Masa depan teknologi AI tetap harus manusiawi dibahas di UDINUS
Teknologi berkembang sangat cepat, tetapi arah penggunaannya harus tetap dikawal oleh nilai-nilai kemanusiaan, etika, dan tanggung jawab sosial.
Semarang - Perguruan tinggi memiliki peran strategis dalam mengarahkan pemanfaatan teknologi agar tetap berorientasi pada kemaslahatan manusia. Hal ini disampaikan Rektor UDINUS Prof. Dr. Pulung Nurtantio Andono, S.T., M.Kom saat seminar publik bertajuk “Beyond AI and Neurochip: Transhumanism – Transcending Humanity through Tech & Science” di Kampus UDINUS, Semarang, Senin (29/12).
Menurut Pulung perkembangan teknologi termasuk AI harus tetap dikawal oleh nilai kemanusiaan.
“Teknologi berkembang sangat cepat, tetapi arah penggunaannya harus tetap dikawal oleh nilai-nilai kemanusiaan, etika, dan tanggung jawab sosial. Inilah yang menjadi semangat utama dari seminar ini,” ujar Pulung.
Lebih lanjut Pulung menekankan pihaknya bersama mitra akademiknya menegaskan komitmen untuk terus mendorong literasi teknologi.
"Tidak hanya itu UDINUS juga akan memperkuat dialog publik, serta berkontribusi aktif dalam membangun ekosistem inovasi yang tidak hanya canggih secara teknologi, tetapi juga berakar pada nilai-nilai kemanusiaan" tutur Pulung.
Dalam kesempatan yang sama Head of CSID-PP sekaligus founder ITS Blockchain Center ITS Surabaya, Dr. Ir. Arman Hakim Nasution, M.Eng menambahkan bahwa tantangan teknologi masa depan tidak bisa diselesaikan oleh satu disiplin ilmu saja.
“Isu AI dan neuroteknologi menyentuh banyak aspek, mulai dari teknis, sosial, hukum, hingga budaya," kata Arman. Arman juga menekankan pentingnya kolaborasi disiplin ilmu agar inovasi dapat memberikan manfaat bagi masyarakat. "Karena itu, kolaborasi lintas disiplin menjadi kunci agar inovasi yang lahir benar-benar relevan dan bermanfaat," imbuh Arman.
Sementara itu, Pakar transhumanisme dan teknologi global Herbert R Shim menyoroti posisi strategis Indonesia dalam persaingan teknologi global. Ia membeberkan bahwa saat ini kurang dari sepuluh negara di dunia yang melakukan riset mengenai neurochip.
“Indonesia menjadi salah satu yang terdepan dalam hal penelitian teknologi mutakhir ini, jadi itu sangat bagus. Pada titik ini, dengan kolaborasi seperti Udinus dan ITS, kita mampu membina dan mengembangkan Indonesia menjadi kekuatan teknologi dunia,” ungkap Sim.
Figur global yang memiliki lebih dari 3 juta pengikut di berbagai platform media sosial ini juga mengajak peserta untuk tidak hanya terpesona oleh kecanggihan teknologi, tetapi juga memikirkan dampak jangka panjangnya terhadap kemanusiaan. “Pertanyaan terpenting bukan apa yang bisa dilakukan teknologi, melainkan bagaimana manusia memilih menggunakannya," tutur Sim.
Sim juga menekankan pentingnya diskusi terkait teknologi mutakhir agar masyarakat mampu memahami konsekuensi dari penggunaan teknologi tersebut. "Diskusi seperti ini penting agar masyarakat tidak hanya menjadi konsumen teknologi, tetapi juga memahami konsekuensi dan tanggung jawab di baliknya,” ujar Sim.
Herbert R. Sim sendiri dikenal sebagai sosok di balik sejumlah domain internet bertema transhumanisme dan teknologi, seperti Transhumanism.com (1997), GeneticsTechnology.com (2002), serta domain bernilai tinggi Neurochip.com (1999) — yang didaftarkan jauh sebelum teknologi neurochip berkembang, bahkan 11 tahun sebelum neurochip diperkenalkan oleh Naweed Syed pada 2010 dan 17 tahun sebelum Elon Musk mendirikan Neuralink pada 2016.
Pada kesempatan ini Universitas Dian Nuswantoro (UDINUS) bersama APTIKOM dan Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya menggelar seminar publik bertajuk “Beyond AI and Neurochip: Transhumanism – Transcending Humanity through Tech & Science” di Kampus UDINUS, Semarang, Senin (29/12). (*)




