Top
Begin typing your search above and press return to search.

Gorangin, gorengan tanpa minyak lewat teknologi Air Fryer

Widodo
Gorangin, gorengan tanpa minyak lewat teknologi Air Fryer
X

Gorangin – camilan tanpa minyak yang dirancang sebagai alternatif bagi masyarakat, khususnya kelompok ekonomi menengah ke bawah.

Budaya menikmati gorengan sudah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat Indonesia. Dari pinggir jalan hingga meja makan rumah, gorengan selalu punya tempat tersendiri.

Namun, kekhawatiran akan dampak kesehatan akibat konsumsi minyak berlebih telah memicu lahirnya inovasi baru: Gorangin – camilan tanpa minyak yang dirancang sebagai alternatif bagi masyarakat, khususnya kelompok ekonomi menengah ke bawah.

Salah satu mitra Gorangin mengatakan, Gorangin merupakan camilan ringan yang hampir tanpa minyak untuk masyarakat Indonesia yang ogah makan gorengan yang kebanyakan minyak. Meskipun rendah minyak, Gorangin masih mengedepankan cita rasa dan nilai budaya ngemil masyarakat Indonesnesia.

“Dengan kehadiran camilan baru ini, diharapkan masyarakat sadar bahwa ternyata ada alternatif gorengan yang tetap lezat, meskipun rendah minyak. Sesuatu yang bisa menjadi bagian dari hidup mereka,” jelasnya dalam wawancara di Jakarta.

Tidak Menghapus Budaya, Tapi Menawarkan Pilihan Baru

Lebih lanjut dijelaskan pula bahwa kehadiran Gorangin bukan untuk mengubah budaya makan gorengan masyarakat Indonesia, melainkan untuk memperkaya pilihan yang ada. Jadi, gorengan tetap menjadi bagian dari identitas kuliner nasional, dan gorengan rendah minyak ini hadir sebagai bentuk adaptasi—mengenalkan teknologi baru dalam memasak sambil tetap menghormati selera lama.

“Gorengan yang direndam minyak panas sudah punya tempat tersendiri di budaya kita, sedangkan camilan yang kami hadirkan merupakan upaya menghadirkan budaya baru tanpa mengganggu budaya lama. Harapannya ada pergeseran pola konsumsi masyarakat,” tambahnya.

Tantangan Tekstur, Rasa dan Edukasi Konsumen

Perbedaan utama Gorangin dibandingkan gorengan tradisional terletak pada metode memasaknya. Proses nyaris tanpa minyak dengan menggunakan air fryer menghasilkan tekstur yang benar-benar kering dan rasa yang agak berbeda.

Hal tersebut, kata Nur Patria, penjual Gorangin, memunculkan tantangan tersendiri dalam hal edukasi konsumen.

“Tekstur yang kering ini membuat sebagian besar konsumen merasa aneh, karena belum terbiasa dengan gorengan jenis ini. Inilah yang menjadi tantangan kami untuk terus mengedukasi konsumen, bahwa meski teksturnya kering, tetapi dari segi rasa tetap enak dan bisa dijadikan pilihan camilan baru, karena tanpa minyak,” ungkap Nur Patria.

Apalagi Gorangin juga menekankan kualitas bahan dan penggunaan bumbu alami. “Mau makan agak banyak pun aman dan tidak bikin kolesterol naik. Apalagi bumbu yang kami gunakan pun tidak menggunakan MSG, garam dan gulanya sangat dibatasi, serta tanpa pengawet dan pewarna sintetik,” ujarnya.

Proses Produksi yang Terukur

Nur Patria juga mengatakan bahwa proses memasak camilan tanpa minyak ini menggunakan suhu dan waktu yang sudah diperhitungkan.

“Untuk menggoreng empat camilan butuh waktu sekitar 10–25 menit dengan suhu sekitar 200–230 derajat Celsius. Paling lama proses memasaknya keripik tempe, bisa sampai 30 menit, sementara ubi, risol dan molen, sekitar 10–20 menit,” jelasnya.





Meski demikian, proses memasak ini bukan tanpa tantangan. Untuk mendapatkan tekstur, rasa dan kematangan yang pas membutuhkan waktu serta inovasi terus-menerus.

“Tantangan dari gorengan tanpa minyak ini memang di proses memasaknya untuk mendapatkan tingkat kematangan yang pas,” ujar Nur Patria.

Tiga Pilar: Pilihan Lebih Sehat, Enak, dan Terjangkau

Untuk itulah Tim Gorangin terus melakukan improvisasi dengan mengusung tiga prinsip utama: pilihan lebih sehat, rasa yang enak dan merakyat, dan harga terjangkau. Inilah tantangan utama dalam menciptakan camilan baru yang relevan dan kompetitif di tengah masyarakat yang sudah sangat terbiasa dengan rasa khas dari gorengan tradisional.

