Sikapi dugaan ijazah palsu Asrul Sani, massa AMPK datangi MK
Sejumlah massa yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Pemantau Keadilan (AMPK) menggelar aksi unjuk rasa di depan Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, menuntut Hakim Konstitusi Arsul Sani untuk segera mundur dari jabatannya.

Sumber foto: Istimewa/elshinta.com.
Sumber foto: Istimewa/elshinta.com.
Sejumlah massa yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Pemantau Keadilan (AMPK) menggelar aksi unjuk rasa di depan Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, menuntut Hakim Konstitusi Arsul Sani untuk segera mundur dari jabatannya.
Tuntutan tersebut disampaikan sebagai bentuk desakan moral dan etika publik, menyusul dugaan penggunaan ijazah doktor hukum ilegal yang disebut diperoleh dari Universitas Collegium Humanum, Warsaw Management University, Polandia, pada tahun 2023.
“Kami hadir di Mahkamah Konstitusi untuk menyatakan sikap agar Arsul Sani mundur dari jabatannya sebagai bentuk pertanggungjawaban moral seorang pejabat publik,” kata Edi, Koordinator Lapangan aksi, dalam pernyataannya di lokasi, Kamis (13/11).
Dalam pernyataan resminya, aliansi tersebut menyoroti bahwa Collegium Humanum–Warsaw Management University kini tengah diselidiki oleh lembaga antikorupsi Polandia (Central Anti-Corruption Bureau/CAB), yang menemukan adanya praktik jual beli ijazah palsu di universitas tersebut.
Beberapa pimpinan dan pejabat universitas dilaporkan telah ditangkap, termasuk pro-rektor, dalam kasus yang disebut sebagai skema kriminal terorganisir.
Aliansi menilai, dugaan penggunaan ijazah dari institusi yang bermasalah itu mencederai integritas Mahkamah Konstitusi dan berpotensi menurunkan kepercayaan publik terhadap lembaga peradilan konstitusional tertinggi di Indonesia.
“Praktik penggunaan ijazah ilegal atau palsu sangat tidak dibenarkan secara hukum. Ini juga bisa termasuk tindak pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 263 KUHP tentang pemalsuan surat, serta sejumlah pasal dalam UU Nomor 1 Tahun 2023 dan UU ITE,” ujar Edi membacakan pernyataan sikap.
Selain menuntut pengunduran diri Arsul Sani, massa juga meminta aparat penegak hukum untuk mengusut tuntas dugaan penggunaan ijazah palsu tersebut agar keadilan dapat ditegakkan secara transparan.
Aliansi menegaskan, penyelesaian kasus ini penting bukan hanya untuk menegakkan supremasi hukum, tetapi juga untuk menjaga kehormatan Mahkamah Konstitusi sebagai lembaga penjaga konstitusi dan keadilan hukum di Indonesia.
“Kami meminta aparat hukum bertindak tegas. Kasus ini tidak boleh dibiarkan karena menyangkut marwah lembaga negara,” tegas Edi.
Pantauan di lapangan menunjukkan aksi berlangsung dengan tertib dan damai. Massa membawa sejumlah spanduk dan poster bertuliskan tuntutan pengunduran diri Arsul Sani serta seruan pembersihan lembaga peradilan dari dugaan pelanggaran etik dan hukum.
Hingga siang hari, perwakilan aliansi masih menyampaikan orasi secara bergantian di depan Gedung MK sambil menunggu tanggapan resmi dari pihak Mahkamah Konstitusi.
Sementara itu sebelumnya seperti dikutip dari www.gebrak.id, menanggapi isu ini, Arsul Sani memberikan respons terkait perjalanan studi doktoralnya. Pada tahun 2011, Arsul Sani memulai program professional doctorate bidang justice, policy, and welfare studies yang merupakan program doktor by research di Glasgow Caledonian University (GCU), Skotlandia.
"Seperti program Ph.D, program doktoral tersebut dibagi atas dua tahap. "Stage One" tahap kuliah-kuliah dan assignment, serta "Stage Two" riset dan penulisan disertasi," kata Arsul Sani, Kamis (22/10/2025).
Akhir tahun 2012, Arsul Sani mengaku menyelesaikan Stage One, dan mulai 2013 memasuki Stage Two, dengan membuat proposal disertasi tentang "Civil Justice Reform (A plan to reform civil procedure rules in Indonesia".
Karena terpilih menjadi anggota DPR RI periode 2014-2019, dan mulai menjalankan tugas-tugas di parlemen, akhirnya riset dan penulisan disertasi Arsul Sani menjadi tertunda-tunda. Apalagi setelah bertugas sebagai Panja RKUHP dan Pansus RUU Terrorisme.
"Pertengahan tahun 2020, karena waktu tersisa di GCU tinggal sedikit, meski sudah cuti studi, dengan model transfer program doktor, saya mendaftar di Collegium Humanum (CH), Warsaw Management University, untuk program doctor of laws (LL.D)," jelas Arsul Sani.
Sebelum mendaftar, lanjut Arsul Sani, CH dicek ada dalam database perguruan tinggi di website Kemendikbud RI (nama waktu itu), dan ditanyakan ke Kedubes Polandia di Jakarra, dengan keterangan CH adalah sebuah universitas swasta yang terdaftar di Kementerian Pendidikan Polandia.
Oleh karena merupakan program doktor transfer, Arsul Sani tidak diwajibkan mengikuti perkuliahan. Namun demikian beberapa kali kuliah qualitative research methods tetap diikutinya sambil memulai riset dan penulisan disertasi.
Lantaran bersamaan dengan pandemi Covid-19 yang melanda dunia di pertengahan 2020, maka semua program dilakukan dengan daring (online), tidak ada lagi program "campus resident/visit period". "Hal ini karena dilakukannya pembatasan bepergian yang diterapkan banyak negara," ungkap Arsul Sani.




