Top
Begin typing your search above and press return to search.

Di balik Sidang Majelis Umum PBB, ada solusi dua negara Prabowo-Trump

Di balik Sidang Majelis Umum PBB, ada solusi dua negara Prabowo-Trump
X

Menteri Luar Negeri Sugiono (tengah, atas) saat berbicara pada 'Annual Ministerial Meeting on UNRWA' yang berlangsung di sela Sidang ke-80 Majelis Umum PBB di Markas Besar PBB di New York, Amerika Serikat, Kamis (25/9/2025). (ANTARA/Kuntum Riswan)

Desakan Indonesia untuk mewujudkan perdamaian di Palestina, terutama Gaza, tidak berhenti pada sesi Debat Umum Sidang Majelis Umum ke-80 PBB, tetapi juga dalam berbagai moment setelah itu.

Pada sore hari, 23 September, Presiden Prabowo bersama sejumlah pemimpin negara-negara Arab, melakukan pertemuan multilateral dengan Presiden AS Donald Trump. Pertemuan ini dicetuskan Amerika Serikat mendadak, hanya berselang beberapa hari saja sebelum konferensi mengenai Palestina berlangsung.

Pertemuan tersebut hanya dihadiri secara terbatas oleh negara-negara yang dipandang Trump memiliki pengaruh besar dan kontribusi nyata bagi upaya perdamaian kawasan. Selain Indonesia dan Amerika Serikat, ada Qatar, Yordania, Turki, Pakistan, Mesir, Uni Emirat Arab, serta Arab Saudi.

Trump memang diketahui dekat dengan Benjamin Netanyahu, bukan hanya karena posisinya sebagai Kepala Otoritas Israel, tapi juga secara pribadi.

Merujuk pada pidatonya di sesi Debat Umum, Netanyahu bersikeras bahwa pihaknya hanya menargetkan Hamas, dia menolak klaim PBB yang menyebut Israel menjadikan kelaparan sebagai senjata perang meski ratusan hingga ribuan truk makanan untuk masyarakat Gaza terparkir di pintu masuk wilayah kantong tersebut.

Di tengah kemajuan teknologi, raksasa teknologi yang bermarkas di negaranya, bahkan dengan platform Truth Social miliknya, mungkin hanya segelintir yang tahu bagaimana “dunia” Trump berputar, terbatas pada gelembung yang dia ciptakan sendiri atau orang terdekatnya, termasuk Netanyahu.

Dengan Trump mendengar langsung dari negara-negara Arab dan Islam —yang tentu tidak pernah setuju atas tindakan genosida zionis Israel, pendudukan di beberapa wilayah Palestina, pembiaran kelaparan, pembunuhan warga sipil, hingga upaya pencaplokan Tepi Barat— diharapkan Trump mendapat sudut pandang lain bahwa situasi di Gaza sangat mengenaskan, tak lagi layak huni.

Prabowo, terutama sejak menjabat sebagai Presiden RI, telah menegaskan komitmen Indonesia dalam mendukung perdamaian di Palestina melalui Solusi Dua Negara. Kutipan lengkapnya mengenai Solusi Dua Negara pada sesi Debat Umum SMU PBB adalah:

“Kita harus memiliki Palestina yang merdeka, tetapi kita juga harus, kita juga harus mengakui, kita juga harus menghormati, dan kita juga harus menjamin keselamatan dan keamanan Israel. Hanya dengan begitu kita bisa memiliki perdamaian sejati, perdamaian yang nyata, tanpa kebencian dan tanpa kecurigaan. Satu-satunya solusi adalah solusi dua negara.”

Merujuk “solusi dua negara”, berarti solusi bagi penyelesaian atas konflik antara Israel dan Palestina adalah kedua belah pihak hidup berdampingan sebagai dua negara merdeka dan berdaulat.

Solusi dua negara ini bermula dari Resolusi PBB 181 pada 1947 yang membagi wilayah Palestina menjadi dua negara: satu negara Arab, satu Yahudi dengan Yerusalem ditempatkan di bawah rezim internasional khusus. tertentu. Israel menyetujui, tapi negara-negara Arab dan Palestina menolak.

