Elshinta.com - Istilah crowdfunding dalam bahasa Indonesia diartikan sebagai urun dana. Sebuah kegiatan pengumpulan dana yang dilakukan intitusi atau orang per orang untuk menyelesaikan proyek tertentu, yang biasanya proyek sosial. Kegiatan ini bukan sesuatu yang baru.
Orang sudah melakukan kegiatan pengumpulan dana untuk membantu korban bencana alam, membantu orang sakit, atau membangun fasilitas umum yang tak belum dikerjakan oleh pemerintah namun kebutuhannya sudah sangat mendesak. Medianya, bisa turun langsung ke tempat umum atau membuat pengumuman di media massa.
Seiring dengan perkembangan teknologi komunikasi, media pengumpulan dana pun mulai berkembang. Muncul situs website yang dapat menyediakan tempat bagi para project owner atau penggalang dana dengan donatur yang siap mendonasikan uangnya untuk proyek-proyek sosial. Bukan saja mempertemukan, situs tersebut juga membantu project owner dalam membuat kampanye kreatif guna menjaring lebih banyak donatur.
Di Indonesia, kita mengenal startup Kitabisa.com, yang merupakan platfrom crowdfunding online terbesar di Indonesia. Berdasarkan informasi dari situs resminya, Kitabisa telah membantu 15.584 proyek hingga bisa terdanai dengan total donasi mencapai Rp 439.042.471.317 sejak berdiri tahun 2013 hingga artikel ini tayang.
Baca juga: Berbisnis sambil menembar manfaat dengan social entrepreneurship
Dengan adanya website, setiap orang dapat membuat proyek sosial sendiri lalu mengundang sebanyak-banyaknya orang untuk berpartisipasi. Sementara itu, situs tersebut juga menyediakan berbagai proyek sosial yang sedang berjalan, di mana para calon donatur dapat memilih proyek sosial mana yang mereka ingin danai.
Sementara itu, sistem verifikasi pembayarannya sudah lebih diotomatisasi dengan metode kode unik pada nominal pembayaran. Hal ini sama seperti yang dilakukan pada platfrom ecommerce. Di Inggris, salah satu platfrom crowfunding yang terkenal adalah GoFundMe. Mereka sudah berjalan sejak tahun 2010 dan berhasil menjaring lebih dari 50 juta donatur.
Lantas, bagaimana caranya mereka dapat menjalani bisnis atau membiyai kegiatan operasionalnya. Caranya adalah dengan mengambil sebagian dari hasil penggalangan dana tersebut. Ini merupakan sesuatu yang sudah disepakati dan diketahui bersama dengan project owner. Besarannya bisa berbeda-beda di setiap platfrom. Kitabisa.com, misalnya mengambil 5% dari total dana penggalangan dana yang bisa diraih.
Terkecuali pada proyek penggalangan dana untuk bencana alam dan zakat, Kitabisa.com tidak mengambil seperserpun biaya administrasi. Besaran biaya administrasi yang dikenakan oleh Kitabisa.com, sama dengan GoFundMe dan KickStarter. Sementara Global Giving mengenakan biaya administrasi sebesar 15% dan Ketto 6%.
Platfrom urun dana seperti Kitabisa ini disebut sebagai social enterprise di mana tujuan berdirinya perusahaan tidak semata-mata untuk meraih keuntungan. Lebih daripada itu, social enterprise memang dibangun untuk memberikan manfaat yang sebesar-sebesarnya bagi kemanusiaan. Penetrasi internet yang semakin tinggi dan merata membuat masyarakat kian terhubung satu sama lain. Ini membuat proyek-proyek sosial untuk membantu umat manusia di wilayah lain lebih mudah dan lebih cepat dilakukan.