Ahli jelaskan beda Trigliserida dan Low-Density Lipoprotein tinggi
Sering terjadi kekeliruan pemahaman di masyarakat mengenai mana yang lebih berbahaya antara kadar Trigliserida tinggi dan Low-Density Lipoprotein (LDL) tinggi.

Sumber foto: Antara/elshinta.com.
Sumber foto: Antara/elshinta.com.
Sering terjadi kekeliruan pemahaman di masyarakat mengenai mana yang lebih berbahaya antara kadar Trigliserida tinggi dan Low-Density Lipoprotein (LDL) tinggi.
Ahli penyakit dalam dan kardiovaskular, Dr. dr. Birry Karim, Sp.PD., K-KV., menjelaskan bahwa meskipun profil lemak darah (lipid profile) menunjukkan angka Trigliserida, ancaman utama bagi pembuluh darah tetap adalah LDL.
"Sebetulnya untuk jantung, itu LDL. Tidak hanya jantung, tapi juga stroke," ujar Birry saat mengisi seminar kesehatan di Rumah Sakit Medistra, Jakarta, Selasa.
Kepala Departemen Kardiovaskular Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) itu menjelaskan beda ancaman utama dari kedua jenis lemak darah tersebut. Jika kadar Trigliserida sangat tinggi (biasanya di atas 400, 500, bahkan 1.000), risiko utamanya adalah Pankreatitis (radang pankreas).
Pankreatitis adalah kondisi serius karena dampaknya luas. Selain menyebabkan infeksi berat (sepsis), peradangan pada pankreas juga dapat menghambat kinerja usus, hingga mengganggu produksi insulin, yang secara medis dapat menyebabkan kenaikan signifikan pada kadar gula darah.
Oleh karena itu, meskipun fokus pencegahan penyakit kardiovaskular diarahkan pada penurunan LDL, kontrol Trigliserida agar tidak menjadi sangat tinggi, diperlukan juga untuk mencegah komplikasi yang fatal akibat gangguan metabolik.
Menurut Kementerian Kesehatan (2025), sekitar 800.000 orang di Indonesia meninggal akibat penyakit kardiovaskular setiap tahunnya. Badan kesehatan dunia atau WHO (2021) juga melaporkan bahwa tiga dari sepuluh penyebab kematian terbanyak di Indonesia merupakan kardiovaskular: stroke (140,8 per 100.000; peringkat 2), penyakit jantung iskemik (90,4; peringkat 3), dan penyakit jantung hipertensi (20,9; peringkat 8).
Dengan populasi Indonesia sekitar 286 juta orang, meningkatkan kesadaran masyarakat untuk menjaga kadar kolesterol jahat (LDL-C) serendah mungkin diperlukan untuk menurunkan risiko penyakit kardiovaskular.
Pasalnya, LDL-C dikenal sebagai “kolesterol jahat” karena dapat menumpuk di dinding pembuluh darah, memicu peradangan dan penyempitan, serta menjadi faktor utama penyakit kardiovaskular.
Birry Karim menyimpulkan bahwa pengendalian LDL adalah investasi jangka panjang. Dengan disiplin penuh dalam menjalani modifikasi gaya hidup dan rekomendasi medis, risiko kardiovaskular dapat diminimalisir.




