Top
Begin typing your search above and press return to search.

Ambisi perdagangan inklusif dari Indonesia di APEC Gyeongju

Konferensi Tingkat Tinggi Kerja Sama Ekonomi Asia-Pasifik (APEC) di Gyeongju, Korea Selatan pada akhir Oktober menjadi sorotan dunia di tengah ketegangan geopoliitk dan tantangan ekonomi global.

Ambisi perdagangan inklusif dari Indonesia di APEC Gyeongju
X

Presiden Prabowo Subianto disambut oleh Presiden Korea Selatan Lee Jae-myung beserta istri Kim Keon-hee saat gala dinner dalam rangkaian KTT APEC 2025 di Gyeongju, Korea Selatan, Jumat (31/10/2025). ANTARA/HO-Biro Pers Setpres/Muchlis Jr/aa.

Konferensi Tingkat Tinggi Kerja Sama Ekonomi Asia-Pasifik (APEC) di Gyeongju, Korea Selatan pada akhir Oktober menjadi sorotan dunia di tengah ketegangan geopoliitk dan tantangan ekonomi global.

Di tengah kembalinya pemerintahan Donald Trump di Amerika Serikat dengan kebijakan “America First” serta perang dagang antara Washington dan Beijing, dunia menantikan bagaimana para pemimpin APEC dapat mencapai konsensus, terutama terkait perdagangan bebas.

Bukan sekadar pertemuan para pemimpin negara di kawasan Asia-Pasifik, forum ini juga menjadi panggung strategis bagi Indonesia untuk menunjukkan bahwa Indonesia siap untuk berperan lebih aktif dalam membentuk arah kebijakan ekonomi regional dan dunia.

APEC yang didirikan pada November 1989 ini, terdiri dari 21 negara anggota —Amerika Serikat, China, Jepang, Rusia, Kanada, serta negara-negara lain di Asia Tenggara dan Pasifik, termasuk Indonesia, Peru, dan Chile.

Ekonomi negara-negara anggota APEC mencakup sekitar 60 persen Produk Domestik Bruto (PDB) dunia dan hampir setengah perdagangan global.

Resmi ditutup pada 1 November, Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) APEC 2025 diakhiri dengan diadopsinya tiga dokumen Deklarasi Gyeongju, Inisiatif AI APEC, dan Kerangka Bersama APEC untuk Menanggapi Perubahan Demografi.

Deklarasi Gyeongju menekankan pentingnya kerja sama untuk perdagangan/investasi, digital/inovasi, dan pertumbuhan inklusif melalui tiga agenda utama APEC tahun 2025, yaitu "Terhubung, Berinovasi, dan Sejahtera."

Deklarasi tersebut juga memastikan kembali tanggapan bersama dan tekad kerja sama antara negara-negara anggota APEC untuk mendorong pertumbuhan teknologi inovatif seperti kecerdasan buatan (AI), perubahan struktur demografi karena penuaan usia penduduk, serta pertumbuhan ekonomi kawasan.

Deklarasi Gyeongju, untuk pertama kalinya sejak 2021, tidak lagi mencantumkan sistem perdagangan multilateral berbasis aturan dengan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) “sebagai intinya”. Hal ini mencerminkan semakin lebarnya perbedaan pandangan mengenai perdagangan di antara negara-negara ekonomi utama dunia.

Deklarasi APEC 2025 ini juga menjadi dokumen resmi deklarasi pemimpin ekonomi APEC pertama yang berisi mengenai kontribusi budaya dan industri kreatif dan pentingnya kerja sama terkait.

Sedangkan dokumen inisiatif AI APEC merupakan dokumen kesepakatan para pemimpin ekonomi APEC pertama terkait visi bersama AI yang berisi kebijakan dasar pemerintah serta arah kerja sama nyata terkait AI, salah satunya melalui pembangunan Pusat AI Asia Pasifik.

Lalu, Kerangka Bersama APEC untuk Menanggapi Perubahan Demografi berisi tantangan dan agenda bersama kawasan terkait perubahan demografi akibat penurunan jumlah kelahiran dan penuaan usia populasi.

Mendayung bersama WTO, komitmen perdagangan multilateral

Melanjutkan safari diplomatiknya di APEC, Presiden Prabowo Subianto menyadari betul bahwa solidaritas dan kepercayaan menjadi elemen penting agar mampu bertahan di derasnya arus konflik global yang mengancam stabilitas ekonomi.

Mengenang kembali semangat pertumbuhan ekonomi inklusif dan kerja sama multilateral saat APEC dibentuk, Presiden Prabwo mengingatkan agar Asia-Pasifik tidak boleh pasrah. Dia mengajak agar negara-negara anggota APEC terus menggerakkan dayung agar kapal bisa terus berjalan dan tidak terjebak di arus kuat ketidakpastian global.

Kendati pada akhirnya, dalam Deklrasi Gyeongju, para pemimpin APEC tidak lagi mencantumkan WTO sebagai inti perdagangan multilateral, Presiden Prabowo tetap berpegang pada komitmen Indonesia akan kerja sama ekonomi multilateral yang terbuka, adil, dan inklusif.

Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira, mengakui bahwa sebenarnya memang ada pelonggaran terhadap aturan perdagangan multilateral seperti WTO.

Selain itu, bagi Indonesia sendiri, keberadaan WTO problematis karena beberapa kebijakan nasional seperti pelarangan ekspor bijih nikel untuk hilirisasi digugat di WTO oleh negara Eropa.

Di satu sisi, biaya kerjasama perdagangan akan mahal jika kesepakatan bersifat bilateral. Perang dagang yang disebabkan oleh Amerika Serikat melalui tarif resiprokal, membuktikan bahwa unilateralisme atau kesepakatan sepihak AS akan merugikan negara lain, termasuk Indonesia.

