MUI: Percepatan vaksinasi kepentingan dai dan umat
Majelis Ulama Indonesia mengingatkan, percepatan cakupan vaksinasi Covid-19 adalah kepentingan umat Islam. Sebab, vaksinasi salah satu cara mengatasi pandemi Covdi-19 yang sudah berlangsung 1,5 tahun.

Elshinta.com - Majelis Ulama Indonesia mengingatkan, percepatan cakupan vaksinasi Covid-19 adalah kepentingan umat Islam. Sebab, vaksinasi salah satu cara mengatasi pandemi Covdi-19 yang sudah berlangsung 1,5 tahun. Selama pandemi ini, kehidupan ulama dan umat amat terdampak.
Wakil Sekretaris Jenderal MUI KH Arif Fahrudin mengatakan, ulama bukan faktor pendukung dalam upaya vaksinasi. Ulama justru salah satu faktor penting percepatan vaksinasi. “Berobat hukumnya wajib. Vaksinasi ini ikhtiar berobat. Dalam konsep ini, vaksinasi bertemu dengan kepentingan hukum Islam. Vaksinasi bukan hanya kepentingan pemerintah,” ujarnya dalam webinar “Penguatan Peran Da’i Milenial dalam Kebangkitan Dari Dampak Covid-19”, Senin (25/10), yang diselenggarakan MUI bersama Direktorat Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Komunikasi dan Informatika.
Vaksinasi menjadi kepentingan ulama dan umat Islam. Sebab, dalam konteks Indonesia, korban terbesar pandemi adalah umat Islam. Ada ribuan ulama dan ratusan ribu umat meninggal karena Covid-19. Jutaan lain terinfeksi virus ini.
“Covid-19 ini bahaya nyata,” ujarnya seperti dilaporkan Reporter Elshinta, Bayu Koosyadi, Selasa (26/10).
KH Arif mengajak para ulama dan da’i untuk menyukseskan vaksinasi dan terus mengingatkan protokol kesehatan. Dengan kedua langkah itu, diharapkan pandemi bisa diatasi.
Ketua Komisi Fatwa MUI KH Ahmad Zubaidi mengatakan, memang ada fakta menyedihkan di tengah pandemi di Indonesia. Ada sejumlah da’i membahayakan umat dengan melarang protokol kesehatan hingga memprovokasi penolakan terhadap vaksinasi. Padahal, MUI telah mengeluarkan aneka fatwa jelas terkait pandemi ini.
Sayangnya, fatwa-fatwa itu tidak dijadikan rujukan. “Fatwa itu disusun oleh ulama berdasarkan pertimbangan matang. Ulama yang mewakili berbagai organisasi umat,” ujarnya.
Ia mengajak ulama dan dai tidak segan menegur umat yang mengabaikan protokol kesehatan. “Saya kalau bertemu umat di masjid tidak pakai masker, saya tegur. Kalau membantah, saya ajak dialog,” kata dia.
Upaya itu bagian dari tanggung jawab da’I demi keselamatan umat. “Urusan da’I bukan hanya menyampaikan soal mengaji. Keselamatan umat juga bagian tugas da’I,” ujarnya.
Masalah pandemi, lanjut KH Ahmad, sudah ada banyak penjelasan dari para pakarnya baik dari segi Syariah ataupun saintis. Para dai diajak untuk mengacu kepada penjelasan-penjelasan utuh itu. “Jangan sepotong-sepotong agar tidak menimbulkan mudharat,” ujarnya.
KH Ahmad mengingatkan, protokol kesehatan harus tetap diterapkan secara ketat. Sebab, pandemi belum benar-benar selesai. “Tugas da’I untuk selalu menyampaikan ini kepada umat,” kata dia.
Para da’i juga diingatkan untuk menghindari materi-materi provokatif, hoax, dan tidak terverifikasi. Sebab, masih ada oknum penceramah yang menyebarkan materi yang tidak jelas sumbernya dan tidak diverifikasi. “Tidak akan ada masalah kalau menyampaikan hal yang benar, sumbernya jelas, berdasarkan pemahaman utuh,” ucapnya.
Dai sekaligus Kepala KUA Lowokwaru Malang, KH Anas Fauzie mengatakan, komunikasi dengan umat masa kini memang menjadi tantangan bagi ulama. Salah satu tantangan itu adalah karakter umat yang ingin serba instan dan ringkas. “Komunikasi dengan umat sebaiknya dikemas dalam bahasa-bahasa yang ringan dan tidak menggurui,” ujarnya.