"Opsi gorengan tanpa minyak ini tetap harus memegang tiga kunci: tidak hanya sebagai pilihan lebih sehat, tetapi juga enak dan terjangkau. Kita bahkan tidak terlalu membangun citra ‘sehat’ secara eksplisit dalam branding-nya, karena persepsi tentang makanan sehat itu bisa sangat subjektif. Namun dari sisi rasa dan harga, kami benar-benar mengaturnya agar bisa diterima,” ujarnya menegaskan.

Empat Varian Camilan: Molen, Risol, Keripik Tempe dan Ubi

Sebelum meluncurkan produk ke pasar, tim Gorangin melakukan riset dan uji coba terhadap berbagai jenis gorengan tradisional. Salah satu tantangan utama adalah proses memasak menggunakan air fryer yang menghasilkan tekstur berbeda dari metode menggoreng biasa. Akhirnya, dipilihlah empat varian awal yang mampu bertahan dalam uji cita rasa dan tekstur: molen (molennyaman), risol dengan isian wortel dan kentang (risol sama sisi), keripik tempe (Tempetizer), dan bola ubi (Ubi-ubi Manja).

“Di awal, sebenarnya kami memiliki daftar panjang gorengan. Tapi karena metode memasaknya dengan air fryer, kami harus memilih mana yang paling mendekati rasa aslinya. Kami tidak ingin terlalu banyak mengubah rasa, karena itu penting untuk menjaga keterikatan konsumen,” ujarnya.

Khusus untuk produk berbahan tempe, tim Gorangin mengaku menghadapi tantangan unik saat memilih beberapa camilan berbasis tempe untuk dijadikan produknya.

Mendoan misalnya, salah satu gorengan tempe paling popular ini, kata anggota tim Gorangin lainnya, ternyata tidak cocok diproses dengan air fryer karena perubahan rasa yang drastis. Oleh karena itu, dipilihlah varian keripik tempe (tempe chips) —yang diiris tipis dan dibumbui dengan rempah-rempah khas untuk mempertahankan rasa gurih yang disukai masyarakat.

“Tempe punya banyak potensi sebagai camilan. Tapi saat kami coba masak mendoan dengan air fryer, hasilnya terjadi perubahan drastis pada rasanya. Makanya kami beralih ke keripik tempe yang kami beri nama Tempetizer. Karena meskipun ada perubahan tekstur, rasanya tetap enak dan bisa diterima,” imbuhnya.

Lantas, apa pendapat Cherlie Andriani, Food Influencer yang sempat mencicipi camilan tanpa minyak tersebut? Ia menilai secara keseluruhan Gorangin berhasil menghadirkan sensasi makan gorengan yang lebih sehat tanpa mengorbankan rasa. “Solusi banget buat yang suka gorengan tapi nggak mau merasa terlalu bersalah,” kata Cherlie.

Tempetizer misalnya, rasanya renyah, mirip seperti tempe chips pada umumnya. Begitu juga dengan molennya. Meski agak beda dari molen yang digoreng dengan minyak, teksturnya, kata Cherlie, tetap renyah dan lembut. “Kalau blind test, mungkin nggak akan terlalu ketahuan bedanya,” imbuhnya.

Untuk bola ubi, Cherlie menilai rasanya juga enak dan beda dengan gorengan bola ubi yang kopong di dalamnya. “Ini dalamnya padat tapi lembut, manisnya juga pas dan terasa ubi yang dipilih kualitas tinggi. Kalau pastel, kulitnya masih agak tebal. Jadi, sebaiknya dibuat lebih tipis agar makin nikmat,” sarannya.

Arah ke Depan: Memperluas Akses Pilihan Sehat

Kehadiran gorengan tanpa minyak seperti Gorangin merupakan langkah penting di dunia kuliner saat ini. Apalagi kalau teknologi seperti air fryer terus berkembang di Indonesia, maka produksi camilan tanpa minyak ini bisa semakin efisien, cepat, dan terjangkau.

“Gorengan ‘kan makanan favorit masyarakat Indonesia, tapi kita juga tahu dampaknya buat kesehatan. Inovasi kayak Gorangin ini penting banget dan sangat bagus untuk mengajak masyarakat hidup lebih sehat dengan cara yang tetap nikmat,” ujar Cherlie.

Ia berharap hadirnya gorengan tanpa minyak ini bisa menjadi gaya hidup baru yang ke depannya bukan sekadar alternatif, tetapi bisa menjadi pilihan utama bagi yang ingin camilan lebih sehat. (Dd)

Sumber : Sumber Lain

Related Stories
Next Story
All Rights Reserved. Copyright @2019
Powered By Hocalwire