Top
Begin typing your search above and press return to search.

Gugatan In Rem, solusi percepatan perampasan aset korupsi

Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta kembali melahirkan doktor baru di bidang Ilmu Hukum.

Gugatan In Rem, solusi percepatan perampasan aset korupsi
X

Sumber foto: Istimewa/elshinta.com.

Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta kembali melahirkan doktor baru di bidang Ilmu Hukum.


Dalam Sidang Terbuka Promosi Doktor yang digelar oleh Fakultas Hukum UTA’45 Jakarta, Syofia Marlianti Tambunan berhasil mempertahankan disertasinya yang berjudul “Konsep Gugatan In Rem sebagai Alternatif Percepatan Perampasan Aset Tindak Pidana Korupsi di Indonesia.”

Dalam paparannya, Dr. Syofia menjelaskan bahwa risetnya berangkat dari belum disahkannya Undang-Undang Perampasan Aset di Indonesia.


Kondisi ini menciptakan kekosongan hukum (legal vacuum) yang menyebabkan proses pengambilan aset hasil tindak pidana korupsi menjadi berlarut-larut.

“Saat ini, barang atau benda hasil tindak pidana korupsi baru bisa dirampas setelah perkara pidananya berkekuatan hukum tetap.


Prosesnya panjang—mulai dari banding, kasasi, sampai peninjauan kembali—yang bisa memakan waktu bertahun-tahun.


"Akibatnya nilai aset turun dan biaya perawatannya justru membebani negara,” jelas Dr. Syofia.

Melalui konsep gugatan in rem, Syofia mengusulkan agar yang menjadi tergugat adalah objek (aset) itu sendiri, bukan pelaku tindak pidana.


Dalam model ini, Jaksa Pengacara Negara bertindak sebagai penggugat, sementara aset yang diduga hasil kejahatan menjadi subjek gugatan.

“Dengan cara ini, aset bisa segera dirampas dan hasil penjualannya dimasukkan ke kas negara tanpa harus menunggu putusan pidana. Prosesnya jadi lebih cepat, lebih efisien, dan hasilnya bisa digunakan untuk kesejahteraan rakyat,” ujarnya.

Dr. Syofia juga berharap agar hasil penelitiannya mendorong para legislator segera mengesahkan Undang-Undang Perampasan Aset, sehingga pemerintah memiliki dasar hukum yang kuat dalam menindaklanjuti penelusuran dan perampasan hasil korupsi.

“Kami berharap gagasan ini menjadi masukan penting bagi pembuat undang-undang. Negara tidak boleh membiarkan aset hasil korupsi mengendap bertahun-tahun tanpa manfaat bagi rakyat,” tambahnya.

Dekan Fakultas Hukum UTA’45 Jakarta, Dr. Wagiman, S.Fil., S.H., M.H., memberikan apresiasi tinggi atas capaian Dr. Syofia.


Menurutnya, disertasi ini memberikan kontribusi penting terhadap pengembangan hukum perampasan aset di Indonesia.

“Kami menyampaikan selamat kepada Dr. Sofi yang hari ini telah mempertanggungjawabkan risetnya dengan baik. Dalam sidang, kami menyoroti isu reh vakum atau kekosongan hukum yang perlu diperjelas dalam riset lanjutan. Mekanisme perampasan aset harus tetap menghormati hak asasi manusia,” ujar Dr. Wagiman.

Lebih lanjut, Dr. Wagiman juga menekankan bahwa nilai-nilai Pancasila dan tradisi hukum Indonesia, sebagaimana digagas oleh Prof. Notonagoro, perlu dijadikan pijakan dalam menyusun kebijakan hukum perampasan aset agar tetap berkeadilan dan sesuai dengan jati diri bangsa.

“Pancasila memberi arah agar pelaksanaan hukum selalu berpihak pada kemanusiaan dan keadilan sosial. Ini penting untuk mengisi kekosongan hukum yang ada,” tegasnya.

Dengan keberhasilannya meraih gelar Doktor Ilmu Hukum, Dr. Syofia Marlianti Tambunan menambah deretan akademisi yang berkontribusi terhadap reformasi hukum di Indonesia, khususnya dalam memperkuat upaya pemberantasan korupsi melalui mekanisme hukum yang lebih efektif dan berkeadilan.

Sumber : Elshinta.Com

Related Stories
Next Story
All Rights Reserved. Copyright @2019
Powered By Hocalwire