Top
Begin typing your search above and press return to search.

Kenali gejala anemia yang pengaruhi perkembangan saraf dan otak anak

Dokter Spesialis Anak lulusan Universitas Gadjah Mada dr. Devie Kristiani, Sp.A mengatakan terdapat sejumlah gejala Anemia Defisiensi Besi (ADB) yang seringkali tidak disadari orang tua dan dapat memengaruhi perkembangan saraf dan otak anak.

Kenali gejala anemia yang pengaruhi perkembangan saraf dan otak anak
X

Sumber foto: Antara/elshinta.com.

Dokter Spesialis Anak lulusan Universitas Gadjah Mada dr. Devie Kristiani, Sp.A mengatakan terdapat sejumlah gejala Anemia Defisiensi Besi (ADB) yang seringkali tidak disadari orang tua dan dapat memengaruhi perkembangan saraf dan otak anak.

“Anemia defisiensi besi bukan sekadar masalah kurang darah. Kondisi ini berdampak langsung pada perkembangan saraf dan otak," kata Devie dalam keterangan resmi di Jakarta, Kamis.

Wanita yang kini praktik di RS Bethesda Yogyakarta itu menjelaskan gejala anemia pada anak dapat dilihat dari wajah yang tampak pucat, mudah lelah, lesu, atau kurang aktif.

Gejala lain yang perlu diwaspadai meliputi berat badan sulit naik, pertumbuhan terlambat, penurunan nafsu makan, hingga kebiasaan memakan benda bukan makanan seperti tanah atau es batu (pica).

Penyebabnya pun beraneka macam seperti asupan makanan yang rendah zat besi, penyerapan zat besi yang tidak optimal, atau kehilangan darah akibat infeksi kronis.

Beberapa kelompok anak memiliki risiko lebih tinggi, seperti bayi prematur, anak dengan ibu yang mengalami anemia selama kehamilan, serta anak yang mengonsumsi Makanan Pendamping ASI (MPASI) rendah zat besi.

Faktor gaya hidup juga turut berkontribusi. Konsumsi teh, kopi, atau coklat dapat menghambat penyerapan zat besi di usus. Sebaliknya, penyerapan dapat ditingkatkan melalui konsumsi vitamin C dan susu pertumbuhan yang difortifikasi zat besi.

Mengutip sebuah studi, Devie mengingatkan bahwa anak yang terkena ADB berisiko memiliki skor kognitif, kemampuan psikomotor, serta konsentrasi yang lebih rendah dibanding anak dengan kadar zat besi yang cukup.

Hal ini berpengaruh pada kesiapan mereka belajar di sekolah dan performa akademik dalam jangka panjang.

Maka dari itu, dibutuhkan tindakan preventif dimulai dari rutin melakukan pengecekan status kecukupan zat besi dengan skrining atau deteksi dini dan mencukupi kebutuhan nutrisi yang kaya akan zat besi.

ADB juga dapat dicegah dan diatasi melalui langkah-langkah sederhana seperti mengombinasikan makanan sumber zat besi dengan sumber vitamin C yaitu jeruk, stroberi, tomat untuk meningkatkan penyerapan, memberikan suplemen zat besi sesuai rekomendasi tenaga kesehatan, terutama bagi anak prematur atau berisiko tinggi.

Cara lainnya yakni mengurangi konsumsi teh, kopi, atau coklat bersamaan dengan waktu makan, memastikan kecukupan nutrisi sehari-hari dan melakukan konsultasi secara rutin dengan dokter untuk memantau kecukupan nutrisi anak.

Medical & Scientific Affairs Director Sarihusada Dr. dr. Ray Wagiu Basrowi, MKK menyampaikan bahwa pihaknya berkomitmen pada penelitian berkelanjutan yang berfokus pada peningkatan status gizi anak Indonesia, termasuk publikasi ilmiah mengenai pemenuhan zat besi dan dampaknya terhadap tumbuh kembang.

Selain inovasi produk dan komitmen pada penelitian berkelanjutan, Sarihusada juga mengembangkan alat bantu digital ‘Kalkulator Zat Besi’ yang tersedia melalui platform seperti Alfagift dan website generasimaju.co.id.

Alat ini membantu orang tua menghitung kebutuhan zat besi harian anak dan melakukan deteksi awal terhadap risiko anemia defisiensi besi.

Data Survey Kesehatan Indonesia (SKI) 2023 menunjukkan bahwa 1 dari 4 anak Indonesia mengalami anemia.

Anemia defisiensi besi merupakan kondisi ketika tubuh kekurangan zat besi yang dibutuhkan untuk membentuk hemoglobin, yaitu protein penting dalam sel darah merah yang berfungsi mengangkut oksigen ke seluruh tubuh.

Sumber : Antara

Related Stories
Next Story
All Rights Reserved. Copyright @2019
Powered By Hocalwire