Lalu, dikarenakan pembagian wilayah tak kunjung disepakati, pada 1993–1995, terbentuklah Kesepakatan Oslo. Pertama kali Israel dan Otoritas Palestina sepakat untuk negosiasi menuju dua negara, dan didukung oleh PBB serta negara-negara besar.

Puluhan tahun berlalu, pembahasan mengenai implementasi Solusi Dua Negara terus berlanjut. Termasuk melalui New York Declaration pada 12 September lalu yang disepakati oleh 142 dari total 193 negara anggota PBB. Pasca pertemuan Trump dengan pemimpin negara-negara Islam dan Arab, muncul proposal Trump untuk Gaza.

Proposal tersebut mengamanatkan penghentian permusuhan, perlucutan senjata seluruh kelompok bersenjata di Gaza, dan penarikan bertahap Israel dari wilayah kantong yang hancur akibat perang tersebut, yang akan diperintah oleh otoritas teknokratik di bawah pengawasan badan internasional yang dipimpin oleh Presiden AS.

Kelompok perlawanan Palestina, Hamas, menyetujui secara garis besar isi dari proposal tersebut pada 4 Oktober. Kendati demikian, Hamas menyatakan bahwa detail dari rencana tersebut masih harus didiskusikan lebih lanjut. Solusi dua negara mungkin menjadi solusi paling ideal untuk diimplementasikan demi perdamaian di kawasan, mengingat sebagian besar negara anggota PBB telah menyetujuinya.

Jika, proposal Trump untuk Gaza masih belum sempurna, masih belum mengakomodir arti adil bagi rakat Palestina, terutama Gaza, ini momentum yang tepat untuk menambahkannya. Namun satu hal, menghukum Israel terutama Netanyahu yang menjadi pemimpin genosida di Gaza, beserta pasukan pendukungnya, adalah sebuah keharusan.

Komisi Penyelidikan Internasional Independen PBB telah menyatakan bahwa Israel telah melakukan genosida di Israel.

Integrated Food Security Phase Classification (IPC) pada Agustus 2025 telah resmi mendeklarasikan bahwa lebih dari setengah juta orang di Gaza terjebak dalam kondisi kelaparan, yang ditandai dengan kelaparan massal, kemiskinan ekstrem, dan kematian yang sebenarnya dapat dicegah.

Tidak boleh dilupakan fakta bahwa Israel yang memberlakukan blokade di Gaza, rumah bagi hampir 2,4 juta orang, selama hampir 18 tahun—adalah sebuah fakta. Tidak boleh dilupakan bahwa sejak Oktober 2023, pengeboman Israel yang telah menewaskan hampir 66.300 warga Palestina dengan sebagian besar wanita dan anak-anak—adalah sebuah fakta.

Tidak boleh dilupakan bahwa wilayah Gaza kini sudah tidak layak huni dengan penyakit yang menyebar dengan cepat—adalah sebuah fakta. Tidak boleh dilupakan bahwa tentara Israel yang berupaya mencegat Global Sumud Flotilla yang merupakan kapal pembawa bantuan kemanusiaan untuk Gaza—adalah sebuah fakta.

Refleksi di Sidang Majelis Umum ke-80 PBB

Indonesia tidak hanya hadir selama dua hari pada rangkaian Pekan Tingkat Tinggi SMU PBB. Hampir satu minggu, Indonesia, melalui Menteri Luar Negeri Sugiono beserta jajarannya, disibukkan dengan beragam agenda PBB maupun aneka pertemuan lainnya yang digelar di sela-sela sidang tahunan itu.

Nama Indonesia, terutama Presiden Prabowo Subianto sepertinya tengah naik daun. Presiden sejak resmi menjabat, memang sangat aktif melaksanakan diplomasi luar negeri.

Tak heran, jika Indonesia menerima sekitar 258 tawaran pertemuan selama sesi Pekan Tingkat Tinggi sidang PBB yang berlangsung pada 22-27 September. Namun, setelah mengurasi dengan menimbang sejumlah hal seperti prioritas dan lokasi pertemuan, maka Kementerian Luar Negeri memilih untuk menjalankan sekitar 200 pertemuan saja.

