PKB gali pemikiran Prof Soemitro untuk arah baru ekonomi bangsa
PKB menggelar Sekolah Pemikiran mengangkat gagasan Prof Soemitro untuk merumuskan terobosan ekonomi pro-rakyat, inklusif, dan penguatan UMKM.

Elshinta/ ADP
Elshinta/ ADP
Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Abdul Muhaimin Iskandar atau Cak Imin meresmikan Sekolah Pemikiran Seri Pertama yang mengangkat gagasan ekonomi tokoh nasional Prof. Soemitro Djojohadikusumo. Pembukaan berlangsung di kantor DPP PKB, Jakarta Pusat, Rabu (26/11/2025).
Program ini menghadirkan dua narasumber utama, yakni ekonom senior Prof. J. Soedradjad Djiwandono dan pengamat politik Fachry Ali, dengan Waketum PKB Hanif Dhakiri sebagai moderator.
*Gali Gagasan Besar untuk Terobosan Ekonomi Pro-Rakyat*
Dalam sambutannya, Cak Imin menilai sekolah pemikiran ini menjadi momentum penting untuk kembali menelusuri ide-ide strategis para tokoh bangsa, termasuk Prof. Soemitro yang dikenal sebagai salah satu arsitek ekonomi nasional.
“Acara ini sangat tepat, karena kita menggali perspektif dan pemikiran mendalam dari Prof. Soemitro Djojohadikusumo,” ujarnya.
Ia menyoroti kondisi ekonomi Indonesia yang stabil—bertahan di kisaran 5 persen—namun belum memberikan dampak signifikan bagi kesejahteraan masyarakat kecil dan pelaku UMKM.
“Pertumbuhan ekonomi stabil 5 persen, tetapi nasib masyarakat kecil dan pelaku UMKM belum banyak berubah. Di sinilah kita perlu terobosan,” tegasnya.
Menurutnya, kebijakan ekonomi yang inklusif menjadi kunci agar pertumbuhan tidak hanya dinikmati kelompok tertentu, melainkan merata hingga tingkat akar rumput.
“Kita butuh ekosistem yang membuat UMKM naik kelas, memperkuat industri nasional, dan membuka ruang kolaborasi antara pemerintah, akademisi, dan masyarakat,” imbuhnya.
*PKB: Saat Politik Kehabisan Gagasan, Sekolah Pemikiran Jadi Jawaban*
Waketum PKB Hanif Dhakiri menjelaskan bahwa sekolah pemikiran ini lahir dari kegelisahan Cak Imin atas dunia politik yang dianggap semakin teknis dan pragmatis, sehingga miskin gagasan.
“Gus Muhaimin sering menyampaikan bahwa politik hari ini terlalu dipenuhi hiruk-pikuk teknis kekuasaan. Maka kami hadirkan sekolah pemikiran tokoh bangsa untuk menggali gagasan dan sejarah hidup mereka,” jelas Hanif.
Menurutnya, Prof. Soemitro relevan bukan hanya karena merupakan ayah dari Presiden Prabowo Subianto, tetapi karena pemikirannya tetap aktual hingga kini terutama terkait peran negara, ekonomi kerakyatan, dan industrialisasi.
“Beliau tidak menyukai negara yang terlalu otoriter, tapi juga tidak setuju negara yang pasif. Moderat, ada dosisnya. Itu sejalan dengan PKB,” kata Hanif.
*Pesan Soemitro: Jangan Menuntut Terima Kasih Saat Jadi Pejabat*
Ekonom senior Prof. J. Soedradjad Djiwandono mengingatkan kembali pesan Soemitro saat menerima Piagam Penghargaan Hatta pada 1980-an.
“Beliau berkata, jika seseorang diberi amanah jabatan menteri, gubernur, dirjen, duta besar jangan pernah berharap untuk selalu dihormati atau dituntut terima kasih. Itu pesan yang sangat kuat dan masih saya ingat sampai sekarang,” tutur Soedradjad.
*Fachry Ali: Soemitro Menolak Ekonomi sebagai Ilmu yang Terpisah dari Sejarah*
Pengamat politik Fachry Ali menilai Prof. Soemitro merupakan tokoh yang menolak pandangan bahwa ekonomi adalah ilmu murni yang berdiri sendiri.
“Sumitro menolak gagasan bahwa ekonomi adalah pure science yang terpisah dari konteks sosial dan sejarah,” jelasnya.
Ia menyebut disertasi Soemitro tentang kredit rakyat yang ditulis pada masa Depresi Besar dan diselesaikan pada 1942 sebagai bukti bahwa sang ekonom selalu memadukan pendekatan ekonomi dengan dinamika sosial.




