Elshinta.com - Dalam memilih bisnis yang dipasarkan melalui franchising, baik itu bidang kuliner ataupun bidang lainnya, yang terutama adalah mengacu kepada minat. Di bidang kuliner, ada banyak juga macamnya. Misalnya makanan yang mengacu kepada menu Barat (western), lokal tradisional, masakan Asia dari negara-negara tertentu, dan lain-lain. Konsep penyajiannya pun berbeda-beda. Ada yang cepat saji, siap saji, dan segar (dibuat setelah dipesan). Demikian juga cara penyajiannya, ada yang “fine dine” (pesan kemudian diantar ke meja), self service (ambil sendiri), dan delivery (diantar).
Manager Internasional Franchise Business Management (IFBM) Royandi Junus mengatakan, banyak orang dalam pemilihan jenis kuliner yang terpaku pada investasi. Setiap jenis menu, konsep penyajian, dan atau cara penyajian akan menimbulkan besaran nilai investasi yang berbeda-beda.
Investasi yang kecil belum tentu lebih menguntungkan dari investasi yang besar. Sering terjadi, investasi yang besar ternyata lebih cepat pengembalian modalnya dibandingkan investasi yang kecil. Demikian juga dengan keruwetan dalam kegiatan operasionalnya. Ada orang yang detail, mereka dapat menikmati keruwetan, tapi ada juga yang ingin sesuatu yang simple atau sederhana.
Jadi, sekali lagi, tentukan dahulu minat Anda. Misalnya masakan Asia, siap saji, self service. Bila pilihan itu sesuai minat Anda, maka sudah banyak hal-hal yang tidak ingin Anda hadapi dapat disingkirkan dimuka.
Setelah Anda menentukan minat (mungkin saja lebih dari satu), sekarang masuk kepada hal yang terpenting, yaitu menentukan siapa franchisor yang harus Anda pilih. Sebelum masuk cara pemilihan, ada beberapa hal penting yang perlu Anda pahami. Yang disebut sebagai franchisor adalah orang atau organisasi yang telah berhasil (dan masih sukses) dalam menjalankan bisnis mereka.
Yang disebut dengan berhasil/ sukses adalah telah kembali modal dan memiliki untung sesuai standar internasional di bidangnya. Contoh untuk bidang kuliner, laba kotor adalah rata-rata di posisi 65% dari sales. Laba bersih lebih kurang 15% - 25% dari sales (setiap jenis bisnis mempunyai standar industri tersendiri).
Jadi, bila ada franchisor yang belum sukses, atau belum pernah menjalankan operasional bisnis tersebut (masih berupa konsep), sudah pasti mereka bukan franchisor. Atau bila mereka ngotot menyatakan dirinya franchisor, mereka bukanlah franchisor yang dapat diandalkan.
Franchising adalah duplikasi pengalaman sukses untuk dapat dijalankan oleh orang lain. Bila franchisor belum pernah dan atau belum sukses menjalankan bisnisnya, bagaimana mereka bisa membantu atau mengajarkan orang lain berusaha memakai bisnis model mereka.