Elshinta.com - Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati mengatakan pihaknya bersama Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) tengah mengembangkan sistem deteksi dini bencana tsunami melalui teknologi terbaru, yaitu sensor bawah laut.
Dwikorita di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) Jakarta, Selasa (22/1), mengatakan teknologi ini dapat mengetahui kejadian tsunami yang disebabkan baik oleh gempa tektonik, longsoran bawah laut, maupun longosran gunung berapi, seperti yang terjadi pada Gunung Anak Krakatau.
"Mulai 2018, BPPT bersama BMKG sedang menyiapkan sensor bawah laut. Saat ini yang sedang uji coba itu baru Amerika dan Jepang, negara lain belum ada, Indonesia akan melakukan juga upaya itu," kata Dwikorita, seperti dikutip Antara.
Pengembangan teknologi sensor bawah laut tersebut saat ini masih dalam tahap usulan, dan paling tidak membutuhkan waktu satu tahun untuk perancangan dan satu tahun untuk uji coba. "Jadi paling tidak perlu dua tahun, Amerika sudah berapa tahun juga belum, jadi ini suatu tantangan," ungkapnya.
Selama menunggu pengembangan teknologi peringatan dini tsunami, Dwikorita mengatakan, sebaiknya diisi dengan edukasi dan sosialisasi kewaspadaan terhadap tsunami, membangun budaya untuk tidak mendirikan rumah sangat dekat dengan jarak pantai, serta penanaman vegetasi penahan tsunami untuk mengurangi laju gelombang guna meminimalkan daya rusak.
"Namun tekonologi bukan jaminan, karena sistem peringatan dini yang sangat penting adalah sistem kultural bagaimana kesiapan masyarakat dengan edukasi dan budayanya," pungkasnya.