MRT Jakarta ubah strategi bisnis, tak hanya andalkan subsidi
MRT Jakarta ubah strategi bisnis, tak hanya andalkan subsidi, tapi genjot pendapatan dari retail, digital, iklan, dan TOD demi kemandirian finansial.

Elshinta/ ADP
Elshinta/ ADP
PT MRT Jakarta bersiap mengubah model bisnisnya. Tak lagi hanya mengandalkan subsidi pemerintah, MRT kini menggenjot pendapatan non-tarif seperti retail, digital, periklanan, dan kerja sama komersial lainnya.
Direktur Utama MRT Jakarta Tuhiyat menjelaskan, tarif ekonomi perjalanan MRT saat ini sebenarnya mencapai Rp32.000 per penumpang, sementara masyarakat hanya membayar Rp14.000. Selisih Rp18.000 ditanggung pemerintah melalui skema Public Service Obligation (PSU).
“Sejak beroperasi pada 2019, kami memang disokong PSU. Tapi untuk keberlanjutan jangka panjang, pendapatan non-tarif harus diperkuat,” ujar Tuhiyat dalam Kelas Fellowship MRT di Wisma Nusantara, Jakarta, Kamis (9/10/2025).
Fokus Baru: Retail, Digital, dan Iklan
MRT Jakarta kini menyiapkan sejumlah strategi untuk memaksimalkan potensi komersial di seluruh jaringan stasiun. Pendapatan tambahan diperoleh dari penyewaan ruang retail, kerja sama digital, dan berbagai bentuk periklanan.
“Pendapatan non-farebox ini tidak bisa dianggap pelengkap. Justru inilah tulang punggung untuk menutup biaya operasional,” tambahnya.
Pendapatan ini sangat penting untuk menutupi biaya perawatan dan operasional harian MRT tanpa terus-menerus bergantung pada dana subsidi.
Langkah Menuju Kemandirian Finansial
Seiring meningkatnya jumlah penumpang dan ekspansi jaringan, biaya operasional MRT juga ikut melonjak. Karena itu, model bisnis berbasis kolaborasi dengan sektor swasta dan pengelolaan komersial kawasan akan menjadi kunci kemandirian finansial.
“Kalau hanya mengandalkan tarif tiket, perusahaan tidak akan cukup kuat. Kami harus punya sumber pendapatan yang lebih stabil dan beragam,” jelas Tuhiyat.
Kolaborasi TOD Jadi Strategi Besar
Selain retail dan digital, MRT Jakarta juga memperluas kerja sama dengan sektor swasta melalui pengembangan Transit Oriented Development (TOD). Dengan konsep TOD, kawasan di sekitar stasiun dikembangkan menjadi pusat aktivitas yang menghadirkan perkantoran, hunian, dan komersial.
Langkah ini diharapkan tidak hanya mendukung operasi MRT, tapi juga menciptakan ekosistem transportasi yang mandiri dan berkelanjutan.
(Arie Dwi Prasetyo)