Tarif PPh 0,5 persen untuk UMKM, legislator PKS ingatkan pengawasan implementasinya
Pemerintah saat ini tengah memfinalisasi revisi Peraturan Pemerintah yang akan menjadikan tarif PPh final 0,5 persen bagi UMKM bersifat permanen. Keputusan ini memberikan sinyal kuat mengenai komitmen pemerintah dalam memberikan kepastian berusaha bagi jutaan pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah di Indonesia.

Sumber foto: Efendi Murdiono/elshinta.com.
Sumber foto: Efendi Murdiono/elshinta.com.
Pemerintah saat ini tengah memfinalisasi revisi Peraturan Pemerintah yang akan menjadikan tarif PPh final 0,5 persen bagi UMKM bersifat permanen. Keputusan ini memberikan sinyal kuat mengenai komitmen pemerintah dalam memberikan kepastian berusaha bagi jutaan pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah di Indonesia.
Menanggapi perkembangan tersebut, Anggota Komisi XI DPR RI Amin Ak menyatakan bahwa kebijakan ini pada prinsipnya positif bagi UMKM, selama disertai pengamanan regulasi dan peningkatan kapasitas pengawasan di lapangan.
“Permanenisasi tarif pajak yang rendah memberi sejumlah keuntungan nyata bagi UMKM. Kepastian tarif 0,5 persen akan membuat pelaku UMKM lebih mudah membuat perencanaan usaha tanpa khawatir aturan berganti setiap beberapa tahun,” ujarnya. Selasa (18/11).
Legislator dari daerah pemilihan Jawa Timur IV (Jember - Lumajang) membeberkan beban biaya kepatuhan juga menjadi lebih ringan karena mereka tidak dipaksa beralih terlalu cepat ke sistem pembukuan rumit yang membutuhkan pengetahuan akuntansi atau biaya konsultan tambahan.
Tarif final yang kecil mendorong UMKM untuk tetap formal, membuka peluang mengakses kredit, pendanaan, dan layanan pemerintah yang mensyaratkan legalitas usaha.
Selain itu, modal kerja mereka juga bisa lebih optimal diputar untuk ekspansi atau membeli bahan baku, alih-alih tersedot ke biaya administrasi atau ketidakpastian pajak.
“Namun demikian, kebijakan yang baik tetap harus disertai eksekusi yang hati-hati. Ia mengingatkan bahwa tantangan implementasi di lapangan masih besar dan harus diantisipasi sejak awal,” tegasnya.
Salah satu kendala utama adalah risiko penyalahgunaan fasilitas, misalnya ketika usaha berskala menengah atau besar memecah usahanya menjadi beberapa entitas kecil agar bisa memanfaatkan tarif 0,5 persen.
Praktik seperti ini dapat menciptakan ketidakadilan dan merugikan penerimaan negara. Selain itu, validasi omzet juga tidak sederhana, mengingat sebagian besar UMKM belum memiliki sistem pencatatan transaksi yang baik.
“Jika verifikasi tidak diperkuat, pemerintah akan kesulitan menentukan siapa yang benar-benar berhak atas fasilitas ini,” tambahnya seperti dilaporkan Kontributor Elshinta, Efendi Murdiono, Selasa (18/11).
Di lapangan, tantangan lainnya adalah rendahnya literasi pajak para pelaku UMKM. Banyak pelaku usaha mikro yang belum memahami cara melapor, cara menghitung omzet, atau perbedaan antara pajak final dan pajak normal.
“Tanpa dukungan sosialisasi yang memadai, kebijakan yang baik bisa menjadi salah paham dan justru menurunkan kepatuhan. Infrastruktur digital dan integrasi data antar instansi juga menjadi kunci,” bebernya.
Sistem yang tidak terhubung akan menyulitkan pemerintah memastikan bahwa UMKM penerima fasilitas benar-benar sesuai kriteria dan tidak terjadi tumpang tindih data usaha.
Wakil Ketua Fraksi PKS itu menyambut positif tujuan pemerintah memberikan kepastian usaha bagi UMKM, namun ia mengingatkan bahwa keadilan fiskal dan ketertiban administrasi harus tetap dijaga.
Untuk itu, PKS meminta pemerintah mempertegas kriteria subjek yang berhak menerima fasilitas, memasukkan aturan anti-penyalahgunaan, dan mempercepat integrasi sistem data yang memungkinkan verifikasi omzet secara otomatis. Selain itu, program literasi dan pendampingan UMKM harus diperkuat agar pelaku usaha benar-benar memahami manfaat dan kewajiban perpajakan mereka.
“Permanenisasi PPh final 0,5 persen akan menjadi kebijakan pro-UMKM yang kuat jika disertai peraturan yang jelas, pengawasan yang baik, serta dukungan edukasi yang cukup di tingkat akar rumput. Kami mendukung kebijakan yang adil, transparan, dan mendorong UMKM naik kelas tanpa mengorbankan keberlanjutan fiskal negara,” ujar Amin.




