DPR siap bahas RUU Perampasan Aset jika pemerintah ajukan
Anggota DPR RI, Dede Yusuf Macan Effendi, menegaskan bahwa pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset tidak bisa dilepaskan dari penyelesaian Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) baru yang saat ini menjadi prioritas di parlemen.

Sumber foto: Hamzah Aryanto/elshinta.com.
Sumber foto: Hamzah Aryanto/elshinta.com.
Anggota DPR RI, Dede Yusuf Macan Effendi, menegaskan bahwa pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset tidak bisa dilepaskan dari penyelesaian Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) baru yang saat ini menjadi prioritas di parlemen.
Menurutnya, KUHP merupakan payung hukum utama yang harus dituntaskan terlebih dahulu sebelum mengatur turunan undang-undang lainnya.
“Saat ini DPR melalui komisi terkait sedang fokus pada KUHP. KUHP ini adalah babon, induk dari semua peraturan hukum yang ada,” ujar Dede Yusuf kepada Elshinta, Rabu (10/9/2025).
Ia menjelaskan, KUHP yang digunakan Indonesia saat ini masih warisan era kolonial Belanda.
Oleh karena itu, pembaruan KUHP menjadi langkah fundamental dalam memperkuat sistem hukum nasional.
“KUHP kita ini masih menggunakan KUHP zaman Belanda. Artinya, yang harus diselesaikan dulu adalah KUHP baru, kemudian barulah Undang-Undang Perampasan Aset atau undang-undang lain yang sifatnya turunan,” tegasnya.
Pernyataan ini menunjukkan bahwa pembahasan RUU Perampasan Aset, yang selama ini didorong publik untuk segera disahkan, tetap membutuhkan kerangka hukum utama agar implementasinya efektif dan tidak bertabrakan dengan aturan lain.
Menanggapi desakan agar RUU Perampasan Aset segera dibahas, Dede Yusuf menegaskan bahwa DPR RI selalu siap bekerja sama.
Namun, ia menekankan bahwa proses legislasi tidak bisa dilakukan sepihak oleh parlemen.
“Kita siap. Selama pemerintahnya siap, kita juga siap. Karena membuat undang-undang itu tidak bisa hanya dari satu pihak saja. Harus ada pemerintahnya juga,” ungkapnya seperti dilaporkan Kontributor Elshinta, Hamzah Aryanto, Kamis (11/9).
Pernyataan tersebut menegaskan pentingnya sinergi antara DPR RI dan pemerintah dalam proses legislasi.
Tanpa adanya kesepahaman bersama, pembahasan RUU berpotensi berjalan lambat atau bahkan tidak berlanjut.
Sebagai informasi, RUU Perampasan Aset selama ini menjadi perhatian publik karena dianggap penting dalam memperkuat upaya pemberantasan tindak pidana korupsi.
Dengan adanya regulasi tersebut, negara dapat secara langsung menyita aset hasil tindak pidana tanpa harus menunggu putusan pidana terlebih dahulu.