 6 ClimateAction Fund (NACA) senilai 12 juta ton CO₂eq untuk periode 2026–2035, serta membuka peluang dengan Inggris, Swedia, Denmark, dan Finlandia. Di sisi lain, Indonesia aktif menjajaki pengakuan bersama dengan lembaga internasional seperti Gold Standard, Plan Vivo, Global Carbon Council (GCC), Verra, hingga Puroearth.