Elshinta.com - Banyak pihak sudah memprediksi bahwa produk-produk custom akan lebih disukai oleh konsumen di masa depan, bahkan kecenderungannya sudah dimulai sejak beberapa tahun terakhir. Konsumen sudah merasa bosan dengan mass product dan cenderung lebih suka dengan barang-barang yang sesuai dengan kepribadian atau selera mereka.
Laporan dari lembaga riset Forrester berjudul Mass Customization Is (Finally) The Future Of Products menyebutkan bahwa tren ini sudah diprediksi oleh Alfin Toffler, penulis sekaligus pengusaha Amerika sejak 1970.
Kecenderungan konsumen yang menyukai barang-barang yang sifatnya personal ini membuka peluang bisnis untuk produk-produk custom. Salah satu yang sudah menggarap dengan serius peluang usaha ini adalah Wusda Hetsa Ribawa, pria 33 tahun, pendiri Rumah Custom.
Sejak dua tahun lalu ia mulai membangun platform website yang menyediakan layanan untuk membuat produk-produk custom. Ada sekitar 20 produk yang bisa dikustomisasi seperti kaos, topi, mug, tumbler, flashdisk, tas, uang elektronik (emoney), sampai bantal untuk tidur.
Potensi pasar yang besar
Menurut pria yang menggagas Gerakan 1 Juta Pengusaha Pada 2020 (One In Twenty) ini, prospek bisnis custom cukup besar. Berdasarkan riset yang ia pelajari dari berbagai sumber, puncaknya akan ada di tahun 2020.
“Memang diprediksi barang-barang personalisasi itu (prospek bisnisnya) besar sekali, kurang lebih 19 milyar dollar market sizenya,” kata Wusda. Ia menambahkan, market size sebesar itu baru pada aspek produk digital printing, belum termasuk pada produk custom lainnya seperti pada bidang kriya, kikir, laser, anyaman atau kustomisasi yang berbentuk konvensional.
Wusda, sebenarnya sudah mulai bisnis merchandise ini sejak lima tahun sebelumnya, namun hanya untuk skala besar. Kliennya adalah perusahaan-perusahaan atau institusi yang membutuhkan merchandise untuk promo atau souvenir aneka kegiatan. Namun, seiring perjalanan usahanya, permintaan dalam jumlah sedikit pun meningkat.
Dari sana ia mulai menggarap secara serius bisnis merchandise custom dalam jumlah yang terbatas. Pelanggan bisa mengunggah desain produk yang sudah mereka punya atau membuatnya secara langsung menggunakan merchandise design studio yang sudah tersedia di dalam website .
Memberi kebebasan pada pelanggan
Pelanggan bisa memasukan gambar, memotongnya dan menggabungkannya dengan teks sesuai dengan yang mereka mau. Hal ini memberikan pengalaman tersendiri bagi setiap pelanggan untuk dapat membuat produk sesuai dengan desain yang mereka inginkan. Selain itu, disediakan pula ratusan template berbagai tema yang bisa pengguna pilih untuk kebutuhan desain mereka.
Namun, setelah dievaluasi, cara seperti ini menurut Wusda tidak berjalan sesuai dengan yang diharapkan. Ternyata tidak mudah mengajarkan para pelanggan untuk membuat produk custom seperti yang mereka inginkan di website.
“Padahal tutorial dalam bentuk tulisan maupun video sudah dibuat,” ujarnya. Ia menyadari bahwa ada beberapa tingkatan kesulitan memesan produk custom bila dibandingkan dengan memesan produk biasa. Kesulitan itu seperti memilih produk, melihat spesifikasi bahan, sampai mengedit yang melibatkan pemilihan teks, gambar dan warna.
Baca juga: StickEarn, layanan iklan di bodi kendaraan yang terukur dan tepat sasaran
Setahun berselang, ia mengubah model bisnisnya menjadi sistem keagenan. Ia berpendapat, dari pada mengajari pelanggan satu persatu, lebih baik mencari agen yang dapat mengajak teman, keluarga atau rekan kerjanya memesan produk di tempatnya sekaligus mengajari cara membuatnya.
Sistem ini sudah diterapkannya selama 7 bulan terakhir, berimbas pada meningkatkannya order serta memberikan total keuntungan puluhan juta rupiah bagi ribuan agennya yang tersebar di seluruh Indonesia. “Target ini kira-kira 2000 orang reseller dulu kita ajari, supaya mereka bisa bantu orang untuk order,” ujar pria yang mengaku sudah 12 kali jatuh bangun di dunia bisnis tersebut.
Selama dua tahun berdiri, selama dua tahun pula rintisan usaha yang dinahkodai oleh Wusda ini berhasil meraih juara dalam lomba yang diselenggarakan oleh Ristekdikti. Total lebih dari 600 juta rupiah diraihnya dari dua kali lolos Program Inkubasi Bisnis Teknologi (IBT) Ristekdi tersebut. Kucuran dana yang diraihnya tersebut, dipergunakan untuk melakukan pengembangan aplikasi dan pemasaran.
Saat ini, Wusda masih fokus mengembangkan awareness dan akuisisi pelanggan. Di samping itu, ia terus berupaya untuk menambah sebanyak mungkin agen reseller hingga mencapai target 10.000 agen. Meskipun penjualan sudah ada, namun ia mengaku menyerahkan hampir semua profitnya untuk membiayai operasional, program edukasi kepada pelanggan dan komisi-komisi kepada para agen.