PSSI diminta evaluasi total usai Timnas gagal ke Piala Dunia 2026

Timnas Indonesia di babak kualifikasi Piala Dunia 2026
Timnas Indonesia di babak kualifikasi Piala Dunia 2026
Gagalnya Timnas Indonesia melaju ke putaran final Piala Dunia 2026 kembali memunculkan desakan agar Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) melakukan evaluasi menyeluruh. Kritik datang dari pengamat sepak bola nasional, Kesit B. Handoyo. Kesit menilai akar masalah kegagalan bukan hanya pada performa pemain, tetapi juga pada konsistensi, strategi, dan manajemen pembinaan tim nasional.
Dalam dialog di Radio Elshinta, Kesit menyebut Timnas Indonesia belum tampil sebagai tim yang solid dan konsisten sepanjang kualifikasi. Menurutnya, masalah inkonsistensi sudah terlihat bahkan sejak era pelatih sebelumnya, Shin Tae-yong. Kesit menilai hal itu menunjukkan adanya persoalan mendasar dalam sistem pembinaan tim nasional, bukan sekadar kesalahan individu pelatih.
“Ini bukan cuma soal Patrick Kluivert. Bahkan di masa Shin Tae-yong juga sering terjadi hal serupa. Kadang kita main bagus, tapi kemudian anjlok di pertandingan berikutnya. Itu artinya fondasi tim belum kuat,” tegasnya dalam Elshinta News and Talk edisi pagi, Selasa (14/10/2025).
Kesit juga menyoroti keputusan strategis Kluivert yang dinilai lambat membaca situasi di lapangan. Salah satunya saat menghadapi Arab Saudi, di mana sektor kanan pertahanan Indonesia terus dieksploitasi lawan.
“Ya situasi inilah yang kemudian membuat kita bertanya-tanya, kenapa ketika kemudian sektor kanan pertahanan Indonesia yang lebih sering diekspolitasi oleh pemain-pemain Arab Saudi tidak segera diganti pemainnya. Banyak sekali tekanan-tekanan yang dilakukan di sektor kanan pertahanan Indonesia yang kemudian gagal diantisipasi, gagal dihadang. Dan, itu saya melihat Kluivert seperti telat membaca situasi itu,” ujarnya kepada news anchor Asrofi.
Kesit menambahkan, PSSI perlu bersikap tegas dan transparan terhadap publik mengenai arah pembinaan Timnas Indonesia. Ia menilai, selama ini tidak ada kejelasan soal target realistis federasi dalam proyek menuju Piala Dunia.
“Pengharapan dan ekspektasi masyarakat yang tinggi terjadi karena tidak adanya ketegasan dari PSSI sejak awal. Kalau dari awal misalnya, ketika kita mengikuti prakualifikasi Piala Dunia dengan menghadirkan pemain naturalisasi. PSSI bilang, eh masyarakat, jangan buru-buru dulu ya. Bahwa ini adalah bagian proses panjang yang nanti akan kita raih di Piala Dunia 2030 misalnya,” kata Kesit.
Lebih jauh, ia menilai kegagalan kali ini harus menjadi momentum pembenahan total sepak bola nasional, bukan sekadar pergantian pelatih. Dalam empat dekade terakhir, Indonesia sudah berganti lebih dari 30 pelatih kepala, namun hasilnya tetap belum maksimal.
“Kalau di rata-rata, itu berarti setiap 1 tahun atau 1 tahun setengah itu kita selalu ganti 1 pelatih. Ganti pelatih, ganti pelatih. Akhirnya apa? Kita nggak pernah mencapai hasil yang kita inginkan. Karena kita tidak sabar. Karena kita ternyata lebih percaya kepada yang namanya crash program. Termasuk juga naturalisasi pemain ini. Ini kan bagian dari crash program, bagian dari proses instan yang ingin dicapai. Tapi tidak sekarang harusnya," pungkasnya
Penulis: Sukma Salsabilla/Ter