Menlu Sugiono di antaranya menghadiri pertemuan yang menandatangani Deklarasi Pelindungan Pekerja Kemanusiaan, pertemuan untuk membahas Gaza setelah upaya perdamaian terwujud, pertemuan dengan G20, UNRWA, hingga BRICS. Pejabat Kemlu juga menghadiri pertemuan dengan G77 dengan OKI.


Sejumlah pertemuan bilateral dengan Ekuador, Angola, Venezuela, Honduras, hingga Maladewa juga terjadi. Menlu Sugiono merefleksikan kehadiran Indonesia di Markas Besar PBB itu sebagai momentum untuk memperkuat diplomasi yang ingin menjadi sahabat bagi semua negara.

Merujuk pada prinsip Presiden Prabowo “seribu teman terlalu sedikit, satu musuh terlalu banyak,” Sugiono menekankan bahwa Indonesia tetap berpegang pada prinsip bahwa kita ingin menjadi sahabat dan teman bagi semuanya dan tidak ingin punya musuh.

Banyaknya pertemuan yang dihadiri Indonesia selama SMU PBB, semakin menguatkan bahwa prinsip dasar kebijakan luar negeri yang diusung Indonesia adalah politik bebas aktif. Bebas berarti Indonesia tidak memihak kekuatan besar mana pun atau blok kekuasaan global mana pun.

Terbukti dengan kehadiran Indonesia pada sejumlah forum di SMU dengan kelompok BRICS dan G20 yang memiliki sejumlah perbedaan prinsip. Hubungan dengan negara-negara Arab juga terjaga dengan kehadiran Indonesia pada forum OKI.

Aktif berarti Indonesia aktif berperan dalam menjaga perdamaian dunia, memperjuangkan keadilan, menyelesaikan konflik internasional, dan ikut serta dalam organisasi global. Diwujudkan dengan komitmen penuh untuk perdamaian di Palestina, serta kehadiran pada forum UNRWA yang menekankan pentingnya dukungan politik terhadap badan bantuan PBB.

“Politik luar negeri kita hendaknya ditujukan kepada perdamaian dunia yang berdasarkan kemerdekaan dan keadilan sosial… Kita mendayung di antara dua karang,” demikian bunyi kutipan pidato Wakil Presiden pertama Indonesia Mohammad Hatta berjudul Mendayung di Antara Dua Karang

Mengutip isi pidato Hatta yang menjadi cikal bakal diplomasi Indonesia, pemerintah sangat patut diacungi jempol atas upaya mewujudkan kemerdekaan bagi Palestina. Jika ada hal yang perlu ditambahkan, adalah upaya mewujudkan keadilan sosial bagi rakyat Gaza.

Merujuk keputusan Mahkamah Pidana Internasional (ICC) yang mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Netanyahu dan mantan Kepala Pertahanannya Yoav Gallant atas tuduhan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan di Gaza, serta gugatan genosida Mahkamah Internasional (ICJ) atas perang yang dilancarkan di Gaza, maka kedua nama itu harus ditangkap dan diadili.

Memang benar bahwa Indonesia tidak memiliki wewenang untuk menghukum pihak asing. Namun, sama dengan upaya tak kenal lelah untuk mewujudkan Solusi Dua Negara, maka tidak ada salahnya untuk tak kenal lelah juga untuk mewujudkan keadilan bagi rakyat Palestina.

Ingat saja bahwa dulu Indonesia berdiri bersama segelintir negara-negara yang mengakui kemerdekaan Palestina. Ingat saja bahwa berkat suara dan tekanan politik, yang juga berasal dari Indonesia, negara-negara di Eropa pada momentum SMU PBB ini, sudah mulai mengakui Palestina sebagai sebuah negara secara resmi.

Sumber : Antara

Related Stories
Next Story
All Rights Reserved. Copyright @2019
Powered By Hocalwire