Elshinta.com - Teknologi yang semakin maju membuat orang kian mudah dalam berkomunikasi. Hal ini sekaligus menjadi sarana baru dalam berbisnis. Bayu Sutrisno, misalnya, melihat peluang baru dari tren digital yang semakin populer ini.
Dirinya melihat jika prospek bisnis jasa titip (jastip) cukup bagus, hingga akhirnya dia membangun startup titipbeliin.com. Tak main-main, jastip barangnya bukan lagi dari dalam negeri, tapi barang-barang dari luar negeri. Fokusnya adalah Amerika dan Cina. “Saat ini kami menyediakan 2 negara yang jadi tujuan jastip, yaitu Amerika dan Cina,” tegas dia.
Diakui Bayu, jasa yang diberikannya adalah membelikan barang yang terdapat di marketplace-marketplace yang ada di dua negara tersebut. Lalu barang-barang itu akan dikirim secepatnya tanpa harus menunggu kiriman kargo atau ekspedisi lainnya. Barang-barang itu bisa bermacam-macam mulai dari barang koleksi, onderdil kendaraan sampai obat-obatan yang belum ada di Indonesia.
Bayu mengatakan, bisnis jasa titipnya ini berbeda dengan yang lain. Alasannya adalah, ia selalu berusaha bahwa barang yang legal, baik dari cara masuk hingga pembayaran pajak yang dikenakan saat barang pesanan pelanggan masuk ke Indonesia.
“Semuanya kita lakukan secara transparan, saat pemesanan pelanggan bisa melihat harga barang, pajak yang dibayar, ongkos kirim dan fee jasa pembeliannya, jadi semuanya sudah tertera,”jelas Bayu.
Untuk pengiriman sendiri ia mengatakan sudah terdapat juga estimasi kapan barang sampai ke tujuan.
Bayu bercerita, ide awal mendirikan usaha itu adalah untuk membantu orang-orang yang kebingungan ketika ingin beli barang dari luar negeri seperti Cina atau Amerika. “Biasanya Indonesia itu tidak masuk ke daerah pengiriman dari para penjual di luar negeri. Oleh karena itu, kami ingin mempermudah orang yang membutuhkan dengan menyediakan jasa membelikan barang tersebut.”
Masalah lainnya adalah terkait ekspor dan impor yang belum semua orang mengerti. Atas dasar itulah ia berkeinginan agar jastipnya menjadi jembatan untuk menghadirkan barang dari luar negeri dengan cara yang mudah dan legal.
Dalam prosesnya sendiri, Bayu mengaku masih banyak belajar. Salah satunya adalah bagaimana memperlakukan barang pelanggannya. “Kadang kita juga bingung karena barang dari luar itu masih bagus, tapi ketika sampai ke pelanggan terkadang dusnya penyok atau rusak. Jadi barangnya kita repacking lagi disini sehingga bisa dikontrol dan juga diberikan perlindungan ekstra untuk barang-barang yang memang fragile.”
Ke depan, selain barang-barang dari Amerika dan Cina, ia berkeinginan untuk menambah daftar negara lainnya. Misalnya, saat ini Bayu tengah membidik peluang dari beberapa negara di Asia Timur seperti Jepang dan Korea. “Karena usaha kami ini kan niche sekali ya, jadi harus benar-benar dilihat pelayanan dengan kualitas yang tetap terjaga,” pungkas dia.