Mendiksaintek ingatkan `valley of death` inovasi
Menteri Diktisaintek, Prof. Dr. Brian Yuliarto, M.Eng., Ph.D mengingatkan kampus untuk mengantisipasi hal-hal yang terkait lemahnya hubungan antara hasil riset perguruan tinggi dan kebutuhan industri.

Sumber foto: AH Sugiharto/elshinta.com.
Sumber foto: AH Sugiharto/elshinta.com.
Menteri Diktisaintek, Prof. Dr. Brian Yuliarto, M.Eng., Ph.D mengingatkan kampus untuk mengantisipasi hal-hal yang terkait lemahnya hubungan antara hasil riset perguruan tinggi dan kebutuhan industri.
“Lemahnya hubungan antara hasil riset perguruan tinggi dan kebutuhan industri. Menurutnya, banyak penelitian yang berakhir di jurnal ilmiah tanpa pernah sampai ke tahap implementasi yang memberi manfaat bagi masyarakat. Fenomena ini disebutnya sebagai `valley of death` atau jurang kematian inovasi di mana ide dan hasil penelitian berhenti di tengah jalan karena tidak ada kolaborasi yang kuat antara kampus dan dunia usaha,“ kata Brian saat memberikan sambutan dalam Forum Penguatan Kampus Berdampak bagi Dosen, yang digelar di Basement Dome Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Jumat (31/10).
Brian menambahkan, persoalan ini bukan hanya disebabkan oleh lemahnya jejaring dengan industri, tetapi juga karena belum terbentuknya ekosistem riset yang mendorong keberlanjutan inovasi. Riset sering kali berhenti setelah pendanaan selesai, tanpa ada mekanisme untuk melanjutkan hasilnya ke tahap pengembangan produk, kebijakan, atau teknologi yang dapat diterapkan.
“Kita punya begitu banyak penelitian yang potensial, tapi terlalu sedikit yang benar-benar dimanfaatkan. Kalau universitas tidak hadir di tengah industri, maka hasil riset hanya akan berhenti sebagai tumpukan laporan. Perguruan tinggi harus turun tangan agar inovasi bisa hidup dan digunakan masyarakat,” ujarnya seperti dilaporkan Kontributor Elshinta, AH Sugiharto.
Lebih lanjut, Brian menekankan pentingnya dukungan kelembagaan yang sistematis agar riset dosen dapat terhubung dengan pihak eksternal, baik pemerintah maupun sektor swasta. Ia menilai bahwa universitas perlu memiliki unit atau lembaga khusus yang menjembatani hasil penelitian dengan mitra pengguna, termasuk dalam hal regulasi, hak kekayaan intelektual, dan pendanaan lanjutan. Dengan cara itu, penelitian tidak hanya menjadi ajang akademik semata, tetapi juga berperan sebagai solusi konkret terhadap persoalan bangsa. Ia juga menegaskan bahwa peran dosen menjadi kunci utama dalam menghidupkan ekosistem tersebut. Dosen tidak hanya dituntut menghasilkan karya ilmiah, tetapi juga mengarahkan risetnya agar selaras dengan kebutuhan masyarakat dan pembangunan nasional.
“UMM memiliki potensi besar untuk menjadi contoh universitas yang mampu memecah kebuntuan ini. Karena kultur kolaboratif dan tradisi pengabdian yang kuat di UMM bisa menjadi modal penting untuk membangun sistem inovasi yang berkelanjutan. Jika dikelola dengan baik, UMM dapat menjadi model kampus yang tidak hanya unggul dalam akademik, tetapi juga produktif dalam menciptakan inovasi yang berdampak nyata bagi masyarakat dan industri,” tandasnya.
Sementara itu, Rektor UMM, Prof. Dr. Nazaruddin Malik, M.Si., menegaskan bahwa forum ini menjadi momentum penting bagi sivitas akademika untuk memperkuat komitmen sebagai kampus berdampak. Ia menilai, konsep kampus berdampak bukan sekadar slogan, melainkan cita-cita yang harus diwujudkan melalui kerja kolektif, pengabdian, dan inovasi berkelanjutan. dosen harus menjadi jembatan antara dunia akademik dan masyarakat, menghadirkan solusi berbasis ilmu pengetahuan untuk menjawab tantangan lokal maupun global. Salah satu langkah besar UMM yakni mendirikan dan menjalankan Direktorat Saintek UMM yang menjadi wadah hilirisasi hasil riset dan ide dosen maupun mahasiswa.
“Kita ingin UMM dikenal bukan hanya karena kualitas akademiknya, tapi karena kebermanfaatannya bagi masyarakat. Setiap dosen adalah agen perubahan. Untuk itu, mari kita memperluas kolaborasi lintas bidang dan memperkuat riset yang memiliki nilai aplikatif,” katanya.