Namun, menurut Bhima, alih-alih meninggalkan WTO, hal penting yang perlu dilakukan adalah mendorong reformasi WTO agar berpihak ke negara produsen dan negara berkembang dengan perimbangan suara dalam keputusan sengketa dagang.

WTO sebagai organisasi yang menaungi aturan perdagangan global, berperan dalam memastikan negara-negara anggota dapat bertransaksi dengan aman dan transparan.

WTO menjadi landasan utama dalam menjaga kelancaran dan keberlanjutan perdagangan internasional karena sistem perdagangan multilateral memungkinkan negara-negara menurunkan tarif dan hambatan perdagangan secara bersamaan.

Presiden Prabowo sangat memahami peranan krusial yang dipegang oleh WTO, terutama di tengah gejolak ekonomi dunia saat ini.

Oleh karena itu, Presiden Prabowo, pada sesi pertama APEC Economic Leaders’ Meeting (AELM), tanpa ragu menyuarakan bahwa Indonesia berkomitmen pada sistem perdagangan multilateral berbasis aturan dengan WTO sebagai inti, guna memastikan bahwa setiap orang berkompetisi pada tingkat yang sama.

Presiden mengingatkan bahwa pertumbuhan ekonomi yang eksklusif hanya akan menciptakan perpecahan dan instabilitas. Jika anggota APEC ingin membangun masa depan bersama, maka fondasinya adalah inklusivitas dan keberlanjutan.

Memetik AI dengan kolaborasi APEC

Dengan menjadikan APEC sebagai momentum untuk membangkitkan kesadaran akan pentingnya kerja sama internasional dalam menekan kejahatan lintas batas, Presiden menyoroti bahwa penyelundupan, korupsi, perdagangan narkotika, dan perjudian daring dapat merugikan ekonomi nasional.

Presiden kemudian mengemukakan fakta bahwa Indonesia kehilangan 8 miliar dolar AS setiap tahun akibat aliran dana keluar melalui perjudian daring atau judi online.

Pernyataan tersebut bukan semata-mata untuk mengungkap kelemahan yang ada di dalam diri Indonesia. Bukan pula berarti Indonesia lambat dalam adopsi dan inovasi teknologi, melainkan Indonesia sedang dalam proses menyesuaikan diri dan memperkuat kapasitas teknologi untuk menghadapi tantangan global.

Dalam konteks memanfaatkan era baru yang ditandai dengan kemajuan teknologi tinggi, khususnya melalui kecerdasan buatan (AI), Indonesia mendorong Human-Centered AI.

Istilah Human-Centered AI merujuk pada pendekatan pengembangan kecerdasan buatan yang menempatkan manusia sebagai pengendali utama dalam proses pengambilan keputusan, untuk memastikan aspek etika dan tanggung jawab dalam pemanfaatan AI.

Di hadapan para pemimpin dunia, Presiden Prabowo dengan bangga menyampaikan bahwa Indonesia kini mulai memetik hasil nyata dari penerapan kecerdasan buatan di sektor pertanian.

Berkat penggunaan teknologi modern, pertanian presisi, dan AI, membuat Indonesia dapat meningkatkan produktivitas pangan nasional tertinggi sejak kemerdekaan, hingga mencapai swasembada beras dan jagung.

Seiring dengan itu, Bhima mengingatkan bahwa kerjasama pengembangan teknologi khususnya AI harus dibarengi dengan dua kunci utama.

Pertama, penguatan infrastruktur digital karena dibutuhkan data center, hingga koneksi internet yang stabil dan merata. Menurutnya, negara-negara maju di APEC bisa mendorong investasi di sektor infrastruktur digital.

Kedua, pelatihan bagi sumber daya manusia di dalam negeri tidak hanya memanfaatkan booming AI, tapi juga bisa menciptakan AI dalam berbagai sektor khususnya ekonomi kreatif, industri manufaktur, dan pertanian.

Menerjemahkan APEC

Kehadiran Indonesia dalam forum APEC bukan sekadar partisipasi formal, melainkan pernyataan tegas tentang peran strategisnya sebagai kekuatan ekonomi menengah yang semakin diperhitungkan di Asia-Pasifik.

Indonesia membuktikan diri tidak hanya sebagai pemain ekonomi yang kompetitif, tetapi juga sebagai pemimpin yang mendorong agenda kawasan inklusif dan berkelanjutan. Indonesia tetap teguh memegang prinsip perdagangan multilateral dan aktif mendorong reformasi WTO agar tercipta sistem perdagangan global yang adil, transparan, dan inklusif.

Sejalan dengan visi Indonesia Emas, Indonesia juga berupaya menyeimbangkan langkahnya dengan pesatnya kemajuan teknologi dengan menempatkan inovasi teknologi serta kerja sama lintas batas sebagai salah fondasi pertumbuhan yang berkualitas.

Partisipasi Indonesia di APEC tidak sebatas untuk memperkuat posisi dan citra Indonesia di kancah internasional, tetapi juga untuk menegaskan bahwa Indonesia sangat bijak dalam menyikapi ketidakstabilan global

Indonesia menunjukkan diri sebagai negara yang tidak hanya fokus menumbuhkan perekonomiannya sendiri, tapi juga siap memainkan peran utama di panggung dunia dengan mengulurkan tangannya kepada negara-negara yang berada di kawasan Asia-Pasifik.

Indonesia juga menunjukkan sebagai mitra dagang yang adaptif dan mampu menyeimbangkan pertumbuhan ekonomi dengan teknologi, menjaga keberlanjutan, sembari tetap berpijak pada aturan internasional.

Sumber : Antara

Related Stories
Next Story
All Rights Reserved. Copyright @2019
Powered By Hocalwire