Wakil Ketua Komisi II DPR RI soroti dinamika revisi UU Pemilu dan penguatan lembaga
Wacana revisi Undang-Undang Pemilu menuai banyak masukan dari berbagai pihak.

Sumber foto: Hamzah Aryanto/elshinta.com.
Sumber foto: Hamzah Aryanto/elshinta.com.
Wacana revisi Undang-Undang Pemilu menuai banyak masukan dari berbagai pihak.
Hal itu disampaikan Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Dede Yusuf Macan Effendi yang menghadiri diskusi penguatan kelembagaan pengawasan di Bawaslu Kota Bekasi.
Menurutnya, pembahasan revisi Undang-Undang Pemilu tidak dapat dilepaskan dari dinamika politik nasional yang terus berkembang.
“Ya, hari ini saya mendapat undangan dari Bawaslu Kota Bekasi yang kebetulan sedang melakukan berbagai kegiatan penguatan lembaga. Memang kalau kita lihat, animo dalam beberapa bulan terakhir ini adalah revisi Undang-Undang Pemilu. Dimana dalam revisi undang-undang pemilu tentu banyak sekali masukan-masukan,” kata Dede Yusuf dalam keterangannya, Selasa (9/9/2025).
Ia menjelaskan, meski wacana revisi UU Pemilu semakin menguat, Dede Yusuf menegaskan sampai saat ini belum ada keputusan final dari DPR RI terkait mekanisme pembahasan revisi tersebut.
“Kita sebetulnya masih belum dapat keputusan dari DPR, pimpinan DPR apakah ini masuknya kepada Badan Legislasi (Baleg) atau kepada Komisi II. Tentunya itu harus diputuskan di Badan Musyawarah (Bamus). Termasuk juga surprise dari Presiden pun juga belum muncul,” terangnya.
Ia juga menyebut, pihaknya masih menunggu arahan resmi dari pimpinan DPR sebelum membentuk Panitia Kerja (Panja) atau Panitia Khusus (Pansus) untuk membahas revisi tersebut.
“Jadi sebenarnya belum kita mulai, karena kalau untuk memulai itu harus ada panja. Nah, panja ini belum bisa dibentuk sebelum ada penugasan dari pimpinan DPR. Jadi kita masih menunggu keputusan,” ungkap Dede Yusuf seperti dilaporkan Kontributor Elshinta, Hamzah Aryanto, Rabu (10/9).
Lebih lanjut, mantan Wakil Gubernur Jawa Barat itu juga menekankan pentingnya mendengar langsung masukan dari para penyelenggara pemilu di lapangan.
Menurutnya, laporan yang sampai ke pusat sering kali sudah tersaring sehingga fakta-fakta di lapangan tidak sepenuhnya tergambar.
“Sebagai salah satu pimpinan di Komisi II, saya ingin berinteraksi langsung dengan rekan-rekan penyelenggara. Karena apa yang dilaporkan biasanya mungkin sudah terfilter 70 persen. Sementara yang di lapangan itu adalah fakta-fakta dan realita. Itu sebabnya saya beberapa kali mendatangi langsung, untuk mendengar masukan dari kawan-kawan penyelenggara,” tegasnya.