Top
Begin typing your search above and press return to search.

Kisah Taufiq, menolong penyintas banjir Sumut berbekal pengalaman respon kebencanaan dunia

Ketika banjir bandang dan tanah longsor menerjang Sumatera Utara, Komandan Respon Penyelamatan dan Kedaruratan BAZNAS Tanggap Bencana (BTB), Taufiq Hidayat, tidak datang dengan pengetahuan teoretis semata. Ia membawa serta pengalaman global dari medan bencana paling berat di dunia

Kisah Taufiq, menolong penyintas banjir Sumut berbekal pengalaman respon kebencanaan dunia
X

Sumber foto: Istimewa/elshinta.com.

Ketika banjir bandang dan tanah longsor menerjang Sumatera Utara, Komandan Respon Penyelamatan dan Kedaruratan BAZNAS Tanggap Bencana (BTB), Taufiq Hidayat, tidak datang dengan pengetahuan teoretis semata. Ia membawa serta pengalaman global dari medan bencana paling berat di dunia: dari gempa Myanmar, krisis kemanusiaan Rohingya, gempa Turki-Suriah, hingga bantuan kemanusiaan untuk Palestina via Mesir.

“Setiap bencana memiliki tantangan unik, tapi esensi kemanusiaan dan prinsip respon darurat tetap sama: ketepatan, kecepatan, dan empati,” ujar Taufiq, saat ditemui di Dapur Umum BAZNAS RI di Tapanuli Tengah, Kamis (4/12/2025), sambil mengawasi distribusi ratusan bungkus makanan panas untuk pengungsi.

Perjalanan Taufiq dalam dunia kemanusiaan dimulai dari tanggung jawab berat di level nasional, seperti penanganan pemulasaraan jenazah COVID-19 di Wisma Atlet Kemayoran, Jakarta. Pengalaman itu mengasah mentalnya menghadapi tekanan ekstrem. Kemudian, ia melanglang buana ke berbagai krisis internasional. Di kamp pengungsi Rohingya, Bangladesh, ia belajar mengelola logistik dalam skala besar di tengah keterbatasan infrastruktur. Di puing-puing gempa Turki, ia memahami kompleksitas search and rescue serta rehabilitasi pascabencana.

Pengalaman global itu kini diterapkannya di Tapanuli. Ia memimpin tim yang terdiri dari Sukamto, Septo P, dan personel lokal, menempuh perjalanan dua hari dari Bandara Silangit menuju lokasi bencana yang terisolasi. Medan berat dengan akses jalan dan jembatan putus dihadapi dengan strategi yang terukur.

“Prinsip yang saya pegang dari respon bencana internasional adalah needs assessment yang cepat dan adaptif. Di sini, kami segera identifikasi titik kritis: logistik makanan dan air bersih, lalu komunikasi,” jelasnya.

Berdasarkan assessment itu, beberapa dapur umum segera didirikan. Di Desa Tandihat, Tapanuli Selatan, dapur umum di PTPN 5 Simarpinggan mampu memproduksi 1.950 bungkus makanan per hari untuk 630 jiwa pengungsi. Di Masjid An-Nursina, Tapanuli Tengah, dapur umum menyiapkan 600 bungkus per produksi. Operasi ini dijalankan dengan disiplin operasional tinggi, membagi tim antara yang berbelanja bahan baku di Pasar Sibolga, yang memasak, dan yang mendistribusikan.

Namun, tantangan terberat yang dihadapi adalah blackout komunikasi total—masalah yang juga sering ia temui di zona bencana internasional. Dengan pengalamannya, Taufiq segera menginisiasi solusi teknologi: mendatangkan perangkat internet satelit Starlink dari Jakarta.

“Koneksi adalah urat nadi koordinasi. Di Turki atau di kamp pengungsi, kami juga bergantung pada solusi alternatif saat infrastruktur hancur. Starlink adalah pilihan tepat di sini karena independen dari BTS yang rusak,” paparnya. Kendala berikutnya, yaitu pasokan listrik untuk genset, juga diantisipasi dengan logistik bahan bakar yang direncanakan matang, meski harus berhadapan dengan antrean panjang di SPBU.

Jiwa kepemimpinannya tak hanya ditempa oleh pengalaman lapangan global, tetapi juga oleh pembentukan karakter di dalam negeri. Taufiq adalah salah satu dari 500 ‘zakat warrior’ BAZNAS yang menjalani Diklat Bela Negara di Rindam Jaya, Jakarta—sebuah program yang menyatukan disiplin spiritual pesantren dengan disiplin kebangsaan ala militer.

“Diklat itu adalah dialektika. Ia mengkristalkan mental kami sebagai amil yang tidak hanya shalih secara individu, tetapi juga mushlih (reformis) secara sosial, siap bertarung melawan ‘musuh’ berupa kemiskinan dan penderitaan,” ujar Taufiq, yang menjadi personifikasi dari sintesis baru BAZNAS: amil berotot kawat, bertulang besi, berhati Qurani.

Ketua BAZNAS RI, Prof. Dr. KH. Noor Achmad, MA., dalam berbagai kesempatan menekankan pentingnya membangun amil yang tangguh secara mental dan fisik. Taufiq adalah bukti nyata dari visi tersebut. Perpaduan antara pelatihan karakter ala bela negara dan pengalaman internasional menjadikannya pemimpin lapangan yang tenang, strategis, dan berintegritas di tengah chaos.

Perjuangannya di Sumut adalah babak baru dari perjalanan panjang seorang ‘prajurit filantropi’. Ia membuktikan bahwa ilmu dan pengalaman dari gempa Turki hingga krisis Rohingya dapat diterjemahkan secara konkret untuk menyelamatkan saudara sebangsa di Tapanuli. Dari garis depan kemanusiaan global hingga pelosok bencana di Indonesia, Taufiq dan para ‘zakat warrior’ BAZNAS terus menuliskan kisah heroisme baru: patriotisme yang diwujudkan dengan aksi nyata menolong sesama, kapan pun dan di mana pun.

Sumber : Radio Elshinta

Related Stories
Next Story
All Rights Reserved. Copyright @2019
Powered By Hocalwire