Orang muda dan tantangan membuka ruang sipil
Generasi muda hadapi tantangan memperluas ruang sipil di Indonesia, dari kriminalisasi aktivis hingga pentingnya partisipasi digital dan gerakan sosial.

Radio Elshinta/ Arie Dwi Prasetyo
Radio Elshinta/ Arie Dwi Prasetyo
Ruang sipil dalam sebuah negara demokrasi idealnya menjadi tempat warganya bebas menyampaikan pendapat, berkumpul, dan berekspresi tanpa rasa takut. Namun, kenyataan di Indonesia menunjukkan sebaliknya.
Direktur Eksekutif Yayasan Partisipasi Muda, Neildeva Despendya, menyoroti masih adanya kriminalisasi terhadap aktivis hanya karena membaca buku atau menyuarakan pandangan tertentu. “Hak dasar itu termasuk hak untuk tidak dikriminalisasi hanya karena membaca buku tertentu atau menyuarakan pendapat. Sayangnya, praktik itu masih sering terjadi,” ujarnya dalam forum Spill The Research Jabodetabek di Kampus FISIP Universitas Indonesia, Rabu (1/10/2025).
Neildeva menekankan, selain kebebasan berpendapat, ruang sipil juga harus ditopang oleh lingkungan yang kondusif untuk aktivitas sosial, politik, maupun budaya. Menurutnya, diskusi yang sehat justru lahir dari keberagaman perspektif. “Kalau semua setuju tanpa perdebatan, itu bukan ruang sipil yang sehat,” tambahnya.
Ia juga mengingatkan pentingnya ruang digital yang aman. “Kalau kalian takut nge-tweet isu tertentu karena khawatir didoxing atau digerebek, berarti ruang sipil kita sudah tidak sehat. Itu tanda ruang sipil kita toxic,” tegasnya.
Penelitian: Ruang Sipil Menyempit
Pandangan serupa disampaikan Dr. Muhammad Fajar, peneliti politik lulusan Northwestern University. Dalam risetnya, ia menemukan indikasi praktik melawan hukum yang justru mempersempit ruang sipil.
Menurut Fajar, pelibatan generasi muda sangat penting dalam memperluas basis gerakan sosial. “Tanpa kapasitas organisasi yang kuat dan keterikatan dengan massa, agenda perjuangan hanya akan berhenti di jalan,” jelasnya.
Perubahan dari Langkah-Langkah Kecil
Sementara itu, dosen Ilmu Politik Universitas Indonesia, Muhammad Imam, mengajak generasi muda untuk mulai berkontribusi dari hal sederhana. Media sosial, kata dia, bisa menjadi pintu masuk yang efektif.
“Sekadar membagikan informasi yang bermanfaat di akun pribadi, itu sudah bagian dari partisipasi. Jangan anggap kecil kalau dilakukan konsisten, karena dampaknya bisa besar,” ujarnya.
(Arie Dwi Prasetyo)