Elshinta.com - Dalam rangka mewujudkan tata kelola pemerintah yang bersih, efektif, transparan dan akuntbel, serta pelayanan publik yang berkualitas dan terpercaya, program reformasi birokrasi telah dijalankan lebih dari 1 dasawarsa. Tidak berhenti sampai di sini, dalam 5 tahun ke depan, diharapkan pemerintah dapat mewujudkan birokrasi berkelas dunia yang efisien, efektif, responsif, dan kolaboratif.
Untuk itu, penerapan Peraturan Presiden No.95 Tahun 2018 tentang Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE) merupakan suatu keharusan bagi instansi pemerintah.
Sekretaris Utama Badan Standardisasi Nasional (BSN), Puji Winarni dalam keterangan tertulisnya, dikutip Kamis, menuturkan bahwa kondisi pandemi Covid-19 mendorong instansi pemerintah untuk mempercepat penerapan SPBE. “Ketika kita menerapkan SPBE, kita wajib menakar risiko yang akan muncul, apakah risiko tersebut dalam kategori high risk, medium risk, atau low risk. Integrasi sistem menjadi sebuah keniscayaan,” tutur Puji.
BSN telah menetapkan SNI ISO/IEC 27001:2013 Sistem Manajemen Keamanan Informasi (SMKI) yang mengatur tentang kepemimpinan, perencanaan, organisasi, sumber daya, manajemen risiko, audit, perbaikan berkelanjutan, dan lain sebagainya. Penerapan SNI Sistem Manajemen Keamanan Informasi bisa melengkapi pelaksanaan SPBE dalam rangka mendukung good corporate government yang bersih, tansparan, dan akuntabel.
Berdasarkan hasil pemantauan dan evaluasi Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara Reformasi Birokrasi (KemenPANRB), indeks SPBE nasional mencapai nilai 2.18 dari skala 5. ini menunjukkan tingkat kematangan SPBE masih rendah. Selain itu, terdapat kesenjangan yang cukup tinggi dalam tingkat kematangan SPBE antara instansi pusat dengan pemerintah daerah. Hal ini menjadi tantangan bersama bagi pemerintah Indonesia.
Beberapa langkah strategis perlu dilakukan agar untuk mendukung pelaksanaan SPBE. Salah satunya, BSN bekerja sama dengan KemenPANRB mengadakan Bimbingan Teknis Manajemen Risiko Sistem Pemerintah Berbasis Elektronik secara online. Bimbingan Teknis (Bimtek) ini membahas secara detail tentang tata cara melakukan penyusunan formulir manajemen risiko SPBE.
Sementara itu, Koordinator Perumusan Kebijakan Penerapan SPBE KemenPANRB, Perwita Sari mengungkapkan bahwa saat ini pelaksanaan Perpres No.95 Tahun 2018 memiliki beberapa permasalahan dan peluang. Beberapa permasalahan di antaranya tata kelola yang tidak terpadu, penerapan layanan yang belum optimal, serta masih terbatasnya jumlah dan kompetensi SDM SPBE.
Adapun beberapa peluang yang ada di antaranya, pemanfaatan teknologi mobile internet dan Internet of Thing, cloud computing, artificial intelligent, dan big data. peluang-peluang tersebut dapat memberikan kemudahan akses layanan, kemudahan integrasi layanan SPBE, kemudahan administrasi, serta memberikan dukungan penyusunan kebijakan.
Penerapan SNI ISO/IEC 27001:2013 Sistem Manajemen Keamanan Informasi telah terbukti in line dengan konsep SPBE. Pasalnya, dalam SNI ISO/IEC 27001:2013 mencakup tata kelola, kebijakan dan layanan, persis seperti SPBE. Salah satu yang diatur adalah perbaikan. Perbaikan berkelanjutan berarti siap untuk beradaptasi terhadap perubahan-perubahan yang terjadi.
Hal tersebut diungkapkan oleh Kepala Pusat Data dan Sistem Informasi BSN, Slamet Aji Pamungkas. “Pada tahun 2018, BSN mendapatkan penilaian SPBE sebesar 2.27, yang berarti nilai dibawah standar baik. Kemudian, setelah kami menerapkan SNI ISO/IEC 27001:2013, pada tahun 2019 nilai SPBE kami meningkat menjadi 3.99,” ungkapnya.