Top
Begin typing your search above and press return to search.

Ahli soroti beban emosional perempuan dan pentingnya perawatan diri

Ahli soroti beban emosional perempuan dan pentingnya perawatan diri
X

(kiri-kanan) Gitta Amelia Co-Founder & CEO Filmore Woman, dr. Karina Kalani Sp. KJ Psikiater Filmore dalam acara Konferensi Pers Grand Opening Filmore Medical Clinic Setiabudi "Woman on The Move: The Inner Science of Her" pada Senin (17/11/2025). (ANTARA/Anindi Berliana.)

Tekanan emosional yang tidak terlihat namun terus meningkat dinilai menjadi persoalan kesehatan perempuan modern di tengah ritme hidup cepat dan tuntutan sosial yang kian besar.

Fenomena itu mengemuka dalam diskusi Women on The Move: The Inner Science of Her yang digelar Filmore di Jakarta Selatan, Senin, yang menekankan pentingnya perawatan diri sebagai langkah awal menjaga kesehatan fisik dan mental.

“Jadi kita wanita hari ini dibebani dengan begitu banyak ekspektasi. Menunjukkan diri pada atasan, teman, kolega, tim, lalu diharapkan pulang menjadi ibu atau istri yang baik, mungkin pacar yang baik atau putri yang baik,” ujar Co-Founder & CEO Filmore Woman, Gitta Amelia, dalam diskusi tersebut.

Ia menambahkan bahwa tekanan yang dianggap lumrah itu membuat perempuan kerap menahan ketidaknyamanan fisik maupun emosional.

“Kadang kita memakai rasa sakit itu sebagai sesuatu yang dibanggakan. Padahal, membawa begitu banyak rasa sakit dan ekspektasi itu tidak normal. Semua itu akhirnya mengorbankan kesehatan kita,” katanya.

Dalam kesempatan yang sama, Psikiater Filmore dr. Karina Kalani, Sp.KJ, menjelaskan bahwa secara neurologis perempuan memiliki sistem emosi yang bekerja lebih aktif, dipengaruhi perubahan hormon estrogen dan progesteron.

Kondisi itu membuat perempuan lebih rentan mengalami gejala fisik akibat tekanan psikologis.

“Banyak perempuan akhirnya mengalami gejala fisik karena beban emosional yang tidak terlihat. Ini wajar terjadi karena perempuan menjalankan banyak peran sekaligus,” ujarnya.

Selain faktor biologis, Karina menilai budaya turut membuat perempuan sering menomorduakan kebutuhan pribadi.

“Di Indonesia, perempuan sering merasa harus menomorduakan kebutuhan diri sendiri karena faktor budaya. Padahal perempuan dan laki-laki sama-sama punya hak untuk bicara dan didengar,” katanya.

Ia menyebut sejumlah tanda awal gejala fisik akibat beban emosional tak terlihat yang perlu diwaspadai, seperti kualitas tidur memburuk, badan tidak segar saat bangun tidur, pikiran terus berjalan, perubahan nafsu makan, hingga perilaku yang berubah dan disadari lingkungan sekitar. Menurutnya, itu menunjukkan tubuh dan pikiran sedang memerlukan jeda untuk dipulihkan.

“Apa yang bisa kita kontrol adalah awareness terhadap kondisi kita. Kita perlu memberi waktu untuk diri kita sendiri untuk mengenal apa yang ada di pikiran kita dan emosi kita. Ketika merasa ada yang enggak beres, kita perlu belajar mengomunikasikannya,” ujarnya.

Gitta menambahkan bahwa ruang seperti Filmore dibangun untuk membantu perempuan mengambil kembali kendali atas kesehatan diri mereka. Melalui edukasi, komunitas, dan dukungan profesional, perempuan diharapkan dapat lebih mengenali batas, mendengarkan tubuh, serta jujur terhadap apa yang dirasakan.

Untuk itu, merawat diri alias selfcare dipandang bukan sebagai kemewahan, melainkan bentuk penghargaan diri yang penting bagi perempuan yang selalu berada dalam pergerakan cepat.

Acara yang digelar dalam rangka Grand Opening Filmore Medical Clinic Setiabudi itu juga menandai kehadiran cabang kedua Filmore setelah Pondok Indah. Filmore menghadirkan klinik yang dirancang sebagai ruang aman dan suportif, tempat perempuan dapat merasa didengar, dirawat, dan dipahami tanpa penghakiman.

Sumber : Antara

Related Stories
Next Story
All Rights Reserved. Copyright @2019
Powered By Hocalwire