EVIDENT Institute diluncurkan untuk perkuat literasi ilmiah publik
EVIDENT Institute diluncurkan untuk jembatani kesenjangan antara akademisi dan masyarakat melalui penyajian pengetahuan ilmiah yang sederhana namun berintegritas.

Elshinta/ Rizky Rian Saputra
Elshinta/ Rizky Rian Saputra
Maraknya narasi yang tampak ilmiah namun tidak dapat dipertanggungjawabkan mendorong sejumlah ilmuwan membentuk EVIDENT Institute. Lembaga ini hadir untuk memproduksi pengetahuan ilmiah dengan bahasa yang sederhana, mudah dipahami, namun tetap berpegang pada integritas data.
Executive Director EVIDENT Institute, Rinatania Anggraeni Fajriani, mengatakan lembaganya berharap dapat menjadi penghubung antara kampus dan masyarakat. “Harapannya melalui EVIDENT Institute bisa membagikan pengetahuan secara ilmiah dengan bahasa yang sederhana. Ini dibutuhkan karena banyak pengetahuan yang meragukan karena ada jurang antara akademisi dan masyarakat biasa,” ujarnya dalam peluncuran EVIDENT Institute di Kopikina Cikini, Selasa (18/11).
EVIDENT Institute merupakan lembaga pemikir independen yang berfokus pada penguatan integritas dan bukti dalam ekosistem kebijakan dan data di Indonesia. Mengusung konsep ruang kolaboratif, lembaga ini menjembatani penelitian, teknologi, dan tata kelola agar pengambilan keputusan publik semakin berbasis data. EVIDENT juga menargetkan penyederhanaan narasi ilmiah lintas disiplin untuk mengurangi kebisingan informasi yang kerap muncul dari kajian yang tidak mendalam.
Peluncuran yang dikemas dalam Dialog Pendirian ini menghadirkan forum pertukaran gagasan tentang prinsip integritas, serta bagaimana inovasi digital dan tata kelola dapat dibangun melalui diskusi singkat dan terarah. Berbagai perspektif lintas ilmu pun ditampilkan dalam forum tersebut.
Para pembicara yang hadir di antaranya Prof. Dr. Purwo Santoso, M.A. dari Universitas Gadjah Mada (UGM), yang dikenal konsisten menekankan hubungan antara bukti, kekuasaan, dan kepercayaan publik. Hadir pula Dr. Andika Sidar, S.T.P., M.Bioteknologi dari UGM yang meneliti enzim pengurai sampah organik menjadi energi dan material baru, serta Dr. Aditya Kartadikaria dari Institut Teknologi Bandung (ITB), peneliti sensor lingkungan yang mempelajari bagaimana kebenaran ekologis dibangun dari data terukur.
Selain akademisi, dua praktisi juga turut memberikan perspektif. Haris Iskandar dari JEJAKIN memaparkan pentingnya verifikasi independen dalam data iklim, sementara Okvina Juita, pengusaha rendang dan pendiri SPPG Bayang, Sumatra Barat, membahas integritas operasional melalui standar, higiene, dan keamanan pangan dalam program publik.
Rinatania menilai keberagaman latar belakang pembicara menjadi bukti bahwa riset kampus dapat dipertemukan dengan kebutuhan praktis di masyarakat. Ia juga berharap EVIDENT dapat mendekatkan generasi muda, terutama Gen Z, pada dunia sains. Menurutnya, penyajian pengetahuan yang sederhana dapat membantu mengurangi kesan bahwa akademisi hanya berkutat dengan bahasa yang sulit dipahami.
Sementara itu, Abdul Luky Shofiul Azmi, Director of Law di EVIDENT Institute, menegaskan komitmen lembaga ini untuk memperkuat kerja sama dengan berbagai pihak. Ia mengatakan kolaborasi antara pemerintah, akademisi, industri, dan masyarakat diperlukan untuk mengembangkan kerangka komunikasi yang efektif dan relevan.
(Rizky Rian Saputra)




