Elshinta Palembang 96.7 FM kupas bedanya Teater Modern dan Dulmuluk

Radio Elshinta Palembang 96.7 FM kembali menghadirkan program BELADAS (Berbincang Langsung dengan Komunitas), Jumat (14/11/2025), pukul 15.00 WIB. Program yang dipandu Ariek Kristo disiarkan secara langsung melalui Radio Elshinta Palembang dan Instagram @ElshintaPalembang dengan mengangkat tema “Teater Sebagai Cermin Budaya Wong Kito”.
Dalam edisi kali ini, BELADAS menghadirkan dua narasumber dari Dewan Kesenian Palembang (DKP), yaitu Muhamad Nasir, M.Pd. (Ketua DKP) dan Hasan, M.Sn. (Ketua Teater DKP), yang selama ini aktif mengembangkan seni teater di Palembang.
Muhamad Nasir menjelaskan bahwa teater pada dasarnya adalah ruang belajar kehidupan. “Teater memang tempat sekolahnya untuk menjalani kehidupan,” ujarnya.
Ia menambahkan bahwa teater memadukan banyak unsur seni musik, sastra, tata cahaya, tata suara, pemeranan, hingga penyutradaraan sehingga para pelakunya memperoleh pengalaman dan ilmu yang dapat dibagikan kembali kepada masyarakat.
Sementara itu Nasir juga menjelaskan bahwa DKP memiliki enam komite seni yang mendorong pelestarian seni tradisional tanpa mengabaikan dinamika seni nasional. “Palembang ini kota heterogen, jadi seni tradisi harus hidup, tapi perkembangan nasional juga tidak boleh ditinggalkan,” jelasnya.
Sementara itu, Hasan, M.Sn., memaparkan bahwa dalam studi teater terdapat beberapa cabang minat seperti pemeranan, penyutradaraan, penata artistik, hingga kajian dramaturgi. Menanggapi pertanyaan pendengar bernama Via mengenai perbedaan teater Dulmuluk dan teater modern, Hasan menjelaskan adanya fase teater transisi dalam sejarah teater Indonesia.
“Ada masa peralihan dari teater tradisi ke bentuk modern. Di Palembang, kita bisa lihat itu misalnya di Festival Sriwijaya yang banyak mengangkat legenda dan narasi daerah,” ungkapnya.
Hasan juga menegaskan bahwa Teater Dulmuluk memiliki kekuatan dan identitas tersendiri. “Dulmuluk itu punya pakem, punya konvensi, dan itu milik Sumatera Selatan. Jambi dan Lampung memang ada, tapi legitimasi paling kuat ada di Palembang,” katanya.
Ia menjelaskan bahwa legitimasi tersebut didukung oleh catatan tradisi dalam karya Kasim Ahmad serta statusnya sebagai Warisan Budaya Takbenda (WBTb). Sementara itu, teater modern berkembang lebih bebas dan fleksibel mengikuti perubahan zaman.
“Dulmuluk berpijak pada tradisi, teater modern lebih cair dan terbuka terhadap bentuk baru,” tambahnya.
Program BELADAS kembali menegaskan perannya sebagai ruang dialog budaya bagi masyarakat Palembang. Perbincangan ditutup dengan pesan penguat: “Seni hidup bila kita rawat, dan budaya Wong Kito akan tetap bersinar bila kita jaga bersama.”
Jangan lewatkan diskusi inspiratif lainnya hanya di BELADAS Radio Elshinta Palembang 96.7 FM. (Ahb/Ter)




